Konten dari Pengguna

Menilik Invasi di Lebanon serta Strategi Deterensi Hizbullah Melawan Israel

shasy kirana
Mahasiswi S1 Hubungan Internasional
18 November 2024 9:40 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari shasy kirana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo by Mohamad Mekawi from Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Photo by Mohamad Mekawi from Pexels
ADVERTISEMENT
Semenjak dideklarasikan berdirinya Israel pada tahun 1948, beberapa negara Arab menyatakan perang terhadap Israel. Tahun 1967 saat meletusnya perang enam hari antara Israel dan negara-negara Arab, Lebanon sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Israel tentunya tidak lepas dari dampak perang tersebut. Terlebih lagi Lebanon menjadi salah satu tempat penampungan ribuan pengungsi Palestina yang melarikan diri dari Palestina dan tinggal di kamp-kamp darurat. Karena hubungan diplomatik Lebanon dan Israel yang sudah tidak baik-baik saja, di tahun berikutnya yaitu tahun 1968, pemerintah Lebanon mengizinkan terbentuknya milisi-milisi bersenjata rakyat Palestina untuk melancarkaan perlawanannya terhadap Israel.
ADVERTISEMENT
Karena upaya perlawanan yang dilakukan milisi-milisi rakyat Palestina, Israel menginvasi Lebanon hingga ke sebelah utara sungai Litani pada Maret 1978 sebagai bentuk balasan atas serangan dari masyarakat Palestina ke wilayah Israel yang dilakukan di tanah Lebanon. Israel menyatakan bahwa selama Lebanon menjadi basis perlawanan orang-orang Palestina, perdamaian antara Israel dan Timur Tengah tidak akan tercapai. Israel menginginkan kontrol penuh pada upaya perlawanan para milisi dengan menginvasi Lebanon. Hadirnya Hizbullah, dianggap sebagai penyelamat dan harapan baru bagi masyarakat Syiah di Lebanon karena dianggap menjadi tonggak perlawanan terhadap invasi Israel. Hizbullah didirikan saat masa perang sipil Lebanon yaitu pada tahun 1975-1990 atau lebih tepatnya saat terjadinya invasi terbesar oleh Israel pada tahun 1982. Diberi hak kepemilikan sekaligus pembekalan senjata oleh pemerintah Lebanon, kelompok milisi sokongan Iran ini dibentuk sebagai gerakan solidaritas akan perlawanan masyarakat Palestina terhadap zionis Israel.
ADVERTISEMENT
Memanfaatkan dukungan dari pasukan Quds Iran, pada perang sipil Lebanon tahun 1975-1990 Hizbullah melakukan serangan terhadap target militer, diplomatik Amerika Serikat dan Israel Defences Forces (IDF) membuat mereka dianggap sebagai pemimpin perlawanan terhadap invasi asing yang makin menguatkan nama Hizbullah. Invasi terbesar Israel terhadap Lebanon terjadi pada tahun 1982, pasukan Israel menembus beberapa garis depan Lebanon dan dapat mencapai pinggiran ibu kota Beirut. Melansir melalui BBC, di pihak Lebanon, sedikitnya terdapat 20.000 orang tewas dan sebagian besar korbannya adalah warga sipil, sementara di pihak Israel, 654 tentara tewas. Israel kemudian mundur tiga bulan setelah menciptakan zona penyangga di Lebanon. Invasi yang dilakukan oleh Israel tidak berhenti disitu. Semenjak Israel melakukan serangan pertamanya terhadap Hizbullah, invasi terus terjadi. Israel dan Hizbullah juga tetap berselisih sampai sekarang dan saling menyerang satu sama lain hingga menewaskan banyak korban sipil di Lebanon.
ADVERTISEMENT
Selama perang antara Israel dan Lebanon pada tahun 2006, pejuang Hizbullah menunjukkan kemampuannya dengan menggunakan taktik asimetris yang membuat Israel kewalahan. Semenjak perang tersebut, Hizbullah semakin menguatkan jaringan dan persenjataan mereka. Hizbullah juga memiliki kemampuan dalam memasok ulang pasukan, karena Hizbullah memiliki kontrol wilayah di Lebanon sehingga dapat mempercepat arus persenjataan canggih dari Iran.
Sebagai bentuk deterensi kepada Israel, Hizbullah melakukan serangan balik dengan melepaskan rudal dan pesawat nirawak mereka ke wilayah Israel dengan menargetkan militer Israel. Melalui CNN, dilaporkan pada 23 September 2024, Hizbullah melontarkan sekitar 180 rudal ke kota Haifa, usai Israel menyerang markas mereka di Lebanon Selatan. Hizbullah juga membobol Iron Dome yang menjadi serangan paling berdarah selama perang Hizbullah-Israel sejak tahun lalu. Karena dikatakan bahwa Iron Dome memiliki sistem yang canggih sehingga tidak dapat dibobol, namun Hizbullah sukses membuat pengalihan dengan meluncurkan roket-roket terlebih dahulu sebelum menerbangkan drone untuk mengalihkan Iron Dome milik Israel. Strategi dan upaya yang dilakukan Hizbullah ini tentunya membuat Israel kewalahan. Karena salah satu kelemahan militernya dibongkar oleh Hizbullah yang bukan merupakan suatu negara melainkan sekelompok milisi yang memperjuangkan haknya. 
ADVERTISEMENT