Ford v Ferrari: Sinema yang Sesungguhnya

Shandy Gasella
Penikmat dan pengamat film - Aktif meliput kegiatan perfilman di Jakarta dan sejumlah festival film internasional sejak 2012
Konten dari Pengguna
19 November 2019 16:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shandy Gasella tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
★ ★ ★ ★ ★ | Shandy Gasella
Cuplikan adegan film 'Ford v Ferrari' Foto: IMDb
Persis ketika Caroll Shelby (Matt Damon, ‘Jason Bourne’, ‘The Martian’) mesti pensiun dari dunia balap mobil lantaran divonis berpenyakit jantung, Lee Iacocca (Jon Bernthal, ‘The Peanut Butter Falcon, ‘The Accountant’), seorang bos pemasaran di Ford Motor Company, memberi usul kepada bos gedenya yakni Henry Ford II (Tracy Letts, ‘Lady Bird’, ‘The Big Short’), agar perusahaan mereka membangun image baru sebagai pembuat mobil sport. Lee mencetuskan ide agar Ford ikut balapan di Le Mans 1966 melawan Ferrari yang telah enam kali juara berturut-turut, dan Shelby ditunjuk sebagai perancang mobil balap mereka.
ADVERTISEMENT
James Mangold (‘Logan’, ‘Walk the Line’) menyutradarai film biografi bertaburan bintang Hollywood ini, tentang persaingan dua petinggi perusahaan mobil besar kelas dunia, yakni Enzo Ferrari (Remo Girone, ‘Live by Night’, ‘Mothers’) yang mahir membuat mobil balap buatan tangan dan mendominasi di ajang balapan mobil khususnya Le Mans.
Satu lagi, Henry Ford II, bos besar perusahaan mobil Amerika yang semula hanya berjualan mobil “biasa” bagi kalangan biasa yang memakainya untuk keperluan transportasi sehari-hari. Baru kemudian dia bertekad untuk mengalahkan Ferrari, didukung uang tak berseri dan tim engineer veteran Nascar terbaik yang dimiliki Amerika.
Cuplikan adegan film 'Ford v Ferrari'. Foto: IMDb
Persaingan tersebut menjadi latar kisah dari dua tokoh utama film ini, sang desainer mobil Carroll Shelby dan sang pembalap hebat namun urakan bernama Ken Miles (Christian Bale, ‘The Dark Knight’, ‘The Fighter’). Miles tak hanya jago memacu mobil, tetapi dia dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan dari mobil yang dikendarainya seperti seorang dokter memeriksa pasiennya.
ADVERTISEMENT
James Mangold dan tim penulis skenario, Jez Butterworth (‘Edge of Tomorrow’, ‘Black Mass’), John-henry Butterworth (‘Get on Up’, ‘Edge of Tomorrow’), dan Jason Keller (‘Escape Plan’, ‘Machine Gun Preacher’) memberi treatment cerita berbeda kepada kedua tokoh utama kita.
Cerita Carroll Shelby lebih mengarah pada intrik politik dan polemik dirinya ketika mesti berkompromi atau justru melawan para petinggi Ford yang tak sepenuhnya mendukungnya dalam merancang mobil balap sesuai kehendaknya. Shelby dikisahkan bak politikus ulung yang mampu membaca situasi dan selalu memiliki jalan keluar yang jitu.
Sementara itu, kisah Ken Miles lebih tentang figur seorang bapak/suami dengan kehidupan rumah tangga yang bahagia. Perangai keras dan bakat balapan yang luar biasa menjadi satu-satunya alasan yang menjadi concern para petinggi Ford, mereka emoh bila Miles dapat merusak citra perusahaan mereka yang classy dan penuh martabat itu. Shelby ketiban tanggung jawab yang berat ketika mesti berkompromi dengan para petinggi Ford dan Miles yang saling berpunggungan.
ADVERTISEMENT
‘Ford v Ferrari’ adalah tentang persahabatan yang mendalam antara Shelby dan Miles. Shelby yang lebih berpikiran bisnis dan cenderung tidak seidealis Miles sering frustrasi manakala Miles memberontak atau menyuarakan pendapatnya yang terlontar begitu saja tanpa disaring terlebih dahulu. Misalnya seperti pada kali pertama Miles bertemu dengan Leo Beebe (Josh Lucas, ‘Sweet Home Alabama’, ‘A Beautiful Mind’), seorang tangan kanan Henry Ford II di acara peluncuran Mustang Ford, Miles mencibir mobil tersebut, menyebutnya sebagai mobil payah yang kemahalan, langsung di depan Leo. Dan sejak itu Leo mendendam kepadanya. Seringkali Shelby kewalahan ketika mesti mengendalikan Miles, dan pada saat yang bersamaan ia mesti tampil sebagai supporternya yang paling loyal.
Para aktor film ini, termasuk para pemeran pendukung, berhasil mendefinisikan sepenuhnya karakter mereka. Matt Damon mampu menghidupkan sosok Shelby, seorang mantan pembalap yang kemudian kehilangan nyalinya, dengan pembawaan Damon yang tenang, cerdas, dan penuh wibawa, karakternya pas sebagai citra seorang mentor sekaligus sahabat bagi Miles yang sulit diatur.
ADVERTISEMENT
Sementara itu Christian Bale kebagian peran yang paling kompleks bin ajaib sebagai Ken Miles. Ia punya isteri cantik nan baik hati yang sangat ia cintai dan mencintainya balik, yakni Mollie Miles (diperankan dengan amat mencuri perhatian oleh Caitriona Balfe). Dan seorang anak cowok yang juga sangat ia sayangi bernama Peter (Noah Jupe, ‘A Quite Place’, ‘Honey Boy’). Kehidupan rumah tangganya berjalan manis nan harmonis. Tetapi dalam perkara balapan mobil, Miles tak pernah berkompromi. Bale menurunkan berat badannya hingga 35 Kg demi terlihat mirip dengan sosok asli yang ia perankan, ditambah kemampuan aktingnya yang tak terbantahkan, lihatlah adegan di pengujung film saat ia di balik kemudi menjelang garis finish Le Mans dan sedang menentukan keputusannya, emosi yang ia tunjukkan lewat gestur, air muka dan caranya tertawa, hanya aktor sehebat dirinya yang mampu melakukannya.
Poster film 'Ford v Ferrari'. Foto: IMDb
Sebagai film yang mengetengahkan balapan mobil, mau tak mau saya membandingkannya dengan film ‘Rush’ (Ron Howard, 2013) sebagai standar film action balapan yang mumpuni. Film seri ‘Fast and Furious’ tak saya anggap ya, lantaran penggambaran adegan balapan di film itu jauh dari kenyataan. Sutradara film ini berhasil menghadirkan babak penutup, yakni balapan di Le Mans 1966, menyajikannya dengan penuh kegemparan dan harap-harap cemas, tak ubahnya menyaksikan balapan mobil suguhan. Dan tata suara film ini sungguh menjura, jantung kita ikut dipacu ketika suara mesin mobil-mobil balap itu menderu dan suara ban berdecit kencang melahap aspal. Selain itu, tata kamera dan editing berkolaborasi dengan padu, menjadikan durasi dua setengah jam tak terasa selama itu.
ADVERTISEMENT
‘Ford v Ferrari’, meminjam istilah yang dipopulerkan Martin Scorsese belakangan ini, adalah sebuah sinema yang sesungguhnya. Ini karya terbaik Mangold dengan pencapaian artistik di hampir semua lini, dan terutama film ini menghibur — dan sebaik-baiknya film adalah yang dapat menghibur tanpa perlu kehilangan nilai-nilai seninya.