Pandangan Islam Terhadap Pembagian Harta Waris di Minangkabau

Sherli Okta Shafira
Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prodi Hukum Keluarga
Konten dari Pengguna
22 November 2022 13:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sherli Okta Shafira tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pandangan Islam Terhadap Pembagian Harta Waris di Minangkabau
Ilustrasi Harta Waris. Sumber: https://pixabay.com/id/
Waris adalah pemindahan hak milik berupa peninggalan dan hak-hak mayit. Sehingga secara istilah ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari tentang pemindahan hak milik mayit terhadap orang-orang yang berhak menerimanya. Warisan merupakan bagian dari syariat Islam. Sehingga Islam mengatur secara sempurna terkait warisan, dalam Alquran ditegaskan ketentuan ahli waris. Di Minangkabau pembagian warisan sudah dipengaruhi oleh hukum Islam. Akan tetapi masih banyak juga pembagian yang dilakukan secara adat. Adat Minangkabau menjalankan asas kekerabatan secara matrilineal (garis keturunan dari ibu). Harta yang mereka junjung merupakan harta turun temurun. Harta tersebut hanya dapat diwarisi oleh perempuan saja, dengan alasan perempuan akan menjadi seorang ibu dan memiliki keturunan. Jadi, apakah hukum kewarisan adat Minangkabau bertentangan dengan hukum Islam? Bagaimana pandangan islam terhadap pembagian harta warisan di Minangkabau?
ADVERTISEMENT
Pasca masuknya Islam, masyarakat Minangkabau melaksanakan dua sistem kewarisan, yaitu untuk harta pusaka tinggi yang diwariskan secara matrilineal dan harta pusaka rendah yang diwariskan dengan sistem individual-bilateral. Dari sistem yang digunakan adat Minangkabau tetap melaksanakan pembagian warisan menurut Islam. Adapun perbedaan antara sistem kewarisan dalam Islam dan adat Minangkabau adalah:
Pembagian ahli waris
Dalam Islam ahli waris terdiri dari tiga sebab hubungan; hubungan perkawinan, hubungan kekerabatan, dan perbudakan (pusaka rendah). Sedangkan di adat Minangkabau , ahli waris ada yang berasal dari terdiri dari tiga sebab hubungan (pusaka rendah) dan ada juga yang berasal dari hubungan nasab perempuan seperti nenek, ibu, anak perempuan, cucu perempuan, dan seterusnya, sehingga tatkala istri meninggal suami tidak akan mendapatkan harta dari istrinya. karena harta tersebut diperuntukan untuk keturunan perempuan Minangkabau, yang bertujuan untuk menjaga serta mensejahterakan keberlangsungan hidup perempuan Minangkabau (pusaka tinggi).
ADVERTISEMENT
Pembagian harta warisan
Pembagian harta waris di Minangkabau terbagi menjadi dua, yaitu pusako rendah dan pusaka tinggi. Pusaka rendah adalah pembagian harta yang ahli warisnya mendapatkan furudhul muqaddarah dan telah ditentukan bagian yang akan mereka dapatkan, mereka terdiri dari dua belas orang yaitu: suami, ayah, kakek, saudara laki-laki seibu, istri, ibu, nenek, anak perempuan, anak perempuan dari laki-laki, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan seayah, saudara perempuan seibu. Bagian yang mereka dapatkan yaitu: 1\2, 1\4, 1\3, 1\8, 2\3, 1\6. Sedangkan pusaka tinggi adalah semacam harta wasiat atau wakaf keluarga tidak ada hak milik, hanya hak pakai saja, tidak dijual, tidak diwariskan, tidak dihadiahkan dan harta tersebut dalah harta yang turun temurun yang dikhususkan untuk turunan perempuan saja.
ADVERTISEMENT
Tirkah
Tirkah dalam Islam tidak ada spesifikasi tertentu dan tidak juga dibatasi, semua harta yang ditinggalkan oleh si mayit merupakan harta tirkah. Tirkah ini dapat diberikan kepada siapapun baik dia termasuk ahli waris yang sudah ditentukan maupun secara ashabah. Sedangkan dalam adat Minangkabau tirkah dibagi menjadi dua yakni; harta pusaka tinggi, dan harta pusaka rendah.
Dari paparan di atas kita memahami sistem kewarisan dalam Islam dan sistem kewarisan di adat Minangkabau yang sering kali disalah pahami. Hal yang harus kita pahami adalah sistem kewarisan adat Minangkabau tetap merujuk dan tidak menyalahi syariat Islam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem pewarisan harta dalam adat Minangkabau tidak bertentangan dengan hukum Islam.