Konten dari Pengguna

Sukatani dan Punk: Dari Kontroversi "Bayar Bayar Bayar" ke Simbol Perlawanan

Shafy Wiryawan
Mahasiswa S1 Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret
22 Februari 2025 18:28 WIB
·
waktu baca 1 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shafy Wiryawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Band (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Band (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Band dengan genre punk, yaitu band Sukatani, tengah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat Indonesia. Band Sukatani, dengan lagunya yang berjudul “Bayar Bayar Bayar,” telah menimbulkan kehebohan akibat viralnya lagu tersebut. Hal ini dilatarbelakangi oleh permintaan maaf yang disampaikan oleh band Sukatani kepada Kapolri dan institusi Polri melalui video di media sosial Instagram @sukatani.band pada Kamis (20/2/2025).
ADVERTISEMENT
Mereka menjelaskan bahwa lagu itu ditujukan untuk mengkritik oknum kepolisian yang melanggar peraturan, bukan keseluruhan institusi. Selain itu, mereka juga telah menarik lagu tersebut dari semua platform musik dan mengimbau pengguna media sosial untuk menghapus konten yang menggunakan lagu tersebut. Artikel ini berfokus pada genre musik band Sukatani, yaitu genre musik punk yang menjadi lambang perlawanan terhadap otoritas.
Punk tidak hanya dipandang sebagai genre musik, melainkan juga sebagai suatu pergerakan budaya yang menantang norma masyarakat dan menjadi bentuk ekspresi frustrasi dari suatu generasi. Ideologi punk berakar pada kekuatan perlawanan dan tantangan terhadap struktur sosial, ketidakadilan politik, dan kekerasan.
Genre musik punk lahir di Inggris pada era 1970-an sebagai respons terhadap ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintahan yang mengekang kebebasan berekspresi pada saat itu, ketika Inggris dipenuhi dengan ketidakstabilan sosial-politik dan minimnya lapangan pekerjaan. Punk hadir membawa pesan penolakan terhadap konformitas serta seruan untuk memperjuangkan individualitas dan kebebasan.
ADVERTISEMENT
Musik dan jiwa punk mengubah norma masyarakat Inggris dari era yang penuh tekanan menjadi era ekspresi kreatif. Punk menjadi identik dengan ekspresi ketidakpuasan dan perlawanan terhadap suatu era.
Selain musik, punk juga identik dengan gaya fashion-nya. Fashion punk, yang bercirikan pakaian robek, jaket kulit, dan aksesori DIY, menjadi simbol pemberontakan dan ekspresi diri. Gerakan punk juga memunculkan zine, publikasi independen yang menyediakan platform bagi budaya dan politik punk.
Di luar distorsi gitar yang tajam dan suara drum yang tidak beraturan, punk menjadi sebuah mindset yang menantang otoritas dan merayakan kekuatan ekspresi diri. Etos inilah yang memicu gelombang inovasi serta menginspirasi banyak musisi dan seniman untuk melepaskan diri dari belenggu tradisi dan menempa jalan mereka sendiri.
ADVERTISEMENT
Dalam dekade-dekade berikutnya, pengaruh punk bergema di seluruh dunia, menginspirasi banyak gerakan, dari Inggris, Amerika, hingga Indonesia.
Gerakan punk mulai masuk dan berkembang di Indonesia sekitar tahun 1989–1990 hingga 1995, dipelopori oleh band Anti Septic dan Young Offender. Kedua band ini terinspirasi dari Stupid dan sering berkumpul di Pid Pub Jakarta. Budaya punk umumnya berkembang di berbagai kota besar, termasuk Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Bali.
Tidak hanya di Inggris, Punk juga menjadi alat komunikasi atas keresahan dan ketidakpuasan terhadap otoritas di Indonesia, di mana band Sukatani mengutarakan perlawanannya melalui lagunya yang berjudul “Bayar Bayar Bayar.” Lagu ini merupakan kritik terhadap perilaku oknum kepolisian yang diduga sering meminta imbalan dalam berbagai situasi. Liriknya menyoroti praktik pembayaran kepada polisi dalam berbagai konteks, seperti pembuatan SIM, tilang di jalan, hingga kegiatan sehari-hari lainnya. Melalui lagu ini, Sukatani berusaha mengungkap dan mengkritik tindakan korupsi yang dilakukan oleh sejumlah oknum di institusi kepolisian.
ADVERTISEMENT
Punk menjadi seruan bagi mereka yang kecewa karena kehilangan haknya. Pesan pembangkangannya bergema di kalangan mereka yang merasa terpinggirkan oleh masyarakat, memberikan mereka suara. Terlebih lagi, warisan abadi punk terletak pada kemampuannya untuk beradaptasi dan berkembang seiring waktu.
Meskipun akarnya berasal dari ketidakpuasan terhadap pemerintahan di Inggris pada tahun 1970-an, punk terus berkembang hingga saat ini sebagai simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan kesenjangan sosial di era yang ditandai dengan polarisasi politik serta krisis lingkungan hidup. Dengan frustrasi atas permasalahan yang terjadi di setiap sisi dunia, ada banyak pendapat dan ketegangan yang perlu dicurahkan; punk menjadi alat komunikasi yang menjembatani seni dan ekspresi frustrasi.
Penekanan punk pada inklusivitas dan keberagaman juga membuka jalan bagi berbagai subkultur dan scene, termasuk punk feminis, queercore, dan anarcho-punk. Gerakan-gerakan ini memperluas batas-batas punk dan mengatasi isu-isu gender, seksualitas, serta keadilan sosial.
ADVERTISEMENT
Dari awal kemunculannya di garasi dan klub di New York serta London hingga evolusinya menjadi fenomena global, punk telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam musik dan masyarakat. Hal ini tetap menjadi pengingat yang kuat bahwa musik dapat menjadi kekuatan untuk perubahan, suara bagi kelompok yang terpinggirkan, dan perayaan individualitas.