Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna
Tradisi Mudik dan Potensi Kesejahteraan
9 Mei 2023 18:53 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Shafira Rakhmania tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Mudik adalah sebuah tradisi yang dilakukan banyak orang khususnya umat muslim setiap menjelang Idul Fitri. Tradisi ini biasa dilakukan oleh para pendatang yang tinggal di kota-kota besar untuk pulang ke kampung halaman mereka dan merayakan hari raya bersama keluarga.
ADVERTISEMENT
Ditinjau dalam aspek antropologi, mudik ialah sebuah kegiatan yang menunjukkan berbagai kebiasaan yang dikembangkan oleh kehidupan sosial masyarakat. Disesuaikan dengan keadaan dan juga kebutuhan tertentu dalam setiap lingkungannya. Jika ditelusuri tradisi ini berasal dari komunitas umumnya kalangan menengah-bawah.
Tradisi mudik pada hakikatnya merupakan sebuah wujud cinta terhadap kampung halaman. Di mana masyarakat desa yang mengadu nasib merantau jauh ke kota dapat kembali ke kampung halaman masing-masing. Mudik juga seakan menjadi sebuah ritus budaya. Dalam segi ritus, mudik ditandai dengan dua hal. Pertama, mudik menjadi sebuah kebutuhan primer per tahun bagi masyarakat urban. Kedua, sebagai alat pemersatu ikatan baik umat muslim dan non-muslim.
Dibalik tradisi mudik, banyak makna yang bisa diambil hikmahnya. Bukan saja hanya bertujuan untuk mengurai komunikasi sosial. Mudik juga dimaknai sebagai upaya menyambung komunikasi yang terputus karena jarak. Apakah tradisi mudik, bisa tergantikan dengan kemajuan teknologi komunikasi? Pada kenyataanya hal tersebut tidak dapat mengobati rasa rindu yang menyelimuti baik pada keluarga, saudara, teman, kerabat serta kampung halaman.
ADVERTISEMENT
Walau tatap muka bisa melalui Zoom atau daring, nyatanya aktivitas mudik tetap menjadi pilihan warga negara +62 untuk berkomunikasi secara langsung dengan sanak saudara di kampung halaman. Secara nalar, harusnya kemajuan teknologi komunikasi bisa menyambung silaturahmi dengan tatap muka, namun kenyataannya warga negara Indonesia masih mempertahankan tradisi mudik.
Setelah aman dari pandemi Covid 19, yang mendera wilayah Indonesia selama dua tahun ini. Sementara itu, pemerintah juga melepaskan status pandemi menjadi endemi, membuat para umat muslim di tanah air kembali tenang dan lengkap gempita untuk melakukan ritual mudik.
Bahkan pemerintah mempersiapkan berbagai infrastruktur, agar mudik dapat terasa nyaman dan tidak membahayakan keselamatan. Armada transportasi pun sudah mulai dipersiapkan baik dari sarana darat (bus, kereta api) sarana laut (kapal) hingga udara (pesawat). Angkutan massal ini, diharapkan mampu untuk mengakomodasi pergeseran para pemudik dari satu daerah ke daerah lainnya dengan selamat aman sentosa.
ADVERTISEMENT
Lalu apa makna tradisi mudik terdahulu dengan tradisi mudik kaum milenial bergeser? Mudik bisa saja menjadi ajang pertunjukkan perubahan kelas, serta pergeseran dalam gaya hidup. Tentunya ini menjadi sarana yang makin membuat warga desa untuk berbondong-bondong mencari kehidupan di kota. Bisa juga menjadi sebuah pilihan, karena memang sebagai upaya mempererat komunikasi sosial dengan warga di kampung halaman.
Tidak jarang dari mereka akan berbondong-bondong untuk membawa uang agar dapat menarik minat masyarakat secara finansial. Namun, pada sisi yang berbeda mudik juga dapat mempengaruhi ketimpangan dinamika kependudukan wilayah (kota ke desa). Dapat dikatakan bahwa, mudik dapat dimaknai sebagai fakta sosial. Dibentuk oleh masyarakat sebagai sebuah implikasi dari relasi manusia antara wilayah desa dan kota.
ADVERTISEMENT
Mudik juga mampu menggerakkan potensi ekonomi. Bergesernya warga kota ke desa untuk beberapa saat, tentunya akan membawa dampak ekonomi. Bahkan perekonomian warga desa bisa tumbuh. Asal warga yang mudik membelanjakan kapitalnya di pedesaan atau kampung tujuan.
Selama dua tahun, mobilitas masyarakat terbatas dan daya beli juga menurun. Hal ini membuat pertumbuhan ekonomi melambat bahkan pada tahun 2020 negatif. Namun memasuki tahun 2021, 2022 hingga di tahun 2023 potensi ekonomi semakin membaik.
Berdasarkan survei Balitbang Kemenhub, jumlah pemudik Lebaran tahun 2022 mencapai 85,5 juta orang. Jumlah tersebut setara dengan 31,6 persen dari total penduduk Indonesia. Mudik Lebaran akan meningkatkan demand terhadap transportasi. PT Angkasa Pura I (Persero) memprediksi akan terjadi peningkatan penumpang pada bandara yang dikelola, sebesar 30 persen dari rata-rata penumpang harian.
ADVERTISEMENT
PT Jasa Marga (Persero) memprediksi, total volume arus mudik dan arus balik Lebaran 2022 melalui jalan tol yang dikelolanya sebanyak 2,5 juta kendaraan. Kemenhub juga memprediksi jumlah pemudik menggunakan transportasi laut sebanyak 1,4 juta orang dan kereta api sebanyak 7,66 juta orang. Hal ini akan berdampak positif terhadap sektor transportasi dan juga memberikan multiplier effect termasuk kepada pelaku UMKM dan kuliner.
Bahkan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno menyatakan, potensi ekonomi khususnya di bidang pariwisata pada periode mudik Angkutan Lebaran 2023 tahun ini bisa mencapai Rp 240 triliun. (dilansir tribunNews.com, edisi Rabu, 19 April 2023 18:40 WIB). Seiring dengan jumlah pergerakan pemudik yang mencapai 123,8 juta orang berdasarkan data dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Menparekraf menyebutkan, kalau ada 123,8 juta orang pergerakan mudik, ini akan memperkirakan perputaran ekonomi di atas Rp 240 triliun.
ADVERTISEMENT