Konten dari Pengguna

Peran Khalayak dalam Menyelamatkan Lingkungan melalui Tren Thrifting

Shafira Aisa
Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
30 Desember 2020 10:21 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shafira Aisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Secara garis besar manusia mempunyai kebutuhan pokok yang harus dipenuhi atau yang sering disebut dengan kebutuhan primer, diantaranya yaitu kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kebutuhan sandang atau kebutuhan pakaian menjadi suatu hal yang krusial. Selain berfungsi sebagai penutup dan pelindung tubuh dari udara dingin dan terik matahari, pakaian saat ini lebih menjadi hal untuk mengekspresikan diri dan memperlihatkan identitas suatu individu.
ADVERTISEMENT
Dunia fashion menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keseharian manusia, dapat dikatakan bahwa manusia selalu menganggap penting cara berpenampilan dan gaya berpakaian, karena cara berpenampilan dan gaya berpakaian merupakan suatu bahan penilaian awal saat kita bertemu dengan orang lain. Dewasa ini, dalam hal berpenampilan semua orang seperti berlomba untuk menjadi yang paling fashionable, trendy, dan stylish antara satu dengan yang lainnya.
Manusia tentu mempunyai cara sendiri untuk memperindah diri dalam cara berpenampilannya, salah satunya yaitu dengan cara membeli pakaian dengan seleranya masing-masing. Pakaian dapat dibeli melalui toko pakaian ataupun e-commerce, pakaian yang ditawarkan pun beragam, sebagai contoh yaitu terdapat pakaian baru dan juga bekas(second hand). Pakaian bekas yang dimaksud adalah pakaian yang sudah pernah digunakan oleh seseorang yang kemudian dijual kembali dalam keadaan masih baik dan layak pakai. Tidak hanya itu saja, pakaian bekas yang dijual di pasaran dapat berarti pakaian bermerek yang tidak lolos quality control di suatu pabrik pakaian.
ADVERTISEMENT
Pakaian bekas menjadi suatu hal yang sering diperbincangkan belakangan ini karena pakaian bekas dapat menjadi alternatif untuk mendapatkan pakaian dengan harga lebih rendah namun tetap stylish. Penjualan pakaian bekas tidak kalah dengan pakaian baru yang ditawarkan di pasaran. Dengan harga yang lebih rendah, para penjual pakaian bekas mempunyai sasaran masyarakat dengan tingkat perekonomian menengah ke bawah.
Dalam ranah bisnis penjualan pakaian bekas, tentunya terdapat khalayak yang mana mereka mempunyai peranannya masing-masing. Pada konteks sosiologi komunikasi, khalayak dapat disebut dengan istilah penerima pesan(receiver), sasaran, pembaca, pendengar, pemirsa, audiens, atau komunikan. Khalayak merupakan salah satu unsur penting dari proses komunikasi. Oleh sebab itu, khalayak tidak boleh diabaikan karena indikator berhasil atau tidaknya suatu proses komunikasi sangat ditentukan oleh khalayak (Cangara, 2010: 157).
ADVERTISEMENT
Fenomena penjualan pakaian bekas sering disebut dengan istilah thrifting. Bagi para sebagian orang, fenomena thrifting ini dianggap menjadi sebuah peluang besar untuk berbisnis. Thrifting dapat dilakukan dengan cara mendirikan offline store ataupun dijual melalui e-commerce. Perkembangan teknologi membawa pengaruh positif khususnya bagi para pebisnis. Di Indonesia, media sosial banyak digunakan sebagai sarana untuk melakukan bisnis thrifting. Media sosial mempunyai peran yang sangat penting dalam menjamurnya penjualan pakaian bekas. Karena kekuatan media sosial yang menyebabkan informasi secara cepat tersebar, fenomena terkait tren thrifting ini sangat cepat beredar di Indonesia, terutama di kalangan anak muda. Fenomena ini banyak diketahui oleh masyarakat yang kemudian membuat meningkatnya permintaan pakaian bekas yang ditawarkan di pasaran.
ADVERTISEMENT

Sejarah Singkat Tren Thrifting

Bisnis pakaian bekas berawal dari adanya fenomena tren preloved, yang mana terdapat seseorang yang menjual barang pribadi miliknya dengan alasan sudah tidak pernah digunakan lagi ataupun sudah kekecilan. Barang tersebut biasanya dijual melalui akun media sosial seperti Instagram.
Fenomena maraknya thrifting termasuk dalam fenomena budaya populer atau pop culture di Indonesia. Karena pengertian dari budaya populer sendiri merupakan sekumpulan pemikiran, sudut pandang, tindakan, penilaian, maupun fenomena lainnya yang dijumpai dalam kehidupan, terutama apabila terdapat suatu budaya atau tren yang berkembang di masyarakat. Budaya populer didominasi oleh produksi dan konsumsi barang-barang material dan bukan seni-seni sejati, dimana penciptaannya di dorong oleh motif laba. Pop culture yang didorong oleh industri budaya telah membangun masyarakat tidak hanya berlandaskan konsumsi, namun menjadikan artefak budaya sebagai produk industri dan mudah untuk diperdagangkan. (Ibrahim, 2006)
ADVERTISEMENT

Manfaat dari Thrifting

Fenomena thrifting ini sangat menjanjikan bagi para pebisnis maupun konsumen. Selain menjanjikan, fenomena thrifting tentunya membawa pengaruh positif bagi masyarakat luas. Salah satunya yaitu mengurangi dampak fenomena fast fashion, apakah yang dimaksud fast fashion? Fast fashion merupakan istilah yang digunakan oleh industri tekstil yang mempunyai beragam model fashion dan silih berganti pada waktu yang sangat cepat sehingga menyebabkan banyaknya pakaian yang diproduksi.
Para penjual dan pembeli pakaian bekas berperan penting dalam mengurangi dampak fenomena fast fashion yang mana fenomena tersebut sangatlah membahayakan bagi keberlangsungan hidup lingkungan sekitar. Fast fashion menjadi salah satu penyebab terbesar terjadinya polusi limbah pakaian yang dapat merusak lingkungan, diantaranya bisa seperti polusi tanah, polusi air, maupun penghasil gas emisi pabrik yang menyebabkan perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Terdapat beberapa cara untuk mengurangi dampak fenomena fast fashion diantaranya yaitu kita harus sebisa mungkin mengurangi pembelian baju dalam waktu singkat, membeli produk pakaian yang berkualitas agar dapat tahan lama, menjual pakaian lama yang sekiranya sudah tidak kita gunakan atau kita butuhkan lagi, dan masih banyak lagi cara yang lainnya. Beberapa cara tersebut dapat dilakukan oleh diri kita sendiri, selaku khalayak dalam fenomena maraknya thrifting yang ada di Indonesia. Dengan kita menjual pakaian lama kita dan menghemat pembelian baju, kita sudah berkontribusi dalam mengurangi bahayanya dampak fast fashion dan kita sudah berupaya untuk menjaga lingkungan sekitar agar tidak tercemar.