Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Peran Pembelajaran Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing (BIPA) Tingkat Kuliah
12 Desember 2022 18:56 WIB
Tulisan dari Hafshah Shalihat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bahasa Indonesia mempunyai ruang lingkup luas, pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bentuk pembelajaran bagi penutur asing dikenal dengan BIPA (Bahasa Indonesia bagi penutur Asing). Dari tahun ke tahun pemerintah gencar mempromosikan bahasa Indonesia di kancah Internasional dengan cara memberikan beasiswa bagi warga negara asing,agar mereka bisa belajar bahasa dan budaya Indonesia.
ADVERTISEMENT
Di dalam pembelajaran BIPA para mahasiswa atau mahasiswi asing pasti memiliki kesulitan-kesulitan untuk memahami budaya Indonesia. Dengan adanya diplomasi pendekatan budaya setempat, terkadang menjadi jurus ampuh untuk mendekatkan diri kepada mahasiswa-mahasiswi asing. Budaya dan Bahasa Asing didefinisikan sebagai pola perilaku sosial dilakukan secara bersama-sama oleh sekelompok orang dalam konteks bersama. Nilai terdapat di masyarakat dalam budaya tersebut dibentuk dan diperlakukan bersama nilai-nilai memengaruhi tindakan dan cara pandang masyarakat untuk belajar bahasa asing dengan efektif, budaya bahasa target harus dipelajari. Hal ini didukung bahwa budaya adalah salah satu aspek menonjol dari sebuah bahasa digunakan untuk menyampaikan makna, tetapi sebuah makna ditentukan oleh budaya.
Budaya adalah cara seseorang hidup disepakati, dibuat dan dilakukan oleh suatu masyarakat merupakan budaya termasuk adat-istiadat, kepercayaan, kebiasaan, cara pandang, Sehingga budaya tidak dapat dipisahkan dari hidup seseorang. Sebuah penelitian berjudul The Importance of Teaching Culture in Second Language Learning menyimpulkan bahwa budaya dan bahasa saling terikat kuat dan sama pentingnya dengan keterampilan komunikasi. Selain itu, mengajarkan budaya saat mengajarkan bahasa mempunyai efek positif dalam meningkatkan kesadaran perbedaan budaya. Oleh karena itu penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh para antropolog, sosiolog, dan ahli budaya lainnya harus dipelajari atau diketahui oleh pengajar bahasa asing. Gardner dan Lambert (1972) menyatakan bahwa ada dua jenis motivasi yang sangat memengaruhi seseorang dalam belajar bahasa asing, yaitu motivasi instrumental dan integrative. Motivasi instrumental adalah motivasi yang dimiliki untuk tujuan pragmatis seperti melanjutkan sekolah atau jalan-jalan. Sedangkan motivasi integratif, motivasi yang dimiliki untuk mengagumi budaya target, ingin diterima masyarakat penutur bahasa target, bahkan dianggap sebagai masyarakat dari penutur bahasa target tersebut. Pengajaran bahasa dengan melibatkan aktivitas budaya seperti menyanyi, menari, drama, serta melakukan riset pada negara target masyarakatnya membuat mahasiswa atau mahasiswi mempunyai tingkat ketertarikan, penasaran dan motivasi yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Seorang guru bahasa sebagai mediator profesional antara bahasa asing dan budaya. Budaya dan bahasa sebaiknya diajarkan dengan cara yang menarik. Oleh karena itu, seorang guru profesional dituntut untuk menampilkan keahliannya menyampaiakan pelajaran secara efektif dan efesien. Untuk itu, pengajar bahasa asing tidak hanya mempunyai pengetahuan budaya, tetapi juga memiliki kriteria pengajar bahasa, menguasai metode strategi,teknik mengajar,bahan dan media ajar, kegiatan kelas, jenis dan prosedur penilaian, dan pengelolaan kelas. dalam Metode Pengajaran BIPA dan prisip-prinsip pengajaran bahasa juga harus dikuasai, seperti bahasa adalah kebiasaan,mengajarkan bagaimana berbahasa bukan apa yang dimaksud dengan bahasa, bahasa adalah apa yang dikatakan atau digunakan penutur jati, dan karakteristik setiap bahasa berbeda. Teori dasar pengajaran bahasa asing biasanya menggunakan teori behavioristik, teori kognitif, dan teori konstruktivisme. Namun, setiap teori mempunyai kekuatan dan kelemahan sendiri-sendiri. Pembelajaran paling baik adalah melibatkan pelajar aktif dalam proses belajar. Selain itu, pengajar bahasa hendaknya menyiapkan bahan materi bermakna, dapat memotivasi murid dalam belajar, dan melibatkan seluruh mahasiwa atau mahasiswi.
ADVERTISEMENT
Pembelajaran BIPA tentunya tidak hanya dialami pengajar,tetapi dialami oleh mahasiswa atau mahasiswi asing sebagai peserta didik. Terdapat berbagai survei melalui google form kepada pengajar dan mahasiwa atau masiswi dapat di jelaskan kendala-kendala dalam memahami budaya dan pembelajaran BIPA tersebut:
1. Saat proses Pembelajaran bahasa Indonesia
Bagi penutur asing ketika adanya perbedaan sistem lambang bunyi penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua bagi mahasiswa atau mahasiswi penutur bahasa asing pun tak lepas dari kesalahan. Kesalahan berbahasa terjadi ketika adanya banyak hal, misal-nya pengaruh bahasa ibu, kekurang pahaman pe-makai bahasa terhadap bahasa dipakainya dan pengajaran bahasa kurang sempurna. Kondisi di lapangan sebagian besar mahasiswa atau mahasiswi asing berbahasa melayu, sehingga dalam pembelajaran bahasa Indonesia sering terjadi ketidak tepatan pemilihan kata dalam berkomunikasi. Dalam pembelajaran program BIPA kesalahan yang sering terjadi pada mahasiswa penutur bahasa asing di setiap kampus yang mengadakan program BIPA hampir semua dwibahasawan. Terjadinya kontak bahasa disebabkan adanya ke-dwibahasaan atau keanekabahasaan. Kesalahan berbahasa seorang dwibahasawan bisa terjadi di semua aspek keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, baik dari segi linguistik, seperti fonologi, morfologi, serta sintaksis, mau-pun dari segi nonlinguistik, yaitu makna dan isi tuturan bahasa tersebut.
ADVERTISEMENT
2. Penggunaan Dwibahasa oleh Orang Indonesia
Indonesia merupakan negara majemuk dengan beragam suku. Setiap daerah pun memiliki bahasa dengan ciri khas masing-masing. Tidak terkecuali mahasiswa atau mahasiswi khususnya di lingkungan UIN Raden Mas Said Surakarta. Penggunaan dwibahasa baik oleh masyarakat maupun mahasiswa atau mahasiswi di daerah Surakarta, yakni meliputi bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Hal inilah sering ditemui oleh mahasiswa atau mahasiswi BIPA, mereka juga di hadapkan bahwa dalam proses memahami budaya Indonesia khususnya budaya Jawa, secara tidak langsung mahasiwa atau mahasiswi asing harus memahami terlebih dahulu bahasa tersebut sebelum mereka mempelajari satu budaya.
Kedwibahasaan berkenaan dengan penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Konsep umum kedwibahasaan adalah digunakannya dua buah bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian telah menimbulkan sejumlah masalah. Hal itu pula yang dirasakan oleh mahasiswa asing selama belajar bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil wawancara dengan mahasiwa asing tersebut, mereka sering mengamati obrolan mahasiswa di lingkungan kampus, di kantin, maupun di tempat kos. Namun, mereka mengatakan bahwa ada beberapa kosakata yang tidak mereka pahami dari apa yang mereka dengar dari percakapan tersebut dan ketika mahasiswa asing mencoba mengentri kosakata tersebut dalam KBBI tidak ditemukan maknanya. Hal itu terjadi karena sebagian besar mahasiswa atau mahasiswi UIN Raden Mas Said Surakarta masih menggunakan bahasa Jawa ketika berinteraksi dalam situasi nonformal.
ADVERTISEMENT
3. Tempo Bicara di Lingkup Masyarakat
Salah satu cara mahasiswa atau mahasiswi untuk memahami budaya yang ada di negeri ini adalah dengan mempelajari bahasa Indonesia baik secara lisan maupun tulisan. Penjelasan atau percakapan mengenai budaya Indonesia sering mereka dengarkan baik dari pengajar maupun dari mahasiswa Indonesia. Namun, mahasiswa asing tidak mudah dalam menyerap makna mitra tuturnya, yakni orang Indonesia. Hal ini sesuai dengan pendapat Stringer dan Cassiday (2009:6) menjelaskan bahwa pembicara bahasa kedua bisa memakan waktu lebih lama untuk dapat menemukan kata yang ingin mereka komunikasikan serta mungkin terbatas pada kata tersedia untuk mereka.
4. Keterbatasan Pengetahuan Pengajar tentang Kebudayaan
Pengajar BIPA dituntut tidak hanya mumpuni dalam hal kebahasaan, tetapi mereka juga harus mampu memahami tentang kebudayaan Indonesia. Namun, hal inilah menjadi momok dalam pembelajaran BIPA. Pengetahuan pengajar BIPA yang dangkal mengenai aspek budaya menjadi tantangan bagi para pengajar BIPA. Pengajar BIPA pada umumnya dosen Bahasa Indonesia dan juga dosen Bahasa Inggris sehingga pengetahuan mereka tentang budaya masih secara umum. Hal itu mengakibatkan terbatasnya aspek budaya yang bisa mereka ajarkan kepada para mahasiswa asing. Dari hasil wawancara diperoleh data bahwa aspek budaya diajarkan oleh pengajar menyesuaikan dengan materi ajar dan juga pengetahuan pengajar tentang budaya. Jika harus menjelaskan tentang budaya secara detail, para pengajar belum mampu sehingga mereka menyampaikan aspek budaya secara umum. Dari berbagai masalah dijelaskan proses pembelajaran BIPA bagi mahasiswa atau mahasiswa asing sangat sulit dalam memahami bahasa Indonesia disebabkan karena adanya keberagaman bahasa yang cukup banyak, seperti yang terjadi di UIN Raden Mas Said Surakarta memiliki ragam bahasa seperti bahasa Jawa atau bahas daerah lainnya pada saat di luar jam kuliah,dalam kondisi nonformal penggunaan bahasa Indonesia sepertinya jarang sekali digunakan, hal ini membuat mahasiswa atau mahasiswa BIPA kesulitan memahami bahasa Indonesia, Serta budaya yang sangat beragam membuat mahasiswa atau mahasiswi BIPA menjadi Sulit untuk mengucapkan bahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT