Keluarga Cemara: Film Terbaik di Awal Tahun

Shandy Gasella
Penikmat dan pengamat film - Aktif meliput kegiatan perfilman di Jakarta dan sejumlah festival film internasional sejak 2012
Konten dari Pengguna
3 Januari 2019 16:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shandy Gasella tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Artis Keluarga Cemara (Foto: Munady Widjaja)
zoom-in-whitePerbesar
Artis Keluarga Cemara (Foto: Munady Widjaja)
ADVERTISEMENT
★★★★☆ | Shandy Gasella
Harta yang paling berharga adalah keluarga
ADVERTISEMENT
Istana yang paling indah adalah keluarga
Puisi yang paling bermakna adalah keluarga
Mutiara tiada tara adalah keluarga
Selamat pagi Emak
Selamat pagi Abah
Mentari hari ini berseri indah...
Dua bait lirik di atas merupakan penggalan dari lagu tema sinetron Keluarga Cemara yang sempat sangat populer di pertengahan 90-an. Penyanyinya adalah Novia Kolopaking, yang sekaligus berperan sebagai Emak dalam sinetron yang diciptakan oleh Arswendo Atmowiloto tersebut.
Bagi sebagian orang yang tumbuh di era itu, dan kebetulan suka nonton TV, seperti saya, Keluarga Cemara, disadari atau tidak, bisa jadi sedikit banyak memberi pengaruh dalam pembelajaran berkehidupan, setidaknya di lingkungan yang paling kecil.
Betapa tidak, setiap episode Keluarga Cemara yang disiarkan saban seminggu sekali itu senantiasa mengisahkan kehidupan sebuah keluarga dengan para anggotanya yang terdiri dari Abah (Adi Kurdi), Emak (Novia Kolopaking), Euis si anak tertua (Ceria HD), Cemara (Anisa Fujianti), dan Agil si bungsu (Pudji Lestari) dalam menghadapi persoalan hidup sehari-hari, dan bagaimana mereka mengatasinya dengan berpedoman pada cinta dan kasih sayang.
ADVERTISEMENT
Sulit membayangkan sinetron ini dapat digandrungi kembali bila tayang ulang pada prime time di era Cebong-Kampret seperti sekarang, lantaran Abah tak berpeci, Emak tak berhijab, sudah begitu tidak pergi naik haji pula! Apa yang layak diteladani jika demikian? Begitu kira-kira netizen yang budiman bakal berkomentar.
Yang pasti, sinetron Keluarga Cemara menandai sejarah. Setidaknya secara sosiologi, bahwa dahulu, kita pernah hidup di tengah masyarakat yang lebih mengedepankan rasa kasih, toleransi, dan gotong royong dalam berakhlak daripada hal-hal lainnya.
Satu setengah dekade berlalu sejak Keluarga Cemara kali terakhir nongol di layar kaca. Kini, Visinema Pictures, didukung Ideosource dan Kaskus, berupaya menghidupkan kembali semangat dan nilai luhur sinetron Keluarga Cemara ke dalam film layar lebar. Alhamdulillah, judulnya tidak ditambahi kata “Reborn”, Keluarga Cemara saja.
ADVERTISEMENT
Alkisah dalam iterasi kali ini, Abah (Ringgo Agus Rahman, Koki-koki Cilik, Satu Hari Nanti), Emak (Nirina Zubir, Get Married, Shy Shy Cat), Euis (Adhisty Zara JKT 48, Dilan 1990), dan Cemara (Widuri Puteri, 3 Dara 2) hidup sebagai keluarga urban dengan secuil permasalahan khasnya. Abah rajin bekerja, tetapi tak pernah punya cukup waktu untuk keluarga--tak pernah hadir ketika Euis ulang tahun dan pentas tari, Emak sibuk mengurus rumah tangga sendirian, Euis sedang puber dan caper, dan Cemara senantiasa bersikap manis sebab begitulah adanya anak bungsu kesayangan keluarga.
Artis Keluarga Cemara (Foto: Munady Widjaja)
zoom-in-whitePerbesar
Artis Keluarga Cemara (Foto: Munady Widjaja)
Dalam prolog yang tak sampai 10 menit, Abah mengalami kejatuhan akibat tertipu miliaran rupiah, mengakibatkan rumah mewahnya berikut harta bendanya mesti disita, dan ia kehilangan pekerjaan. Seketika itu, Abah memboyong istri dan kedua anaknya hijrah ke rumah sederhana peninggalan orang tuanya di sebuah desa di pinggiran Bogor (versi sinetron di Sukabumi). Dan babak baru kehidupan keluarganya pun dimulai.
ADVERTISEMENT
Tak mudah untuk menjaga keharmonisan dan keutuhan keluarga, terlebih bagi Abah dan keluarganya yang sebelumnya serba berkecukupan dan hidup nyaman di ibu kota. Akan tetapi, film ini, sama seperti sinetron pendahulunya, bukanlah berkisah soal nelangsanya menjadi sobat miskin. Terlepas dari miskin atau kaya, persoalan keluarga pada dasarnya cukup umum, yakni cara orang tua dalam mendidik dan membesarkan anak dan anak menghormati kedua orang tuanya, dengan cinta dan kasih sayang menjadi pengikatnya. Keutuhan keluarga amat bergantung padanya.
Ditulis oleh Gina S Noer (Posesif, Habibie & Ainun), dan Yandy Laurens--sekaligus debutnya sebagai sutradara--naskah skenario menangkap esensi dan roh dari sinetron Keluarga Cemara lantas memberinya konteks kekinian, dan konflik-konflik keluarga yang autentik. Seperti misalnya, Euis yang berat menerima kenyataan untuk tinggal di desa meninggalkan teman-teman gaulnya, mesti beradaptasi dengan lingkungan sekolah baru, menunjukkan rasa kesal dan marah pada Abahnya, sedangkan Abah sendiri mesti mencari cara untuk menghidupi keluarganya, dan di saat yang bersamaan mesti membangun dialog antaranggota keluarga agar keadaan tetap senantiasa terjaga baik.
ADVERTISEMENT
Pentingnya peranan kecakapan berkomunikasi menjadi gagasan besar yang ditawarkan film ini. Bahwa sosok Abah dan Emak memperlakukan kedua anaknya yang relatif masih anak-anak ini dengan tidak memperlakukan mereka sebagai anak-anak tok, tetapi sebagai individu yang memiliki kemandiriannya masing-masing. Lantas berupaya membangun dialog dari hati ke hati, menunjukkan bahwa pembuat film ini tahu betul--atau barangkali secara disadari atau tidak--adalah generasi produk penonton dari sinetron Keluarga Cemara, dan sekarang mereka sedang mengamalkan teladan itu kepada kita.
Seluruh jajaran pemain utama film ini tampil gemilang. Ringgo Agus Rahman yang telah bermain di lebih dari 30 judul film semakin matang dan menunjukkan potensi penuh kepiawaiannya dalam berseni peran. Dan seolah karakter Abah memang diciptakan untuk dirinya setelah Adi Kurdi. Apa yang telah ditunjukkannya sebagai Abah lewat karisma, gestur, air muka, dan caranya menyampaikan dialog memberi nyawa dan keautentikan hingga karakter yang dibawakannya tersebut terasa begitu nyata dan membumi. Membuat kita peduli akan nasib yang dialaminya.
ADVERTISEMENT
Nirina Zubir, walau porsi perannya tak sebanyak Ringgo, cukup dapat mengimbangi dan berhasil masuk ke dalam karakter Emak. Biasanya, ia sering mendapatkan peran sebagai cewek Betawi, seperti karakter Mae dari Get Married yang amat lekat dengan dirinya itu. Namun, di film ini, bayang-bayang Mae sepenuhnya hilang. Ia adalah Emak, meneruskan legasi Novia Kolopaking, Anneke Putri, dan Lia Waroka.
Adhisty Zara dan Widuri Puteri sebagai Euis dan Cemara tampil luar biasa, dan keduanya menunjukkan bakat alami dalam berakting. Apa jadinya film ini tanpa mereka. Adhisty dan Widuri adalah bakat baru yang selama ini kita nanti-nantikan. Mereka tak cuma berparas rupawan, tapi tahu dengan pintarnya bagaimana bermain peran, menjadi karakter, memasuki karakter yang diperankan — bukannya cuma bisa sekadar senyum manis dan mewek bombay tanpa menyadari esensi sesungguhnya dari berakting — seperti yang sering ditunjukkan oleh aktris-aktris ABG di film-film ABG itu.
Pemain Film Keluarga Cemara. (Foto: Munady Widjaja )
zoom-in-whitePerbesar
Pemain Film Keluarga Cemara. (Foto: Munady Widjaja )
Bahkan, Asri Welas sebagai pemeran pendukung tampil mencengangkan! Ia memang biasa berlakon sebagai karakter comedic relief, karakter yang diada-adakan untuk menghibur semata. Contohnya yang paling kiwari, karakter Mia yang ia perankan dalam Suzzanna: Bernapas Dalam Kubur. Sebelum-sebelumnya peran dia selalu semacam itu, termasuk di film ini. Akan tetapi, yang saya suka, penulis skenario cukup memberi porsi yang banyak terhadap kemunculannya, hingga karakternya tak terasa sebagai tempelan.
ADVERTISEMENT
Karakternya sebagai Ceu Salma alias "Loan Woman", dengan begitu cerdiknya diciptakan pembuat film ini, dan di kehidupan nyata, di kampung-kampung memang selalu ada keberadaan rentenir seperti dirinya. Asri amat luwes memerankannya dan memberi gravitas--semacam martabat dan keseriusan tersendiri yang membuat karakter yang semula tampak receh dan tak penting ini menjadi amat bernyawa.
Lihatlah adegan obrolan di meja makan antara dirinya bersama Abah dan Emak ketika membahas rencana penjualan rumah. Di situ, dalam adegan yang sesungguhnya jenaka itu, kelopak mata saya basah tak terbendung. Saya berharap di masa mendatang ada peran utama yang cocok untuk diperankannya dan ada produser yang cukup gila untuk percaya kepadanya.
Kepekaan akan isu yang diangkat, betapa cermatnya penulis skenario, ditambah penyutradaraan yang mumpuni dan dukungan jajaran pemain yang luar biasa, menjadikan Keluarga Cemara sebuah film yang akan sulit tertandingi kualitasnya--padahal, ini masih awal tahun, lho. Akan tetapi, berani saya katakan bahwa ia merupakan salah satu film terbaik tahun ini, bahkan dalam beberapa tahun belakangan ini.
ADVERTISEMENT
Keluarga Cemara mengawali tahun 2019 dengan membuat standar yang tinggi bagi film drama nasional Indonesia. Hampir sempurna di segala lini.