Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Bisnis, Sunah Rasul yang Terabaikan!
16 Juli 2023 9:39 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Shamsi Ali tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sunah itu artinya jalan hidup. Mengikuti sunah berarti mengikuti jalan hidup. Dengan demikian mengikuti sunah Rasulullah artinya mengikuti kepada jalan hidup Rasulullah SAW. Kata “mengikuti” menjadi penting karena esensi sunah ada pada kata “ittiba’l” (mengikuti).
ADVERTISEMENT
Sebagaimana difirmankan Allah SWT: “katakan jika kalian cinta Allah maka ikuti aku (Muhammad). Niscaya Allah akan cinta padamu dan mengampuni dosa-dosa kalian” (Al-Imran).
Tentu jika berbicara tentang “kepengikutan” (ittiba’) kepada jalan hidup Rasul pastinya dimaksudkan mencakup segala aspek kehidupan. Baik pada tataran batin (Iman dan akidah), akal (pemikiran), maupun pada tataran jasadi (fisikal material). Juga pada tataran fardi (individu) dan jama’i (kolektif) kehidupan.
Dengan pemahaman sunah yang menyeluruh (syamil) seperti ini kita terpaksa disadarkan bahwa betapa banyak sunah-sunah yang masih terabaikan dalam hidup kita. Dan semua ini seringkali tanpa disadari bahkan menjadi hal biasa. Walau kenyataannya konsekuensi dari pengabaian sunah ini sangat menyentuh kehidupan nyata umat.
Dagang (tijarah) itu sunah.
Dalam beberapa kali saya diberikan kesempatan bersilaturahmi dengan Bapak Jusuf Kalla, beliau selalu mengingatkan bahwa betapa umat ini berada pada situasi yang menyedihkan. Salah satu contoh yang beliau selalu sampaikan adalah bahwa dari 10 orang terkaya di Indonesia hanya 1 orang Islam-nya. Dari 100 orang kaya Indonesia hanya 10 atau 15 yang beragama Islam. Padahal 85 persen penduduk Indonesia beragama Islam.
ADVERTISEMENT
Beliau lebih lanjut mengingatkan bahwa jika saja kita kembali kepada sejarah Rasulullah sesungguhnya Rasulullah itu berdagang sejak umur 13 tahun hingga 40 tahun. Sementara beliau diangkat menjadi nabi dan Rasul di saat berumur 40 tahun dan meninggal dunia di saat berumur 63 tahun. Artinya, kata pak JK, beliau itu lebih lama menjadi pedagang dibanding menjadi Rasul.
Tentu Pak JK bukan memandang bisnis lebih penting dari kerasulan. Yang ingin beliau tekankan betapa bisnis atau dagang menjadi sesuatu yang penting dalam tatanan jalan hidup atau sunah Rasulullah SAW. Dan karenanya ketika umat tidak peduli dengan dagang sejatinya juga merupakan ketidakpedulian dengan sunah Rasulullah SAW.
Baru-baru ini di pertemuan tahunan ISMI (Ikatan Saudagar Muslim Indonesia) di Makassar Pak JK dengan penuh semangat kembali menegaskan pentingnya bagi umat untuk mengambil partisipasi dalam dunia bisnis. Bahkan beliau mengingatkan bahwa konsep Syariah dan halal dalam berbisnis tidak harus dimaknai membatasi diri dalam muamalat. Selamat praktik bisnis itu tidak melanggar prinsip-prinsip dasar atau sesuatu yang jelas dilarang maka boleh saja.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini beliau mengutip sebuah ushul Fiqh yang menggariskan bahwa dalam urusan muamalat itu sebuah boleh dilakukan hingga didapati ada pelarangan. Sebaliknya ibadah-ibadah mahdhoh itu semua tidak boleh hingga ada perintahnya baik dari Al Quran maupun sunah Rasulullah SAW.
Kunjungan saya ke Indonesia kali ini bernilai tambah karena saya diundang dan sempat menghadiri acara MIHRAB (Makassar International Halal Trade and Business) yang diadakan oleh ISMI (Ikatan Sadagar Muslim Indonesia). Saya menyikapi acara itu dengan bahagia dan rasa bangga. Karena saya yakin perhelatan itu adalah salah satu penambah semangat untuk bangkitnya umat ini secara ekonomi.
Lebih dari itu, bagi saya pribadi, konsep halal dan Syariah atau Islamic, apalagi dikaitkan dengan bisnis menjadi sangat penting. Bukan saja pada urgensi bisnis dan profit materialnya. Tapi bagi kami yang hidup di tengah jantung kapitalisme dunia, konsep halal dan Syariah adalah bagian dari objek dakwah yang sangat mendasar. Kedua kata ini; halal dan Syariah masih sering disalahpahami bahkan ditakuti.
ADVERTISEMENT
Selain itu saya berpandangan bahwa untuk umat ini menemukan izzah (kemuliaan) dan dimuliakan (dihormati) diperlukan basis kemuliaan dan penghormatan itu. Dan dalam dunia yang menjadikan materi sebagai ukuran (materialisme) kekuatan perekonomian menjadi esensial dalam mewujudkan kemuliaan (izzah) keumatan itu.
Pada akhirnya yang ingin saya tekankan adalah bahwa betapa masanya bagi umat ini untuk bangkit membangun kesadaran komitmen terhadap salah satu sunah Rasulullah. Yaitu “sunnah at-tijarah“ atau sunah dalam bisnis atau perdagangan. Konsekuensi kegagalan umat dalam membangun kekuatan ekonomi berimbas kepada semua lini kehidupannya. Umat termarjinalkan secara politik, pendidikan bahkan militer karena Umat lemah dalam perekonomian.
Ingat, bisnis adalah sunah Rasul yang telah lama terabaikan. Mari kita hidupkan kembali!