Konten dari Pengguna

Stop 'Book Shaming' Selera Buku Orang Lain

Shavna Dewati
Masih belajar menulis.
6 September 2021 10:33 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shavna Dewati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi membaca buku. Sumber: pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi membaca buku. Sumber: pixabay.com
ADVERTISEMENT
Membaca buku merupakan hobi bagi sebagian orang. Hobi ini tidak membatasi jenis kelamin serta usia sehingga siapa pun bisa membaca buku. Membaca buku tidak hanya mengasyikkan, namun juga memiliki banyak manfaat dari membaca.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, beberapa orang kerap kali memandang bahwa hobi membaca buku ini terkesan membosankan. Stereotip membaca buku dikaitkan dengan sifat pasif seperti tidak mudah bergaul atau pendiam. Julukan "kutu buku" terkadang memiliki konotasi yang negatif.
Sayangnya, komentar menghakimi ini tidak hanya terlontar dari orang yang hobinya bukan membaca buku. Penggemar buku pun terkadang melontarkan komentar yang meremehkan kepada sesama penggemar buku. Semisal jika orang dewasa membaca komik, maka akan dicap kekanak-kanakan dan seharusnya membaca buku dengan konten yang lebih "bermakna".
Tindakan meremehkan pembaca buku ini dinamakan book shaming. Menurut pengertian Urban Dictionary, book shaming adalah tindakan untuk mempermalukan seseorang saat membaca buku. Tujuan dari tindakan book shaming adalah membuat pembaca merasa bersalah saat membaca buku tersebut.
ADVERTISEMENT
Book shaming tidak hanya sebatas menghakimi orang lain yang memiliki selera buku berbeda, tetapi bisa juga merendahkan kualitas dari buku tersebut. Contohnya memberi komentar jika buku terbitan penulis dari luar lebih baik dari penulis lokal. Bahkan beberapa pembaca buku melabeli orang yang membaca buku dengan bentuk digital bukanlah pembaca buku sejati.
Dampak dari book shaming ini bisa mengurangi minat baca seseorang. Bahkan orang tersebut bisa jadi tidak ingin membaca buku setelah diremehkan atas seleranya oleh orang lain. Padahal, hobi membaca buku ini bukan suatu ajang untuk menonjolkan siapa yang memiliki selera buku paling unggul, unik, atau bermakna dari orang lain. Membaca buku hanyalah sebuah aktivitas yang bisa dinikmati oleh semua orang.
ADVERTISEMENT
Tindakan book shaming ini tentu berbeda dari kritik atau ulasan suatu buku. Kritik atau ulasan berarti merujuk tentang isi dari suatu buku. Sebagus atau sepopuler apa pun buku tersebut, tidak bisa terlepas dari ketidaksukaan pembaca buku.
Sedangkan tindakan book shaming merujuk kepada meremehkan individu yang membaca buku. Book shaming secara tidak langsung mendiktekan pemikirannya mengenai suatu buku kepada orang lain meskipun orang tersebut jelas-jelas memiliki selera berbeda. Tindakan ini beragam jenisnya, mulai dari mengejek orang yang membaca buku hingga mengolok selera seseorang.
"Jangan baca buku terus, nanti tidak punya teman!"
"Duh, masa baca buku novel terus? Inget usia, dong!"
"Aku baca buku ini biar pintar, memangnya kamu baca buku genre romance terus?"
ADVERTISEMENT
"Kamu sehari cuma bisa baca sepuluh halaman sehari? Lama banget, aku aja bisa baca lima buku sehari".
Kalimat-kalimat tersebut merupakan contoh-contoh dari tindakan book shaming. Merendahkan pembaca buku lain tidak memberikan manfaat apa-apa selain menunjukkan sikap egois. Sikap ini justru membuat orang lain malah menjengkelkan orang lain.
Agar tidak terlontar kalimat-kalimat book shaming seperti yang telah disebutkan, maka harus menyadari bahwa tidak semua orang memiliki selera yang sama. Hal tersebut wajar saja karena manusia pada akhirnya memiliki seleranya masing-masing. Cara agar tidak melakukan book shaming adalah saling menghormati selera orang lain.
Mungkin beberapa orang secara tidak sadar malah melakukan book shaming. Jika telah sadar pernah melakukan tindakan tersebut, maka di lain waktu jangan mengulangi perkataan tersebut. Membaca buku itu bukan sebuah kompetisi untuk membanding-bandingkan, melainkan hanya sebuah kegemaran. Terlepas tujuan dari membaca buku untuk menambah wawasan atau sekadar untuk hiburan, tidak sepatutnya membaca buku dibatas-batasi.
ADVERTISEMENT