Unik! Mari Kenali Sistem Sekolah Khusus Difabel dan Huruf Braille di Jepang

Shecilia Kriestyaning
Mahasiswi Universitas Airlangga, Prodi Studi Kejepangan.
Konten dari Pengguna
7 Oktober 2022 10:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shecilia Kriestyaning tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Woman using sign language while outdoors converse with her friend (freepik.com)
zoom-in-whitePerbesar
Woman using sign language while outdoors converse with her friend (freepik.com)
ADVERTISEMENT
Sejak tahun 1993, Jepang telah mengusahakan program jangka panjang terkait merumuskan Undang-Undang Dasar untuk orang-orang penyandang cacat bahwa mereka juga memiliki hak dan perlakuan yang sama, serta penentuan nasibnya sendiri untuk berpartisipasi dalam kehidupan sehari-harinya. Latar belakang Jepang melakukan hal ini untuk menyediakan layanan yang memenuhi kebutuhan para difabel dalam kesejahteraan, pendidikan dan perawatan medis. Pemerintah Jepang terus melakukan perbaikan mobilitas infrastruktur umum baik aksebilitas transportasi, bangunan maupun bidang komunikasi seperti simbol dan huruf braille. Mereka terus mempertahankan jaminan bahwa penyandang disabilitas kesetaraan berdasarkan tingkat kecacatan dan hak-hak dalam bersosialisasi, yang lebih penting lagi, pemerintah Jepang benar-benar mengupayakan meminimalisir perbedaan yang sangat jelas dengan difabel yang di mana seringkali dianggap cacat sehingga merepotkan seluruh pihak dalam berbagai aspek.
ADVERTISEMENT
Dalam anime movie yang popular di Jepang, berjudul “Koe no Katachi”, anime ini merupakan anime yang berfokus pada kehidupan seorang gadis tunarungu yang bernama Nishimiya Shouko, ingin menjalani kehidupan normal dan berteman dengan siapa pun di sekolah barunya. Pada anime ini dijelaskan gambaran sisi gelap bahwa tidak semua orang dapat menerima keberadaan penyandang disabilitas sehingga timbul bullying. Namun, pesan makna yang dapat diambil dari anime tersebut, yaitu semua orang berhak menjalani hidup secara normal tanpa perlu mengejek, memandang rendah penyandang disabilitas.
Bagaimana sistem pembelajaran khusus difabel di Jepang?
Adapun sistem pembelajaran untuk para penyandang disabilitas cukup berbeda dibandingkan Indonesia. Di Jepang, anak-anak penyandang disabilitas tetap mengikuti kegiatan belajar di sekolah negeri atau swasta regular. Dalam sekolah tersebut baru dibedakan menjadi beberapa kelas, yaitu kelas regular, kelas khusus dan kelas bimbingan khusus. Dengan demikian, kesempatan untuk tetap bersosialisasi tanpa memandang kecacatan suatu fisik, mental atau intelektual dapat menciptakan kesinambungan sosial dan menumbuhkan rasa empati sesama manusia. Lalu bagaimana sistem komunikasi yang dipakai mereka yang memiliki huruf khusus dalam membaca seperti difabel tunanetra? Simak perbedaan jelas yang dialami oleh difabel tuna netra terkait huruf braille.
ADVERTISEMENT
Bagaimana keunikan huruf Braille Jepang yang sangat berbeda dari lainnya?
Keunikan bahasa Jepang yang memiliki ribuan kanji dalam penggunaan sehari-hari cukup membuat penasaran beberapa pihak luar. Terlebih lagi, bagaimana penyandang disabilitas berkomunikasi dengan huruf yang unik ini? Huruf braille Jepang diberi nama Tenji yang artinya titik timbul. Dalam menulis satu suku kata bahasa Jepang membutuhkan dua petak ringlet. Membaca tulisan braille Jepang kurang lebih seperti membaca notasi musik yang di mana tidak mengenal tanda koma, titik dan sebagainya. Huruf kanji terlalu banyak sehingga pengguna braille Jepang hanya menggunakan dua jenis huruf, yaitu hiragana dan katakana. Penggunaannya yaitu para produsen buku atau bacaan lainnya biasanya mengalihhurufkan seluruh bacaan kedalam kombinasi dua bahasa tersebut, lalu dialihkan menjadi huruf braille Jepang. Cukup unik kan? Perkembangan teknologi penggunaan huruf ini tentu tidak mengalami kesulitan dalam mencetak banyak buku. Terbukti ribuan judul buku braille telah terbit dan sangat membantu kalangan disabilitas pengguna huruf braille. Buku braille tersebut juga bisa dinikmati seluruh perpustakaan di Jepang. (Bono et al., 2018)
ADVERTISEMENT
Sayangnya mengenai informasi sistem Braille Jepang masih belum diketahui khalayak umum, terutama disabilitas tunarungu, tunanetra di seluruh dunia. Padahal minat belajar bahasa Jepang di Indonesia sangat tinggi. Untuk itu, penulis berupaya memberikan informasi bahwa masih banyak jalan untuk belajar bahasa Jepang terlepas apa pun kendalanya.
Referensi
Bono, M., Sakaida, R., Makino, R., Okada, T., Kikuchi, K., Cibulka, M., Willoughby, L., Iwasaki, S., & Fukushima, S. (2018). Tactile Japanese Sign Language and Finger Braille: An example of data collection for minority languages in Japan. 8th Workshop on the Representation and Processing of Sign Languages: Involving the Language Community, 5–14.