Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Kenaikan Tarif Retribusi Pasar dalam Perda Terbaru Kabupaten Trenggalek
4 Februari 2025 21:28 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari sherlypermatarini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten Trenggalek Nomor 8 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menjadi landasan hukum bagi administrasi pajak dan retribusi di Kabupaten Trenggalek. Regulasi ini mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2024 dan mencakup berbagai jenis pajak daerah seperti Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang mencakup jasa makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, perhotelan, parkir, serta kesenian dan hiburan. Selain itu, regulasi ini juga mengatur pajak reklame, pajak air tanah (PAT), pajak mineral bukan logam dan batuan (MBLB), pajak sarang burung walet, serta opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Selain pajak, regulasi ini juga mengatur retribusi daerah yang terdiri dari retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu.
ADVERTISEMENT
Namun, dari sekian banyak perubahan yang terjadi dalam regulasi ini, salah satu aspek yang menimbulkan kontroversi adalah kenaikan tarif retribusi pelayanan pasar yang termasuk dalam retribusi jasa umum. Kenaikan tarif retribusi ini mencapai 400% dibandingkan dengan regulasi sebelumnya. Dalam Perda Nomor 5 Tahun 2012 disebutkan bahwa tarif retribusi untuk kios pasar sebesar Rp4000,00 (Golongan A), Rp3500,00 (Golongan B), Rp3000,00 (Golongan C), dan Rp2000 (Golongan D) per meter persegi per bulan. Sedangkan pada Perda Nomor 8 Tahun 2023 disebutkan bahwa tarif retribusi kios pasar adalah Rp173.375,00 (Golongan 1A), Rp164.250,00 (Golongan 1B), Rp155.125 (Golongan 1C), Rp164.250 (Golongan 2A), Rp155.125,00 (Golongan 2B), Rp146.000,00 (Golongan 2C) per meter persegi per tahun. Kenaikan yang sangat signifikan ini menimbulkan gelombang protes dari para pedagang pasar di berbagai penjuru Kabupaten Trenggalek.
ADVERTISEMENT
Dampak Kenaikan Tarif Retribusi bagi Pedagang Pasar
Para pedagang merasa bahwa kenaikan tarif yang tinggi ini menambah beban ekonomi mereka, terutama di tengah kondisi pasar tradisional yang semakin kehilangan daya saing akibat maraknya e-commerce dan marketplace online. Selain itu, perekonomian masyarakat juga masih dalam tahap pemulihan pasca-pandemi Covid-19, yang membuat daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih. Dalam kondisi ini, lonjakan tarif retribusi yang mencapai empat kali lipat tentu saja menjadi beban yang berat bagi para pedagang kecil yang menggantungkan hidup mereka dari hasil berdagang di pasar.
Selain itu, para pedagang juga mengeluhkan kurangnya sosialisasi dari pemerintah daerah mengenai penerapan tarif baru ini. Banyak pedagang yang mengaku baru mengetahui adanya kenaikan tarif setelah mereka mulai dikenakan tarif baru pada Januari 2024, padahal sosialisasi baru dilakukan pada Februari. Kurangnya komunikasi dan transparansi dari pihak pemerintah daerah inilah yang semakin memperparah ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan ini.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Trenggalek berargumen bahwa kenaikan tarif retribusi ini adalah langkah strategis untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) guna memenuhi target Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang ditetapkan sebesar Rp25,5 miliar. Selain itu, kenaikan tarif ini juga dianggap sebagai penyesuaian terhadap inflasi dan peningkatan fasilitas pasar. Pihak pemerintah juga menjelaskan bahwa kenaikan tarif kios pasar menyesuaikan tarif los yang sebelumnya sudah lebih tinggi. Kenaikan tarif kios dari Rp100 per meter persegi per hari menjadi Rp350 per meter persegi per hari ini yang menyebabkan lonjakan tarif retribusi kios terlihat sangat tinggi, mencapai hampir 400 persen. Sementara itu, tarif los tetap di angka Rp300 per meter persegi per hari, hanya saja mekanisme penarikannya disesuaikan agar dikenakan setiap hari dan dibayarkan sebulan sekali.
ADVERTISEMENT
Polemik Prinsip Keadilan dalam Pemungutan Pajak
Kenaikan tarif retribusi pelayanan pasar ini juga menimbulkan pertanyaan terkait prinsip keadilan dalam pemungutan pajak yang dikemukakan oleh Adam Smith dalam Wealth of Nations (1776). Salah satu prinsip yang menjadi perhatian utama dalam kasus ini adalah prinsip keadilan (equity). Prinsip ini menegaskan bahwa pajak harus dipungut secara adil dan proporsional sesuai dengan kemampuan ekonomi wajib pajak. Dengan kata lain, pajak tidak boleh membebani kelompok tertentu secara berlebihan, terutama mereka yang memiliki keterbatasan ekonomi.
Dalam konteks kenaikan retribusi pasar di Trenggalek, banyak pihak menilai bahwa kebijakan ini bertentangan dengan prinsip keadilan pajak. Para pemilik kios yang mayoritas berasal dari kalangan menengah ke bawah kini harus menghadapi beban pajak yang jauh lebih tinggi, sementara daya beli masyarakat masih dalam tahap pemulihan. Dengan kata lain, meskipun pemerintah memiliki alasan untuk meningkatkan PAD, kebijakan ini berisiko memperberat kondisi ekonomi masyarakat kecil dan menurunkan tingkat kepatuhan pajak.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kontroversi ini juga berkaitan dengan prinsip efisiensi dalam pemungutan pajak, yang menyatakan bahwa biaya pemungutan pajak harus seminimal mungkin agar tidak membebani negara maupun wajib pajak. Jika masyarakat merasa terbebani oleh pajak yang terlalu tinggi, mereka cenderung enggan membayar retribusi, yang pada akhirnya dapat meningkatkan biaya administrasi pemungutan dan berisiko menurunkan efektivitas penerimaan daerah.
Evaluasi Efektivitas Retribusi Melalui Standar Indikator Kinerja Administrasi Pajak Daerah (SIKAP)
Untuk menilai efektivitas kebijakan kenaikan retribusi ini, dapat digunakan alat diagnostik Standar Indikator Kinerja Administrasi Pajak Daerah (SIKAP). Indikator ini menilai kinerja administrasi perpajakan daerah dalam tiga perspektif utama:
1. Perspektif Penerimaan: Meliputi perencanaan dan realisasi penerimaan pajak dan retribusi.
2. Perspektif Operasional: Meliputi pengelolaan data, pelaporan dan pembayaran, pemeriksaan dan penagihan, serta pelayanan wajib pajak.
ADVERTISEMENT
3. Perspektif Tata Kelola: Meliputi penggunaan teknologi informasi, kualitas sumber daya manusia, kepatuhan internal, dan transparansi.
Dalam kasus kenaikan retribusi pasar di Trenggalek, aspek yang paling relevan untuk dianalisis adalah kepatuhan internal dan transparansi. Ketidakpuasan masyarakat dan kurangnya sosialisasi sebelum kebijakan diterapkan menunjukkan bahwa transparansi dalam penyusunan dan implementasi regulasi ini masih perlu ditingkatkan. Jika analisis SIKAP menunjukkan bahwa efektivitas kebijakan ini masih rendah, maka perlu dilakukan revisi terhadap tarif retribusi atau mekanisme penerapannya agar lebih sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat dan tetap mendukung pendapatan daerah.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kenaikan tarif retribusi pelayanan pasar di Kabupaten Trenggalek merupakan kebijakan yang didasarkan pada kebutuhan peningkatan PAD dan penyesuaian terhadap inflasi serta fasilitas pasar. Namun, lonjakan tarif yang mencapai 400% ini telah menimbulkan keresahan di kalangan pedagang pasar, yang merasa terbebani oleh biaya yang terlalu tinggi dalam kondisi ekonomi yang masih rentan.
ADVERTISEMENT
Dari perspektif prinsip keadilan pajak, kebijakan ini berpotensi bertentangan dengan prinsip equity yang mengharuskan pajak dipungut secara adil sesuai dengan kemampuan wajib pajak. Selain itu, kurangnya transparansi dan sosialisasi yang memadai juga berkontribusi terhadap resistensi masyarakat terhadap kebijakan ini.
Sebagai langkah perbaikan, pemerintah daerah sebaiknya melakukan:
1. Evaluasi tarif retribusi dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi ekonomi lokal.
2. Sosialisasi yang lebih baik sebelum kebijakan diberlakukan agar masyarakat dapat bersiap.
3. Penerapan mekanisme bertahap dalam kenaikan tarif untuk mengurangi dampak ekonomi yang terlalu drastis.
4. Peningkatan transparansi dan keterlibatan masyarakat dalam penyusunan kebijakan retribusi.
Dengan pendekatan yang lebih inklusif dan transparan, diharapkan kebijakan retribusi daerah dapat berjalan lebih efektif tanpa mengorbankan kesejahteraan masyarakat kecil.
ADVERTISEMENT