Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Rasisme Terhadap Ras Kulit Hitam Dalam Film Horor Get Out
8 Januari 2021 16:40 WIB
Tulisan dari shellocokro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Bicara tentang film horor, kira-kiraapasih yang ada di pikiran kalian? Adegan jumpscare,musik-musik dengan alunan yang menegangkan, dan karakterhantu yang menyeramkan pastinya tak bisa lepas dari pikiran kita. Nah, sebagai salah satu bentuk media masa, film dinilai dapat mempengaruhi penontonnya dan semakin film bisamempengaruhi penontonnya, semakin film itu bisa dinilai berhasil.
ADVERTISEMENT
Selain mempengaruhi penonton, film juga sering sekali di gunakan sebagai alat propaganda. Salah satu propaganda nyayaitu adalah isutentang Rasisme. Rasisme adalah salah satu permasalahan universal yang di pengaruhi oleh banyak faktor, yakni faktor sosial, politik, maupun historis dan ekonomi.
Rasisme sering kali muncul pada masyarakat yang multikultur. Karena rasisme adalah suatu sikap yang mendasarkan diri pada karakteristik seseorang, ideologi yang membedakan tentang perbedaan derajat manusia, sikap diskriminasi dan mengklain suatu ras yang lebih bagus daripada yang lainnya.Dan biasanya, rasisme yang masihseringterjadidi sekitar kita yaitu seperti rasisme perbedaan warna kulit,suku,agama,ras dan budaya.
Takhanya dalam kehidupan nyata, isutentang Rasisme juga sering dimunculkan dalam film. Seperti di film The Help,Glory Road,Selma, Thebulter, dan 12 Years A. Namun, dalam tulisan saya ini,saya tertarik untu kmembahas sebuah aspekrasial dalam film horor favorit saya, yaitu film horor yang berjudulGet Out. .
ADVERTISEMENT
Film Get Outdirilis pada 29 Maret 2017.Film yang disutradari oleh Jordan Peele dan di produseri oleh Jason Blum ini memiliki durasi sekitar 104 menit. Film Get Outadalahfilm horor misteri thriller yang mengangkat isu tentang rasisme terhadap orang berkulit hitam dan bagaimana perbudakan yang terjadi di masa modern. Selain itu film ini juga menggambarkan perjuangan orang kulit hitam yang ingin terlepas dari perlakuan diskriminasi dari orang kulit putih.
Film Get Out inidimulaidenganceritaseorangfotograferkulithitambernama Chris (Daniel Kaluuya) yang sudahberpacarandengancewekkulitputihbernama Rose (Allison Williams) selama lima bulan. Merekainginlanjutkehubungan yang lebihserius, danakhirnyaRose mengajak Chris untukbertemu orang tuanya. Sepertinya Chris ragu dirinya bisa di terima oleh orang tua Rose mengingat perbedaan warna kulit dan Rose pun berhasil meyakinkan Chris. Padaakhirnya Chris setujuuntukmenemuikeluarga Rose.
ADVERTISEMENT
Sesampai dirumah Rose, Chris diperkenalkan dengan orang tua Rose. Orang tua Rose terlihat sangat senang menerima kehadiran Chris yang berkulit hitam. Seolah-olah keluargamerekatidak rasis, walaupun Chris melihat dua orang berkulit hitam bekerja dirumah Rose. Sedikit demi sedikit, adegan dalam film mulaimencekam. Mulai dari Rose yang menabrak Kijang yang melintas, tukang kebun Rose yang berkulit hitam berprilaku aneh, dan pembantu Rose yang bersikap canggung.
Pada saat chris tinggal dirumah Rose, banyak sekali kejangalan kejangalan yang dirasakan oleh Chris. Pernah suatu malam Chris di hipnotis oleh ibu Rose, Missy Armitage (Catherine Keener) agar bisa menghentikan kebiasaan merokok. Chris merasa dirinya seperti tenggelam, dan ternyatapada saat itu, diri Chris sudah mulai di kuasai oleh Missy Armitage.
ADVERTISEMENT
Banyakkejanggalan lain yang ditemukan Chris, misalnya pada suatupertemuan keluarga besar Rose yang dimana keluarga besar itu semuanya berkulit putihdan perilaku mereka terlihat janggal, sangat santun, dan terkesan dibuat-buat. Saatpertemuanituberlangsung, ada jugasatu pria berkulit hitam yang bersikap aneh kepada Chris.
Pada malam hari setelah pertemuan keluarga besar Rose, Chris dan Rose kembali ke rumah orang tua Rose. Chris merasa dirinya diawasi oleh adik Rose yang bernama Jeremy, Missy, dan juga ayah Rose, Dean. Mereka terlihat mengamati Chris dan Rose yang masuk rumah. Pengamatan mereka lebih terfokus pada Chris. Chris merasa bahwa dirinya berada dalam bahaya, seperti yang pernah diperingatkan olehRod, sahabat Chris.
Dalam kamar Rose, Chris langsung mengajak Rose untuk pergi malam itu juga. Dia berkemas-kemas sambil memerintahkan Rose untuk menyiapkan mobil. Saat sedang berkemas-kemas, secara tidak sengaja Chris menemukan album foto Rose yang menunjukkan kemesraan Rose bersama berbagai laki-laki berkulit hitam. Foto-foto itu membuka siapa sebenarnya Rose.
ADVERTISEMENT
Chris merasatelahmenyadarisesuatu, iamenyadari bahwa dirinya telahdijebak olehRose. Chris mengalami serangkaian kejadian yang mengancam jiwanya. Mulai dari disekap di sebuah ruang, diberitahu bahwa dirinya akan mengalami transplantasi otak, sampai ancaman pembunuhan. Chris harus memutar otak, selain juga mengandalkan kekuatan fisik demi bertahan hidup. Hidup dalam keadaan benar-benar hidup. Bukan sekadar hidup, tapi otaknya diisi oleh orang lain.Selanjutnyamunculahadegan-adegan pembunuhandalam film.
Menurut Adlina Ghassani, Catur Nugroho dalam jurnal yang berjudul Pemaknaan Rasisme yang dimuat dalam Jurnal Manajemen Maharatna No 2 Volume 18 (2019)Rasisme dapat dianggap sebagaipraktik yang dengan sengaja atau tidak,mengecualikan minoritas 'rasial' atau 'etis' darimenikmati hak, tanggung jawab dan tanggung jawab penuh yang tersedia bagi mayoritaspenduduk. Film Get Outmenggambarkantentangperlakuanketidakadilan perilaku yang terjadikepada Chris, pria berkulit hitam.Takhanyaitu saja, film inisangat kentalakansoalDiskriminasi, Rasisme,stereotypeantarduakelompok kulit putih dan kulit hitam.
ADVERTISEMENT
Dan padaakhirnya, menurutsaya, film Get Out adalah salah satu dari sekian banyak film yang mengangkat tentang isu rasisme yang wajib harus ditonton. Get out mengajarkan kita untuk tidak memandang suatu ras tententu dengan pandangan sebelah mata. Dan kita sebagai manusia harus menghormati perbedaan, entah itu warna kulit atau pun ras.
Shello Cokro Pangukir, mahasiswa IlmuKomunikasi Universitas Ahmad Dahlan