Konten dari Pengguna

Catatan dari Tokyo Film Festival 2023

Shandy Gasella
Penikmat dan pengamat film - Aktif meliput kegiatan perfilman di Jakarta dan sejumlah festival film internasional sejak 2012
31 Oktober 2023 20:58 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shandy Gasella tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Wim Wenders dan para pemain film 'Perfect Days' pada upacar pembukaan TIFF 2023 | Dok. TIFF 2023
zoom-in-whitePerbesar
Wim Wenders dan para pemain film 'Perfect Days' pada upacar pembukaan TIFF 2023 | Dok. TIFF 2023
ADVERTISEMENT
Pada hari pembukaan Tokyo International Film Festival (TIFF) 2023, yakni tanggal 23 Oktober 2023, tepat pada jam 10.00 pagi, semilir angin musim gugur tak menggoyahkan para jurnalis dari berbagai belahan dunia untuk mengular, mengantre, untuk memasuki pintu theater TOHO Cinema yang terletak di lantai 4 Mall Tokyo Midtown Hibiya.
ADVERTISEMENT
Para jurnalis diberikan kesempatan untuk menonton terlebih dahulu film pembuka, yaitu film Perfect Days karya sutradara asal Jerman Wim Wenders yang juga didaulat menjadi Presiden Juri TIFF tahun ini.
Saya berkesempatan untuk dapat kembali mengunjungi festival film, yang menurut saya merupakan salah satu yang terkeren di Asia ini. Dan inilah sekelumit catatan dari saya.
“Beberapa waktu lalu, saya bermimpi. Saya bermimpi membuat film di Jepang. Saya bermimpi akan membuatnya bersama Koji Yakusho sebagai peran utama. Saya bermimpi akan ada Min Tanaka juga. Saya bermimpi bahwa filmnya akan diproduseri Koji Yanai,” begitu Sutradara asal Jerman, Wim Wenders, berpidato pada upacara pembukaan Tokyo International Film Festival (TIFF) 2023 pada Senin malam lalu (23/10/2023) di Theater Tokyo Takarazuka.
ADVERTISEMENT
“Saya bermimpi akan membawa film ini ke Festival Film Cannes dan memenangkan Piala Aktor Terbaik. Saya tidak berani bermimpi bahwa filmnya kemudian menjadi perwakilan Jepang ke ajang Oscar. Tapi saya bermimpi bahwa ‘Perfect Days’ akan menjadi film pembuka Tokyo International Film Festival. Dan kemudian, saya bangun. Dan di sinilah kalian berada!” lanjutnya.
Theater yang nampaknya dibangun dengan gaya arsitektur bioskop megah zaman dahulu, lengkap dengan kursi-kursi balkon, dan stage yang luas di depan layar perak yang membuat theater ini multiguna, dapat digunakan sebagai panggung musikal juga sebagai gedung bioskop.
Kehadiran Wim Wenders di festival film, salah satu yang terbesar di Asia ini, bukan hanya memenuhi undangan sebagai sutradara 'Perfect Days', tetapi juga sebagai ketua juri kompetisi.
ADVERTISEMENT
"Selamat malam, kami bapak-bapak dan ibu-ibu juri akan menonton 15 film dalam seksi kompetisi dengan hati dan pikiran terbuka, serta akan mengambil keputusan yang cerdas. Dan kami berjanji untuk bertengkar hanya setelah upacara penutupan,” candanya.
Gelak tawa penuh apresiasi dari ratusan atau mungkin mendekati seribu hadirin pun membahana ketika Wim Wenders menutup pidatonya dengan selipan guyon.
Pada upacara pembukaan juga diumumkan bahwa sutradara asal Indonesia Mouly Surya tahun ini oleh TIFF digelari Kurosawa Akira Award. Penghargaan ini dihidupkan kembali tahun lalu setelah 14 tahun absen, demi menghormati warisan dan pengaruh berkelanjutan sang auteur asal jepang legendaris tersebut.
Kurosawa Akira Award dipersembahkan kepada para pembuat film yang telah membuat gebrakan di dunia perfilman dan diharapkan dapat membantu membentuk masa depan industri film. Tahun lalu, sutradara ternama Alejandro González Iñárritu dan FUKADA Koji menerima penghargaan tersebut.
ADVERTISEMENT
Bagi para tamu undangan, kritikus, pembuat film, atau penikmat film, menyaksikan langsung kehadiran sosok seperti Wim Wenders, Zhang Yimou yang juga sempat hadir pada acara pembukaan untuk menerima Lifetime Achievement Award, mungkin ibarat fans bola ketemu Ronaldo, atau fans MotoGP ketemu Valentino Rossi. Pertemuan itu menjadi sakral, dan magis. Pembuat film, dalam hal ini sutradara, adalah bintangnya dalam gelaran film festival, maka lampu sorot tertuju pada mereka.
TIFF tahun ini, berlangsung dari tanggal 23 Oktober – 1 November di lokasi baru. Ini keduanya kalinya TIFF digelar di kawasan Hibiya-Yurakucho-Marunouchi-Ginza di Tokyo, setelah tahun-tahun sebelumnya, sebelum Covid melanda, acap kali dilangsungkan di kawasan Roppongi, Tokyo.
Venue utama untuk pemutaran film ialah TOHO Cinema Hibiya yang berlokasi di Mall Tokyo Midtown Hibiya, dan satu lagi di Cine Switch Ginza, sebuah bangunan bioskop stand alone yang mungil, juga lokasinya yang nyempil, mengingatkan saya pada Theater Olympia di Cannes.
ADVERTISEMENT
Gelaran selama hampir dua minggu ini memutar 219 film, sesi tanya jawab, simposium, masterclass, sesi bincang-bincang TIFF Lounge (salah satunya dihadiri sutradara Indonesia Mouly Surya), dan beragam acara lainnya. Sebanyak 15 Piala diperebutkan untuk Grand Prix Tokyo di Kompetisi Internasional, yang seleksinya diambil dari 1.942 peserta dari 114 negara, sungguh angka yang fantastis.
Venue boleh berubah, tapi ada yang tak berubah dari TIFF, yaitu keramahan penyelenggara festival kepada setiap tamu, bahkan kepada awak media dan termasuk kritikus film yang diundang. Hampir seluruh staf dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris, dan selalu sigap memberikan bantuan.
Selama berpuluh-puluh tahun TIFF selalu digelar di penghujung Oktober hingga awal November dengan udara dingin musim gugur. Udara yang nyaman, terlebih bagi kita yang hidup di negara tropis, dan Jakarta sedang panas-panasnya belakangan ini, membuat TIFF, sejak kali pertama saya datangi di tahun 2015, menjadi festival film yang paling saya sukai dan yang paling dapat saya nikmati dengan penuh kesenangan di seluruh dunia!
ADVERTISEMENT
Bagaimana saya tak menyukainya? Tiga hal yang paling saya sukai di dunia ini, film, sushi, dan ramen, ada di sini! Ini festival film paling sempurna! Setidaknya bagi saya.
Saya mengulas sejumlah film yang sempat saya tonton di TIFF 2023 pada artikel lanjutan setelah ini. Nantikan ya!