Konten dari Pengguna

Menafsirkan Kepergian dalam Selamat Tinggal Karya Tere Liye

Shilvy maulani
Kesenian, kuliah di Universitas Syarif Hidayatullah
7 Oktober 2024 14:07 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shilvy maulani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
gambaran cover buku Tere Liye "Selamat Tinggal". Sumber foto
zoom-in-whitePerbesar
gambaran cover buku Tere Liye "Selamat Tinggal". Sumber foto
ADVERTISEMENT
Novel Selamat Tinggal karya Tere Liye menghadirkan kisah mendalam tentang kepergian, baik secara fisik maupun emosional. Kepergian dalam cerita ini bukan sekadar perpisahan dengan seseorang, tetapi juga simbol transformasi diri, perubahan hidup, dan proses penemuan makna. Melalui karakter utamanya, Bujang, Tere Liye membawa kita pada perjalanan yang mengajak pembaca untuk merenungkan berbagai bentuk kepergian dan dampaknya terhadap hidup seseorang.
ADVERTISEMENT
Bujang adalah seorang pemuda yang harus menghadapi banyak kepergian dalam hidupnya. Ia berulang kali dihadapkan pada kenyataan bahwa tidak semua orang atau hal bisa dipertahankan. "Kepergian itu tak pernah mudah, bahkan ketika kita tahu itu harus terjadi" (hlm. 45). Kutipan ini mencerminkan konflik batin Bujang ketika harus melepaskan hal-hal yang pernah ia anggap penting.
Salah satu kepergian paling signifikan dalam hidup Bujang adalah perpisahannya dengan keluarga dan kehidupan lamanya. Dalam novel, Tere Liye menggambarkan betapa beratnya meninggalkan akar, namun terkadang hal itu diperlukan untuk berkembang. "Kadang kita harus berani pergi, meninggalkan apa yang kita kenal untuk menemukan diri kita yang sebenarnya" (hlm. 67). Melalui pengalaman ini, Bujang mulai memahami bahwa kepergian sering kali menjadi langkah pertama menuju pertumbuhan pribadi.
ADVERTISEMENT
Tere Liye juga menyoroti bahwa kepergian bukan hanya tentang kehilangan, tetapi tentang menghadapi ketidakpastian. Dalam perjalanan Bujang, ia sering kali dihadapkan pada pertanyaan tentang masa depan dan apa yang akan terjadi setelah ia pergi. "Kepergian selalu penuh dengan ketidakpastian, tapi justru di situlah kita menemukan keberanian kita" (hlm. 85). Novel ini menggambarkan bahwa menghadapi ketidakpastian adalah bagian penting dari proses kepergian.
Selain itu, novel ini menggambarkan bahwa setiap kepergian membawa pelajaran. Bujang sering kali merenung tentang apa yang ia pelajari dari setiap orang yang meninggalkan hidupnya. "Setiap kepergian meninggalkan jejak, bukan pada orang yang pergi, tapi pada mereka yang ditinggalkan" (hlm. 102). Di sini, Tere Liye menekankan bahwa kepergian tidak selalu tentang orang yang pergi, tetapi juga tentang perubahan yang dialami oleh mereka yang harus menerima kenyataan tersebut.
ADVERTISEMENT
Kepergian juga berperan sebagai alat untuk refleksi diri dalam novel ini. Bujang sering kali merenungkan dirinya setelah menghadapi perpisahan dengan orang-orang terdekat. "Kadang kita perlu pergi untuk bisa melihat dengan jelas siapa kita sebenarnya" (hlm. 118). Refleksi ini membawa Bujang pada pemahaman yang lebih dalam tentang dirinya dan peran yang harus ia mainkan dalam hidup.
Dalam Selamat Tinggal, Tere Liye juga menyoroti kepergian dalam konteks cinta. Bujang mengalami kepergian yang pahit dalam hubungan romantisnya, di mana ia harus menerima bahwa cinta tidak selalu bisa bertahan selamanya. "Cinta adalah tentang bertahan, tapi ada kalanya cinta juga tentang berani melepaskan" (hlm. 140). Kutipan ini menunjukkan bahwa cinta tidak hanya soal memiliki, tetapi juga tentang melepaskan ketika saatnya tiba.
ADVERTISEMENT
Kepergian dalam novel ini tidak selalu bersifat fisik. Ada juga kepergian emosional, di mana Bujang merasakan jarak yang semakin lebar antara dirinya dan orang-orang di sekitarnya. "Kadang kita merasa sudah jauh, meski kita belum benar-benar pergi" (hlm. 155). Ini adalah salah satu bentuk kepergian yang sering kali sulit diungkapkan, namun memiliki dampak yang mendalam pada karakter Bujang.
Tere Liye juga menghadirkan konsep kepergian dalam konteks mimpi dan harapan. Bujang yang awalnya memiliki banyak ambisi, pada akhirnya harus menghadapi kenyataan bahwa tidak semua impian bisa diwujudkan. "Kepergian bukan hanya tentang orang, tapi juga tentang impian yang harus kita relakan" (hlm. 175). Di sini, novel ini menunjukkan bahwa bagian dari pendewasaan adalah belajar untuk menerima kenyataan dan melepaskan harapan yang tidak bisa tercapai.
ADVERTISEMENT
Melalui kepergian, Bujang belajar bahwa hidup adalah tentang perubahan. "Hidup adalah serangkaian kepergian, kita datang dan pergi, dan di antaranya, kita menemukan makna" (hlm. 190). Novel ini mengajak pembaca untuk melihat bahwa kepergian adalah bagian alami dari hidup yang harus diterima, bukan dilawan.
Tere Liye juga menyentuh tema tentang kepergian sebagai bentuk kebebasan. Bujang, pada titik tertentu, menyadari bahwa pergi dari sesuatu atau seseorang sering kali adalah satu-satunya cara untuk membebaskan diri dari belenggu yang menahan. "Kepergian bukan tentang menyerah, tapi tentang membebaskan diri" (hlm. 210). Melalui perjalanan ini, Bujang menemukan kebebasan yang sesungguhnya.
Selain itu, kepergian juga menjadi ajang bagi Bujang untuk melihat kembali masa lalunya dan memahami apa yang benar-benar penting dalam hidupnya. "Kepergian selalu membawa kita kembali, bukan ke tempat asal, tapi ke dalam diri kita sendiri" (hlm. 225). Refleksi ini memberikan kedalaman pada karakter Bujang, menunjukkan bahwa setiap langkah ke depan selalu mengarah pada pemahaman yang lebih dalam tentang diri.
ADVERTISEMENT
Salah satu kutipan yang paling kuat dalam novel ini adalah, "Kita tidak bisa menghindari kepergian, karena setiap pertemuan selalu membawa perpisahan" (hlm. 240). Ini mencerminkan pandangan bahwa kepergian adalah bagian tak terhindarkan dari kehidupan, sesuatu yang harus diterima sebagai bagian dari siklus alamiah.
Novel ini juga menunjukkan bahwa kepergian sering kali membawa kedewasaan. Melalui berbagai pengalaman yang ia lalui, Bujang tumbuh menjadi pribadi yang lebih matang dan bijaksana. "Kepergian mengajarkan kita tentang arti kehilangan, tapi juga tentang kekuatan untuk bangkit" (hlm. 260). Ini menunjukkan bagaimana kepergian dapat menjadi pelajaran berharga bagi pertumbuhan pribadi.
Kepergian dalam Selamat Tinggal juga membawa tema tentang penemuan jati diri. Bujang, setelah melalui banyak perpisahan, akhirnya menemukan apa yang benar-benar penting baginya. "Kadang kita harus pergi jauh untuk menemukan siapa kita sebenarnya" (hlm. 280). Perjalanan ini tidak hanya fisik, tetapi juga emosional dan spiritual.
ADVERTISEMENT
Tere Liye juga menekankan bahwa kepergian sering kali membawa perubahan yang tidak terduga. "Kepergian mengubah kita, tidak hanya secara fisik, tetapi juga dalam cara kita melihat dunia" (hlm. 300). Di sini, Bujang menyadari bahwa setiap langkah yang diambil dalam hidupnya telah membentuk cara pandangnya terhadap kehidupan.
Selain itu, novel ini menggambarkan bahwa kepergian dapat membawa kedamaian. "Melepaskan bukan berarti kita kalah, tapi kadang itu adalah cara terbaik untuk menemukan kedamaian" (hlm. 315). Kutipan ini menekankan bahwa kepergian sering kali bukan tentang kehilangan, melainkan tentang menemukan ketenangan dalam diri sendiri.
Dalam konteks sosial, kepergian juga dihadirkan sebagai simbol dari perubahan besar yang terjadi di masyarakat. Bujang menyaksikan perubahan dalam komunitasnya, di mana banyak orang pergi meninggalkan tempat asal mereka untuk mencari kehidupan yang lebih baik. "Kepergian tidak hanya mengubah individu, tetapi juga komunitas" (hlm. 330). Tere Liye mengangkat tema ini untuk menunjukkan bagaimana pergerakan dan perubahan dapat mempengaruhi tatanan sosial.
ADVERTISEMENT
Melalui berbagai bentuk kepergian yang dihadirkan dalam novel Selamat Tinggal, Tere Liye mengajarkan bahwa hidup adalah serangkaian perpisahan yang tidak bisa dihindari. Namun, di balik setiap kepergian, selalu ada makna yang menunggu untuk ditemukan. "Pada akhirnya, setiap kepergian adalah sebuah pelajaran, bukan tentang apa yang hilang, tapi tentang apa yang kita temukan setelahnya" (hlm. 350).