Review: Demon Slayer the Movie: Mugen Train

Shandy Gasella
Penikmat dan pengamat film - Aktif meliput kegiatan perfilman di Jakarta dan sejumlah festival film internasional sejak 2012
Konten dari Pengguna
8 Januari 2021 15:42 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shandy Gasella tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
★★★★☆ | Shandy Gasella
Para pecinta anime/manga nampaknya kini sedang dilanda demam 'Demon Slayer', atau dikenal juga dengan sebutan 'Kimetsu No Yaiba' dalam bahasa Jepang. Di Indonesia serialnya sendiri sepanjang 26 episode dapat disaksikan lewat layanan streaming berbayar Netflix. Nah, versi film merupakan kelanjutan langsung dari serial tersebut.
Still adegan Demon Slayer the Movie: Mugen Train | Dok. Toho/Aniplex
Di negeri asalnya Jepang film ini menuai rekor luar biasa, yakni menjadi film yang meraih pendapatan ¥ 10 miliar atau setara Rp 1.353.922.083.000 tercepat dalam sejarah box office di Jepang, melewati rekor yang dipegang 'Spirited Away' (2001) selama 19 tahun terakhir dengan pembukuan ¥ 10 miliar yang diraihnya dalam tempo 25 hari. Per 28 Desember 2020 'Demon Slayer the Movie: Mugen Train' meraup ¥ 32,47 miliar atau setara Rp 4,4 triliun, ditonton tak kurang dari 24 juta pasang mata. Dan semua itu diraih semasa pandemi covid-19 masih melanda dunia, yang membatasi kapasitas dan kunjungan penonton, itu sungguh luar biasa!
ADVERTISEMENT
Di Indonesia sendiri sepengamatan saya, film ini mendapatkan atensi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan 'Wonder Woman 1984' misalnya. Di studio premium sebuah bioskop di bilangan Jakarta Selatan yang saya kunjungi Kamis (7/1/2021) sore hari kapasitas studio terisi seluruhnya, mayoritas penonton remaja hingga usia 20-an tahun beramai-ramai menontonnya.
Still adegan Demon Slayer the Movie: Mugen Train | Dok. Toho/Aniplex
Bagi yang belum familiar atau tak mengikuti manga maupun serial animenya, 'Demon Slayer' mengambil latar waktu sekitar 100 tahun yang lalu di Jepang, berkisah tentang seorang bocah bernama Tanjiro Kamado yang dipaksa oleh keadaan untuk memerangi para iblis, setelah keluarganya sendiri dibantai oleh mereka, dan adik perempuannya bernama Nezuko berubah menjadi sebangsa iblis.
Versi film menjadi satu babak lanjutan dari akhir kisah serial animenya, atau adaptasi bab 52 hingga 66 dari serial manganya. Dalam film kita diajak berkenalan dengan seorang jagoan baru bernama Rengoku, juga dua iblis yang luar biasa kuat, bahkan Tanjiro, Zenitsu dan Inosuke kewalahan menandinginya.
ADVERTISEMENT
Plotnya sederhana; Tanjiro, Zenitsu dan Inosuke menaiki sebuah kereta (Mugen Train) untuk melanjutkan misi mereka. Di dalam kereta mereka bertemu dengan Rengoku, salah seorang 'Hashira' -- ahli pedang api yang terkuat dalam semesta 'Demon Slayer'. Rengoku percaya ada beberapa iblis di kereta yang mengincar 200 nyawa penumpang, dan ia sendiri sedang dalam misi mencari iblis tersebut yang dilaporkan telah membunuh 40 demon slayer. Yang di luar dugaan, dua iblis yang bakal mereka temui merupakan yang terkuat sepanjang yang pernah mereka hadapi.
Still adegan Demon Slayer the Movie: Mugen Train | Dok. Toho/Aniplex
Ada satu iblis yang berhasil membuat Tanjiro, Zenitsu, Inosuke, dan Rengoku tertidur pulas hingga terbuai masuk ke alam mimpi. Misi sang iblis adalah menghancurkan jiwa mereka semasa mereka tertidur, agar mereka tak mampu terbangun kembali. Lewat kilasan-kilasan mimpi kita dapat lebih memahami karakter-karakter jagoan kita lebih mendalam lagi.
ADVERTISEMENT
Tanpa membocorkan lebih banyak elemen cerita, kisah film tak berhenti di situ, masih ada musuh lain dan sempalan kisah tentang Rengoku, termasuk latar belakangnya, dikulik habis, menyusun sebuah bab yang mengesankan tentang nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi serial anime/manga 'Demon Slayer' ini.
Saya sudah menamatkan serial animenya, dan baru mulai membaca bab-bab awal manganya, terus terang pengalaman menonton film ini di layar besar bioskop menjadi pengalaman yang sama sekali berbeda, segala hal yang seru tentangnya menjadi berkali-kali lipat lebih seru, terutama visual dan suaranya yang saling melengkapi hingga menciptakan pengalaman sinematik yang maksimal.
Teknik animasi film ini dikerjakan studio Ufotable di bawah arahan sutradara Haruo Sotozaki, yang juga menangani serial animenya. Gambar dan pergerakannya indah, rangkaian emosi yang ditampilkan para karakter mewujud baik, juga berkat usaha para pengisi suara yang luar biasa. Dan kita amat beruntung menonton film ini dalam versi asli berbahasa Jepang, bukan versi dubbing bahasa Inggris yang tentu bakal mengurangi citarasany sendiri.
ADVERTISEMENT
Saya bukan fans anime/manga garis keras yang selalu up to date dengan tren terbaru budaya pop Jepang tersebut, tetapi pada masanya saya menyenangi anime seperti 'Dragon Ball', 'Ranma 1/2' 'BT X', 'Yaiba', 'Samurai-X', dan sejumlah judul lain. Yang ingin saya sampaikan adalah, menonton 'Demon Slayer the Movie: Mugen Train' ini bagi saya membawa kenangan baik terhadap sejumlah judul anime tadi, yang saya anggap memiliki spirit yang sama dalam menggambarkan tokoh-tokoh jagoannya juga tentang pesan kisahnya sendiri.
Begini, walau serial atau film anime ini diisi banyak adegan brutal yang penuh darah, tetapi tokoh-tokoh jagoan kita tak digambarkan berperangai sadis atau tak berperasaan, mereka senantiasa digambarkan sebagai sosok-sosok periang, dan tak sungkan untuk berderai air mata. Dalam hal in saya menganggap film ini masih meneruskan nilai-nilai luhur dunia manga/anime Jepang yang senantiasa membawa pesan baik ihwal moral, nilai-nilai-keluarga, tentang ikatan persahabatan, dan di atas semua itu; cinta dan kemanusiaan.
ADVERTISEMENT
Tak heran bila manga, serial anime, dan kemudian versi film ini begitu disukai dan dicintai banyak orang, sebab ia menawarkan segala hal baik dan segala keseruan dalam satu paket tontonan. Dan, sebetulnya hal ini juga dapat kita baca sebagai isyarat baik, bahwa kita masih memiliki harapan yang kuat akan kemanusiaan dan cinta kasih, sebab film yang begitu menyentuh ini masih, dan akan terus disukai banyak orang untuk waktu yang lama.