Kuas Halal, Mesin Eksekutor Industri Makanan Halal Indonesia?

Shavika Rianda Putri
A student majoring in Sharia Economics, IPB University, Indonesia
Konten dari Pengguna
28 Maret 2022 18:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shavika Rianda Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kuas pada makanan bisa berbahaya untuk konsumen muslim! (pexels.com/skylerewing)
zoom-in-whitePerbesar
Kuas pada makanan bisa berbahaya untuk konsumen muslim! (pexels.com/skylerewing)
ADVERTISEMENT
Sangat disayangkan, perkembangan industri makanan halal Indonesia masih dinilai stagnan. Pengetahuan yang kurang mengenai industri halal di kalangan para pelaku usaha bisa menjadi salah satu faktornya. Mereka belum menganggap peluang bisnis di sektor halal sebagai peluang yang besar dan penting. Padahal, kondisi perekonomian syariah jauh lebih stabil dibandingkan perekonomian secara nasional.
ADVERTISEMENT
Ketika memulai perjalanan meningkatkan perkembangan sektor industri halal, dikenal sebuah istilah manajemen rantai nilai halal. Manajemen rantai nilai halal adalah penanganan suatu produk yang terintegrasi mulai dari input, produksi, distribusi, pemasaran, dan konsumsi seluruhnya harus sharia compliance.
Proses ini sangat penting untuk menjaga kehalalan suatu produk, apalagi makanan. Mulai dari bahan baku, proses memasak, dan distribusi perlu diperhatikan sampai hal-hal terkecilnya agar tidak tergelincir kepada sesuatu yang dapat membatalkan kehalalannya.
Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah alat masak yang sering disepelekan aspek halal-haramnya. Namun, dengan adanya sertifikasi halal pada peralatan tersebut, akan sangat berpotensi menjadi eksekutor dan akselerator sektor industri halal.
Sekarang, banyak sekali ragam makanan yang menggunakan kuas sebagai alat dalam proses pengolahannya. Kuas seringkali dipakai untuk mengoleskan margarin, telur, butter, saus, bumbu, dan lain-lain. Namun, para pelaku usaha makanan masih banyak yang belum mengetahui fatalnya memakai kuas yang nonhalal ketika berdagang, apalagi mereka yang melakukan pemasaran di pasar masyarakat muslim.
ADVERTISEMENT
Selain hukumnya haram dalam syariat agama Islam, hal ini juga bisa melemahkan rantai nilai halal makanan dari segi alat masaknya. Hal tersebut berimplikasi pada upaya penguatan rantai nilai halal suatu produk makanan.
Kuas nonhalal adalah kuas yang bagian berbulunya (brush) menggunakan bulu babi, anjing, atau bulu hewan yang diharamkan lainnya. Menurut para pedagang, kuas yang seperti ini lebih padat, tahan panas, dan bumbu dapat lebih banyak terserap. Biasanya kuas berbahan boar bristle (bulu babi) memiliki struktur yang tidak beraturan panjang pendeknya dan yang paling mencolok cirinya adalah wangi bulu kuas ketika dibakar.
Bulu kuas akan tercium seperti aroma daging panggang. Kuas yang memiliki ciri seperti ini wajib dikritisi penggunaannya. Meskipun makanan yang sedang diolah berasal dari bahan-bahan halal sepenuhnya, tetapi ketika diolah dengan alat yang mengandung unsur nonhalal, maka batal kehalalan makanan tersebut.
ADVERTISEMENT
Jenis kuas yang aman digunakan biasanya berbahan dasar silikon atau menggunakan bulu hewan yang halal. Misalnya, bulu domba (wool bristle), bulu kambing, unta, atau kuda. Apabila kuas berbahan dasar bulu hewan selain babi, tidak akan memiliki aroma khas daging panggang ketika dibakar.
Selain digunakan pada produk makanan, kuas juga menjadi kebutuhan sehari-hari para wanita yang sering berhias. Kuas make up merek lokal sudah banyak yang tidak menggunakan boar bristle sebagai dasar pembuatannya. Mereka sudah mulai menggunakan bahan-bahan vegan sintetik atau bulu hewan yang dihalalkan. Contoh merek lokal yaitu Mineral Botanica, Zoya, Real Techniques, Kabuki Bamboo, Lamica, dan The Body Shop.
Baru-baru ini, mulai digalakkan kampanye kuas halal oleh para aktivis penggiat halal. Salah satunya dilakukan oleh influencer @benakribo di akun Instagram-nya. Bena mengunggah satu video edukasi mengenai perbedaan kuas halal dan kuas nonhalal sebagai bentuk dukungan untuk kampanye kuas halal yang menargetkan para pelaku UMKM. Kampanye ini dibawahi langsung oleh komunitas Kuliner Muslim Indonesia dan bertujuan untuk mengedukasi pentingnya kuas halal dengan cara membagikan kuas halal secara gratis di berbagai kota seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENT
Aktivitas kampanye ini tentunya berkaitan erat dengan usaha penguatan rantai nilai halal produk makanan. Ketika para pedagang mulai aware dan mengetahui pentingnya kehalalan seluruh alat dan bahan, apalagi jika mereka ikut memberikan informasi bahwa seluruh alat dan bahan yang digunakan sudah tersertifikasi halal, secara tidak langsung, konsumen akan ikut bertambah pengetahuannya.
Pengetahuan konsumen terhadap label halal pada produk makanan akan mempengaruhi perilakunya dalam mengonsumsi. Jika konsumen memiliki pengetahuan akan pentingnya kehalalan suatu produk, maka ia akan cenderung menyeleksi pilihannya ketika ingin berbelanja. Akibatnya, penjualan produk bersertifikasi halal akan meningkat dan menggenjot naiknya industri halal.
Informasi dari data Report Indonesia Halal 2021 (halaman 24-25) yang dikeluarkan oleh Indonesia Halal Lifestyle Center dan Dinar Standard, Indonesia menempati posisi Top Importer untuk negara-negara OKI pada sektor makanan dan kosmetik. Artinya, Indonesia masih menjadi sasaran empuk para produsen dan pemasar asing, bukan sebaliknya. Sementara, dengan potensi luar biasa yang dimiliki Indonesia baik dari segi bahan baku maupun jumlah tenaga kerja, posisi ini tergolong sangat rendah dan sangat disayangkan.
ADVERTISEMENT
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan di dalam buku Masterplan Ekonomi Syariah 2019-2024 salah satu program unggulan yang mereka usulkan untuk memperkuat rantai nilai halal adalah meningkatkan jangkauan melalui sosialisasi atau edukasi publik halal lifestyle. Program utama mereka adalah kampanye nasional gaya hidup halal yang diharapkan bisa meningkatkan literasi publik terhadap produk-produk halal.
Perlu diingat kembali, pertumbuhan ekonomi syariah, yang di dalamnya mencakup sektor riil industri makanan halal, relatif jauh lebih stabil dibandingkan perekonomian secara nasional. Hal ini dibuktikan dengan angka minus yang lebih kecil di tahun 2020, yaitu sebesar -1,72% (year-on-year) dibandingkan dengan -2,07% (year-on-year) dari perekonomian nasional.
Tentu kampanye kuas halal ini tidak langsung berdampak besar pada industri halal, tetapi kehadirannya yang terus konsisten untuk mengedukasi masyarakat akan sangat mendukung. Lebih baik lagi jika kampanye kecil ini dilakukan secara masif dan digerakkan secara bersamaan di seluruh penjuru Indonesia untuk UMKM daerah yang menggunakan kuas sebagai salah satu alat mereka berjualan.
ADVERTISEMENT
Keberadaan kuas merek lokal bersertifikasi halal menggambarkan peluang yang mulai terbuka untuk integrasi nilai pada proses pembangunan ekosistem industri halal. Terutama jika didukung dengan kampanye yang disebarkan melalui media sosial maka efek dan jangkauannya akan lebih luas. Sedikit demi sedikit, para pelaku usaha yang memilih pasar masyarakat muslim mulai terbuka wawasannya dan perlahan masyarakat akan bergeser kepada gaya hidup halal, mendukung Indonesia menjadi pusat industri halal dunia.