'Ghost Writer' Buktikan Bene Dion Rajagukguk Semakin Mumpuni

Shandy Gasella
Penikmat dan pengamat film - Aktif meliput kegiatan perfilman di Jakarta dan sejumlah festival film internasional sejak 2012
Konten dari Pengguna
11 Juni 2019 14:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shandy Gasella tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Konferensi pers Film 'Ghost Writer'. Foto: Alexander Vito/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers Film 'Ghost Writer'. Foto: Alexander Vito/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
★★★★☆ | Shandy Gasella
Ulasan ini mengandung banyak bocoran cerita (spoiler).
ADVERTISEMENT
Pada satu titik, saya mempercayai bahwa Ghost Writer, karya debut penyutradaraan Bene Dion Rajagukguk ini, terpengaruh atau terinspirasi dari Hello Ghost, film Korea arahan Kim Young-tak yang edar di tahun 2010.
Karakter utama dalam Hello Ghost, seorang cowok yang diperankan Cha Tae-hyun (My Sassy Girl), dikisahkan mengalami depresi berat hingga terus menerus berusaha mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
Pada satu kesempatan, aksi bunuh dirinya yang gagal--jantungnya sempat berhenti berdegup, lantas secara resmi ia dianggap mati, hingga tiba-tiba sejurus kemudian ia hidup kembali, dan seketika bisa melihat hantu atau arwah gentayangan. Hantu yang bisa ia lihat bukanlah sembarang hantu, di penghujung film baru kita ketahui bahwa ada hubungan istimewa di antara mereka.
ADVERTISEMENT
Dalam Ghost Writer, Ge Pamungkas (Aisyah: Biarkan Kami Bersaudara, Negeri Van Oranje) berperan sebagai Galih, tapi tak seperti tokoh utama Hello Ghost, Galih di film ini tewas akibat gantung diri dan menjadi arwah penasaran. Mengapa ia bunuh diri, hidup seperti apa yang ia lalui, untungnya ia tuliskan dalam sebuah buku harian. Lewat buku harian yang ia tinggalkan itulah kita mengenal masa lalunya juga beberapa orang yang dekat dengannya.
Di penghujung film baru kita ketahui secara utuh dan jelas mengapa Galih mengakhiri hidupnya dan bagaimana orang-orang terdekatnya terpengaruh karenanya.
Sebagai penulis skenario (berbagi kredit bersama Nonny Boenawan) sekaligus sebagai sutradara, Bene tidak pek ketiplek, hanya mengambil konsep Hello Ghost (itu pun bila benar dugaan saya bahwa karyanya ini terpengaruh film tersebut). Tetapi cerita yang ia suguhkan merupakan karya orisinal. Seingat saya belum ada cerita film, secara plot, dialog, pembabakan, dan sinematografi, yang seperti film ini.
ADVERTISEMENT
Naya (Tatjana Saphira, Sweet 20, Hit & Run), seorang penulis novel best seller, baru saja pindah dengan mengontrak sebuah rumah bersama adiknya, Darto (Endy Arfian, Pengabdi Setan, The Perfect House), anak SMP tingkat akhir. Setibanya mereka di rumah kontrakan tersebut, para tetangga terlihat ngeri sendiri, wajah mereka seolah menunjukkan kesan tersirat kepada kita, “Kok mau-maunya tinggal di rumah angker itu?”
Tetapi, Naya bukanlah cewek penakut. Sebagai anak tertua sekaligus kepala keluarga sepeninggal kedua orang tuanya, ia menjadi sosok yang kuat dan mandiri, termasuk dalam hal mengurus adiknya, Darto yang di lain sisi, amat penakut. Bersama sahabat karibnya, Billy (Moh Iqbal Sulaiman), keduanya menjadi karakter ngocol yang menggerakkan roda komedi berputar terus.
ADVERTISEMENT
Naya ceritanya sedang tak punya ide untuk menggarap buku baru, padahal uang tabungannya sisa sedikit. Belum lagi Darto sebentar lagi lulus SMP dan Naya menginginkan adiknya itu melanjutnya SMA di sekolah favorit.
Suatu ketika ia menemukan buku harian Galih, lantas ia ceritakan kepada Vino (Deva Mahenra, Jomblo, Bangkit!), pacarnya yang seorang aktor sinetron kelas bulu. Vino lah yang membujuk Naya untuk menuliskan kisah hidup Galih menjadi proyek barunya untuk diterbitkan.
Setiap kali Naya menyentuh buku harian Galih, rupanya hal itu dapat membuatnya bisa melihat dan berinteraksi dengan Galih. Lantas mereka terlibat negosiasi, Galih sepakat untuk menjadi ghost writer, meskipun secara harfiah Galih memanglah seorang ghost writer (hantu yang kebetulan pandai menulis).
ADVERTISEMENT
Dalam dunia kesusasteraan, ghost writer adalah istilah bagi penulis profesional yang jasanya dibayar untuk menulis sebuah karya, namun namanya sendiri tak dicantumkan sebagai penulis, melainkan si pemesan lah yang didaku sebagai penulisnya.
Lapis demi lapis kisah hidup Galih terkuak, kisahnya tragis tentang bagaimana secara tak sengaja ia menewaskan Bening (Asmara Abigail, Pengabdi Setan, Love for Sale), adik kandungnya sendiri. Galih tak kuasa menyesali dan menyalahkan dirinya sendiri, senantiasa mengurung diri di dalam kamar sambil meratapi nasib. Lalu orang tuanya pun terpukul keras dan nampak menyalahkan Galih atas tewasnya Bening. Dalam kondisi yang paling terpuruk itulah Galih kemudian mengakhiri hidupnya.
Namun, tak semua yang Galih tuliskan lewat buku hariannya itu sesuai dengan kenyataan. Kenyataan inilah yang nantinya kita sama-sama cari tahu seiring film berjalan.
ADVERTISEMENT
Saya amat mengapresiasi betapa baik dan cermatnya skenario film ini ditulis oleh Bene dan Nonny. Segala hal yang terjadi dalam film ini memiliki alasan dan motivasi yang jelas. Mengapa Galih bersedia menjadi ghost writer dan menceritakan kisah hidupnya untuk kemudian diterbitkan, dan mengapa Bening, adiknya yang juga menjadi hantu, justru berusaha keras agar usaha Naya dan Galih menerbitkan buku tersebut digagalkan, keduanya memiliki alasan yang kuat.
Alasan yang hanya dipahami oleh si pemilik alasan tersebut, tetapi ketika mereka saling membuka diri barulah mereka menyadari bahwa tak segala hal seperti apa yang mereka duga.
Lalu mengapa Naya mau mengontrak di rumah yang angker itu, padahal pacarnya artis sinetron yang lumayan tajir. Di film horor sudah pakemnya bahwa karakter utama itu menempati sebuah rumah angker tanpa perlu dijelas-jelaskan mengapa, walaupun ketika dijelaskan seringkali malah tak masuk akal.
ADVERTISEMENT
Pembuat film ini secara sadar menjelaskan mengapa Naya tak mau dibantu Vino, bahkan lewat beberapa dialog, Darto mengejek keputusan kakaknya itu yang dianggapnya sebagai sebentuk sikap gengsian.
Didaku sebagai komedi horor, nuansa horor film ini tentu tak tampil maksimal layaknya horor pada umumnya yang memang dibuat untuk menakut-nakuti penonton. Horor dalam Ghost Writer dibuat justru bukan untuk menakut-nakuti, melainkan untuk ditertawakan.
Oiya, urusan komedi, pembuat film ini jeli betul membagi rata porsi komedi ke semua karakter yang ada, tanpa menjadikan mereka karakter yang bukan diri mereka. Paham maksud saya?
Misalnya, karakter Naya yang diperankan Tatjana yang kecenya minta ampun, sikapnya tenang, namun ketika diberi barisan-barisan dialog jenaka, kita tertawa karena dialognya, bukan karena tiba-tiba ia menjadi cewek pecicilan, heboh, bloon, dan lantas meruntuhkan wibawanya. Tatjana di sini jadi tampil lucu-lucu menggemaskan, tetapi juga mempesona, dan nyata.
ADVERTISEMENT
Begitu juga karakter lainnya, Darto misalnya, ia tampil seperti adik kita di rumah yang selalu kepengen tampil ngocol, tapi tanpa perlu berusaha keras untuk terlihat seperti Adul, Narji, Sule—pembuat film ini menegaskan bahwa tak perlu punya wajah jelek untuk bisa melawak.
Walaupun, orang-orang rupawan bila melawak, biasanya memang jatohnya lebih dekat ke “garing”—kadang-kadang komedi garing itu bisa lebih lucu dari komedi pasaran yang sering dipentaskan di panggung lawak itu.
Karakter Vino yang diperankan Deva Mahenra misalnya. Ia seperti representasi dari kebanyakan cowok yang selalu kepengen terlihat ngocol di hadapan pacarnya, padahal ia tak berbakat dalam hal melucu—tetapi pada akhirnya, usahanya itulah yang justru menimbulkan kesan lucu tersendiri. Rumit? Memang dibutuhkan kecerdasan tersendiri untuk memahami komedi.
ADVERTISEMENT
Ge Pamungkas lewat perannya sebagai sesosok hantu yang mukanya dipenuhi bedak tebal di film ini, menghadirkan kembali bakat aktingnya yang baik setelah kali terakhir ia tampil istimewa lewat Aisyah: Biarkan Kami Bersaudara. Pada satu adegan paling emosional di film yang diproduseri Ernest Prakasa ini, ia mampu menunjukkan jangkauan emosi layaknya aktor film drama kawakan.
Ketika image-nya yang terkenal sebagai komedian absen di adegan emosional itu, kerjanya sebagai aktor paripurna. Lain halnya kalau justru kita malah tertawa melihat usahanya untuk tampil serius, tetapi tidak, di adegan yang serius itu, Ge menjadi Galih, dan saya terbawa dengan segala emosinya.
Bene Dion Rajagukguk memulai kiprahnya di industri film tanah air sebagai aktor peran-peran kecil seperti lewat Ngenest (Ernest Prakasa, 2015), Comic 8 (Anggy Umbara, 2015), Susah Sinyal (Ernest Prakasa, 2017), dan beberapa judul lain.
ADVERTISEMENT
Tetapi, sumbangsihnya yang nyata adalah ketika ia menjadi penulis skenario untuk sejumlah film seperti Warkop DKI Reborn: Part 1 (Anggy Umbara, 2016), Stip & Pensil (Ardy Octaviand, 2017), Suzzanna: Bernapas dalam Kubur (Rocky Soraya, 2018), dan film ini.
Ia pernah khilaf ikutan menulis skenario film Rafathar besutan Bounty Umbara, tetap begitulah lika-liku kehidupan, semoga Bene makin menyadari bakatnya sebagai penulis dan sutradara tak ia sia-siakan lagi.
Ghost Writer adalah sebuah paket lengkap tontonan keluarga, terlebih dengan momen perilisannya, yakni di liburan lebaran.
Film ini tak hanya menyuguhkan cerita yang seru dengan bumbu komedi yang gurih, tetapi juga mengajak penontonnya untuk merenungi hidup barang sesaat, ada isu tentang kerelaan dalam memaafkan, isu keluarga—hubungan di antara mereka; orang tua dan anak, suami dengan istri, kakak dengan adik, dan terutama soal rekonsiliasi yang menjadi pesan kuat film ini, menjadikannya layak menjadi tontonan utama setiap keluarga, mumpung filmnya masih tayang.
ADVERTISEMENT
Saya percaya dan berharap Bene dapat konsisten menunjukkan bakatnya yang luar biasa sebagai penulis/sutradara seperti yang ia tunjukkan lewat Suzzanna: Bernapas dalam Kubur dan Ghost Writer ini. Bersama Ernest, ia menjadi salah seorang sineas pendatang baru yang mumpuni. Pertahankan ya!