Mengapa Masyarakat di Pulau Jawa Tidak Banyak Mengonsumsi Ikan?

Shafira Desvita
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Konten dari Pengguna
5 Januari 2023 20:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shafira Desvita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: https://www.pexels.com/@ozgomz/
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: https://www.pexels.com/@ozgomz/
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Banyaknya penelitian tentang upaya peningkatan konsumsi ikan di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa memantik saya untuk berpikir mengapa masyarakat di Pulau Jawa tidak banyak mengonsumsi ikan? Hal ini sangat menarik untuk dibahas karena ada ternyata ada salah satu hal menarik yang menjadi faktor mengapa masyakarat di Pulau Jawa tidak banyak mengonsumsi ikan.
ADVERTISEMENT
Ikan merupakan salah satu lauk pokok yang menjadi kesukaan di beberapa daerah di Indonesia. Ikan mempunyai struktur daging yang relatif lunak sehingga mudah dicerna dan cara penyajiannya pun terbilang cepat. Ikan memiliki kandungan protein yang cukup tinggi dan asam amino yang sesuai dengan kebutuhan tubuh manusia. Selain itu, ikan memiliki kadar kolesterol yang rendah, mengandung asam lemak omega-3, serta memiliki sejumlah mineral yang dibutuhkan oleh manusia.
Namun, tidak seluruh masyarakat di Pulau Jawa gemar mengonsumsi ikan. Nyatanya, jika dibandingkan dengan pulau lain di Indonesia, Pulau Jawa yang memiliki penduduk terbanyak justru memiliki tingkat konsumsi ikan yang rendah. Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2021 tercatat Provinsi Maluku menduduki peringkat pertama Angka Konsumsi Ikan (AKI) tertinggi dengan nilai 77,49 kg/kapita/tahun, disusul oleh Kalimantan Utara, Sulawesi Tenggara, dan Kepulauan Bangka Belitung. Sedangkan pulau Jawa masih tertinggal jauh. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi ikan belum merata di seluruh Indonesia (Setyawan, 2022)
ADVERTISEMENT
Seperti yang sudah kita tahu, ada berbagai faktor ilmiah yang mempengaruhi tingkat konsumsi ikan di Indonesia salah satunya yaitu faktor geografis yang membuat masyakarat di Pulau Jawa lebih memilih untuk ternak ayam karena lebih menjanjikan.
Selain faktor-faktor ilmiah, ternyata ada hal menarik yang juga mempengaruhi tingkat konsumsi ikan dan hingga kini masih dipercaya oleh banyak orang, yaitu mitos tentang mengonsumsi ikan.
Hal ini menjadi menarik karena berkaitan dengan mitos yang beredar berdasarkan budaya di Pulau Jawa. Mitos biasanya berupa larangan atau pantangan terhadap suatu makanan atau minuman yang dibagikan dari mulut ke mulut oleh orang banyak. Salah satunya adalah mitos jika ibu hamil sering mengonsumsi ikan maka bayinya akan bau amis saat lahir. Mitos tersebut nyatanya masih diyakini oleh banyak ibu hamil di beberapa daerah di Pulau Jawa yang membuat mereka menghindari untuk makan ikan karena takut bayinya berbau amis. Padahal, faktanya tentu saja bau amis yang ada pada bayi yang baru saja lahir bukan karena ibu hamil terlalu sering makan ikan, tetapi karena sifat air ketuban yang berbau amis seperti darah.
ADVERTISEMENT
Faktanya, ikan mengandung banyak sekali manfaat yang membuat bayi sehat. Keyakinan akan mitos jaman dahulu ini membuat suatu pola yang akhirnya menjadi budaya, sejak lahir beberapa orang tidak terbiasa mengonsumsi ikan.
Indonesia memiliki total estimasi potensi sumber daya ikan di sebanyak 12,01 juta ton per tahun. Potensi ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan protein ikan bagi masyarakat jika dimaksimalkan dengan baik.
Di era yang serba modern ini, faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya konsumsi ikan seharusnya bisa diminimalisir. Terlebih, faktor non-ilmiah mengenai mitos mengonsumsi ikan bagi ibu hamil yang dapat membuat bayi “amis” saat lahir. Hal tersebut sudah tidak relevan lagi jika diaplikasikan di jaman sekarang yang sudah banyak studi atau penelitian dari sisi kesehatan mengenai tidak terbuktinya mitos tersebut.
ADVERTISEMENT
Menurut saya, generasi muda seharusnya bisa menjadi kalangan yang aktif dan kritis terkait isu-isu seperti ini. Jika kita tidak dapat terjun langsung ke lapangan untuk memperbaiki hal tersebut, sebaiknya mengedukasi diri sendiri atau orang terdekat agar aware dengan apa yang sedang terjadi di sekitar kita.