Mengapa Masih Banyak yang Terjebak dalam Toxic Relationship, Penasaran?

Maurice Shafina Hanum
Mahasiswa Universitas Brawijaya Jurusan Psikologi
Konten dari Pengguna
17 November 2022 8:56 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Maurice Shafina Hanum tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi dari toxic relationship Source : pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi dari toxic relationship Source : pixabay.com
ADVERTISEMENT
Dewasa ini siapa yang tidak kenal istilah toxic relationship? Istilah ini terkenal baik di dunia maya atau nyata sebagai istilah yang menggambarkan hubungan yang tidak sehat. Banyak orang memiliki pandangan yang berbeda untuk bagaimana mereka mendefinisikan hubungan yang tidak sehat. Hal ini dipengaruhi oleh kepribadian dan karakteristik setiap orang yang berbeda beda.
ADVERTISEMENT
Contohnya ada yang berpendapat bahwa posesifitas berlebih atau kecemburuan berlebih adalah hal yang wajar. Namun, ada yang berpendapat kalau hal itu sudah termasuk ke dalam toxic relationship. Ada juga yang merasa wajar saat dirinya dikendalikan atau diberi larangan tertentu oleh pasangan. Tetapi ada juga yang merasa jika kebebasan bergerak adalah hal yang tidak bisa dicampur tangani oleh pasangan sehingga perilaku mengekang mereka anggap sebagai red flag atau tanda tanda dari toxic relationship dan ada berbagai pendapat lainnya.
Namun, mayoritas masyarakat setuju jika toxic relationship dapat diartikan sebagai suatu hubungan yang dapat memberikan dampak negatif terhadap salah satu atau bahkan bagi kedua belah pihak. Dampak negatif yang dihasilkan seperti kehilangan rasa kepercayaan diri, ketergantungan yang berlebihan kepada pasangan, stress, rasa tidak aman, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Nah, meskipun toxic relationship jelas memiliki dampak buruk tetapi mengapa masih banyak orang yang terjebak di dalamnya? Penasaran? Yuk lihat penjelasannya di bawah ini.
Hubungan asmara adalah hal yang sangat sering dibicarakan. Pada kehidupan kita yang terasa sangat biasa ini, cinta adalah bumbu tersendiri yang memberikan lebih banyak warna dan rasa dalam hidup. Meski begitu, sebagaimana makanan ada yang menyehatkan dan tidak, hubungan asmara juga ada yang menyehatkan dan tidak dan sebagaimana pula banyak orang tidak bisa berhenti makan makananan yang tidak menyehatkan, banyak orang pula yang masih mengarungi hubungan tidak menyehatkan ini. Mungkin sebagai penonton kita sering bertanya, mengapa sih hal ini bisa terjadi. Untuk sedikit lebih memahami hal itu di bawah ini beberapa alasan yang mungkin dialami seseorang yang masih terjebak di dalam toxic relationship.
ADVERTISEMENT
Toxic relationship biasanya timbul saat seseorang yakin pasangan mereka mencintai mereka dan akan menerima apa pun yang dia lakukan. Hal ini menyebabkan perilaku semena-mena dan seenaknya yang atas nama cinta membuat pasangannya harus menerima hal itu.
Di sisi lain, seseorang yang sudah jatuh cinta akan sangat mudah untuk memaafkan orang yang dicintainya. Cinta yang pada dasarnya adalah hal yang spesial dan tidak bisa dinikmati semua orang ini membuat individu merasa enggan untuk melepaskan cinta yang sudah didapatnya, sehingga muncul toleransi berlebihan kepada perilaku pasangannya tadi.
Namun lambat laun cinta ini membentuk perasaan yang lebih kompleks dengan tercampurnya emosi senang, sedih, khawatir, takut, obsesi, dan perasaan lain yang berujung dengan individu itu makin susah untuk melepaskan.
ADVERTISEMENT
Berjalannya hubungan tentunya memakan waktu yang tidak sedikit. Dalam proses tersebut akan muncul zona nyaman tersendiri. Zona ini membuat seseorang tidak berpikir untuk mengubah keadaan hidupnya dan menjalani kejadian kejadian di sekitarnya tanpa perlu usaha besar dalam mendapatkannya serta muncul rasa terbiasa atau nyaman di dalam kejadian sehari hari.
Dalam toxic relationship zona ini juga akan muncul. Seseorang yang sudah terbiasa mendapat rasa cinta dan rasa sakit atau larangan dan pengawasan yang berlebihan dari pasangan lama lama akan kehilangan keinginan untuk mengubah keadaan hidupnya.
Mereka malas atau tidak ingin membayangkan apa yang harus dia lakukan atau usahakan untuk mengubah keadaan hubungannya itu. Bisa saja mereka tidak ingin susah susah mencari orang lain, tidak ingin susah susah memutuskan hubungan dengan pasangan mereka saat ini atau susah susah merasakan rasa sakit dari kehilangan sosok yang sudah terbiasa dia temui.
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa toxic relationship seseorang bisa saja tanpa sadar sudah memiliki ketergantungan dengan pasangannya. Ketergantungan dalam hal materi, ketergantungan dalam hal self-esteem, ketergantungan dalam hal pembenaran diri, atau ketergantungan dalam hal emosi. Ketergantungan ini bisa saja merupakan bentuk manipulasi dari pasangan atau kegagalan beroperasi dari individu itu sendiri.
Ketergantungan ketergantungan ini membuat seseorang susah atau bahkan tidak bisa meninggalkan pasangannya karena kekhawatiran akan hilangnya suatu aspek atau beberapa aspek penunjang kehidupan dan emosi sehari hari yang diberikan oleh pasangan.
Banyak individu yang terjebak di dalam toxic relationship tidak paham dan tidak merasa dirinya ada di dalam toxic relationship. Rasa terbiasa dan pemahaman yang sudah berbelok membuat mereka bingung membedakan afeksi dan toleransi berlebihan yang jatuhnya bersifat adiktif. Hal ini membuat mereka tidak bisa menarik garis harus dari mana mereka berubah atau meyakinkan diri dengan alasan apa mereka harus mengakhiri hubungan itu.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya perilaku panas dan dingin dari pasangan yang terus-menerus dan berulang seseorang akan menyamakan perilaku pasangan sebagai hal yang dia sukai sehingga akan makin susah mencari pembenaran diri untuk lepas dari hubungan.
Makin dewasa makin banyak hal yang perlu kita pertimbangkan. Dalam hubungan yang sudah berada dalam tingkat yang lebih serius atau hubungan yang sudah melibatkan pihak luar selain dari dua orang yang berhubungan akan muncul sebuah tanggung jawab.
Jika sudah memiliki anak maka kita akan berpikir bagaimana nasib anak kita nanti. Jika ini hubungan mutualisme perusahaan maka kita akan mengkhawatirkan nasib usaha kita. Jika itu adalah hubungan di dalam kelompok pertemanan maka kita khawatir bagaimana kalau kita kehilangan teman. Jika itu hubungan yang menyatukan dua keluarga maka kita khawatir bagaimana tanggapan orang di sekitar kalian dan masih banyak pertimbangan lain yang akan muncul dengan makin lamanya hubungan itu berlangsung.
ADVERTISEMENT
Tidak sedikit orang yang memilih pasangan dari pamor atau posisi pasangannya di mata masyarakat. Banyak orang yang tidak ingin memutus hubungan mereka karena mereka menyukai posisi mereka setelah bersama pasangannya atau saat pasangan ini adalah orang yang disukai banyak orang maka bisa saja seorang individu merasa tidak ingin "miliknya" diambil orang lain atau posisinya diambil oleh orang lain sehingga mereka bersikeras untuk bertahan di tempat yang sama.
Salah satu syarat terselesaikan nya hubungan adalah kedua belah pihak yang saling memutus hubungan atau setidaknya muncul kesadaran dari kedua belah pihak bahwa hubungan itu sudah berakhir.
Dalam beberapa toxic relationship pasangan yang tidak ingin hubungan berakhir sering kali menggunakan berbagai cara untuk mempertahankan hubungan mereka. Bisa saja dengan cara yang sehat seperti merayu, meminta maaf atau berusaha membicarakan masalah yang mereka alami sampai dengan cara yang tidak sehat seperti mengancam, mengungkit masa lalu, memanipulasi mental pasangan agar muncul ketergantungan, dan lain sebagainya. Sehingga akan susah untuk mereka lepas dari toxic relationship ini.
ADVERTISEMENT
Nah, dari sini kita bisa tahu kalau ada toxic relationship yang dilakukan secara sukarela dan ada juga hubungan tidak sehat yang terpaksa harus dijalani oleh seseorang karena lingkungan atau kondisi mental yang tidak mendukung.
Namun bagaimanapun juga, kita harus ingat bahwa diri sendiri adalah hal yang paling penting untuk rawat dan perhatikan. Saat suatu hubungan memberi kalian perasaan tidak senang, sedih, khawatir bahkan sampai takut maka jangan segan untuk mencari orang lain untuk meminta pendapat dan pertolongan. Jangan sampai untuk orang lain atau untuk keuntungan yang belum jelas kita malah mengorbankan diri sendiri. Cintailah diri kalian sendiri dan jangan pernah takut untuk mencari versi terbaik dari kehidupan kalian!
Oleh : Maurice Shafina Hanum (Mahasiswa Universitas Brawijaya Jurusan Psikologi)
ADVERTISEMENT