Konten dari Pengguna

Misteri dan Makna di Balik Perpisahan dalam Novel Selamat Tinggal

Shilvy maulani
Kesenian, kuliah di Universitas Syarif Hidayatullah
7 Oktober 2024 14:24 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shilvy maulani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
foto cover novel Tere Liye "Selamat Tinggal". Sumber foto: Hasil ambil gambar sendiri di taman.
zoom-in-whitePerbesar
foto cover novel Tere Liye "Selamat Tinggal". Sumber foto: Hasil ambil gambar sendiri di taman.
ADVERTISEMENT
Tere Liye, seorang penulis yang kerap mengangkat tema-tema sosial dan kehidupan sehari-hari, kembali menghadirkan karyanya yang menggugah melalui novel Selamat Tinggal. Dalam novel ini, perpisahan menjadi tema sentral yang tidak hanya diartikan secara harfiah sebagai sebuah kepergian, melainkan juga sebagai sebuah proses pendewasaan diri, refleksi hidup, dan penerimaan. Melalui perjalanan karakter utamanya, pembaca diajak merenungi arti sebenarnya dari perpisahan.
ADVERTISEMENT
Novel ini bercerita tentang Bujang, seorang pemuda yang tumbuh di tengah kerasnya kehidupan. Ia harus menghadapi berbagai macam perpisahan sepanjang hidupnya, dari perpisahan dengan keluarga hingga dengan orang-orang yang penting baginya. Salah satu perpisahan yang paling signifikan adalah ketika Bujang harus meninggalkan kehidupannya yang lama untuk memulai babak baru. "Setiap perpisahan itu menyakitkan, bukan karena kehilangannya, tapi karena apa yang tidak lagi bisa diulang" (hlm. 105).
Melalui kutipan tersebut, Tere Liye menyoroti bahwa rasa sakit dari sebuah perpisahan bukan hanya soal kehilangan seseorang atau sesuatu, melainkan tentang hilangnya kesempatan untuk kembali ke masa-masa sebelumnya. Hal ini menjadi inti dari perjalanan Bujang, di mana ia dipaksa untuk menerima kenyataan bahwa hidup terus berjalan dan masa lalu tidak bisa diulang.
ADVERTISEMENT
Perpisahan dengan masa lalu tidak selalu datang dengan mudah. Bujang berkali-kali berusaha mempertahankan apa yang ia anggap penting, namun akhirnya harus mengakui bahwa beberapa hal tidak bisa dipertahankan selamanya. "Kita selalu ingin bertahan, meski kita tahu saatnya sudah tiba untuk melepaskan" (hlm. 123). Proses ini menggambarkan bahwa melepaskan bukan hanya soal menyerah, tetapi juga soal penerimaan dan kebijaksanaan.
Salah satu aspek menarik dari novel Selamat Tinggal adalah bagaimana Tere Liye menghadirkan makna yang lebih dalam di balik setiap perpisahan. Bukan sekadar pemutusan hubungan, tetapi juga sebagai kesempatan untuk refleksi diri dan menemukan arah baru dalam hidup. "Perpisahan selalu datang membawa pelajaran, entah itu pelajaran tentang cinta, keikhlasan, atau tentang siapa diri kita sebenarnya" (hlm. 150).
ADVERTISEMENT
Selain tema perpisahan, novel ini juga menyoroti bagaimana perpisahan dapat menjadi momen perubahan yang signifikan dalam hidup seseorang. Bujang yang pada awalnya terjebak dalam siklus kehidupan yang keras, perlahan mulai memahami bahwa setiap perpisahan membawanya lebih dekat pada pemahaman tentang dirinya sendiri. "Kadang kita harus berpisah untuk menemukan siapa diri kita yang sebenarnya" (hlm. 172).
Dengan latar belakang kehidupan yang keras dan penuh tantangan, Tere Liye mengajak pembaca untuk melihat bahwa perpisahan bukan akhir dari segalanya. Justru, perpisahan membuka pintu bagi awal yang baru. "Setiap akhir adalah awal, setiap perpisahan adalah gerbang menuju cerita baru" (hlm. 195). Bagi Bujang, setiap perpisahan membawanya pada keputusan-keputusan besar yang harus ia ambil dalam hidupnya.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks keluarga, perpisahan juga memainkan peran penting. Hubungan Bujang dengan ayahnya adalah salah satu yang paling berpengaruh dalam hidupnya. "Aku selalu takut kehilangan ayahku, tapi pada akhirnya, aku harus menerima bahwa semua yang kita cintai suatu hari akan pergi" (hlm. 210). Kutipan ini mencerminkan ketakutan universal manusia terhadap kehilangan orang yang dicintai, namun juga menunjukkan bahwa perpisahan adalah bagian alami dari kehidupan.
Tidak hanya dalam hubungan keluarga, novel ini juga menyoroti perpisahan dalam konteks persahabatan. Dalam salah satu bagian novel, Bujang harus berpisah dengan sahabatnya, yang memaksanya untuk merenungkan kembali arti persahabatan sejati. "Persahabatan yang sebenarnya tidak diukur dari seberapa lama kita bersama, tetapi dari seberapa kita saling mengerti, bahkan ketika kita terpisah" (hlm. 235).
ADVERTISEMENT
Tere Liye juga menunjukkan bahwa perpisahan tidak selalu harus disertai dengan rasa sakit atau penyesalan. Ada kalanya perpisahan menjadi hal yang membebaskan. "Mungkin perpisahan ini yang terbaik, agar kita bisa menemukan kebahagiaan kita masing-masing" (hlm. 245). Bujang akhirnya menyadari bahwa terkadang, memaksakan diri untuk tetap bersama justru akan menyakiti kedua belah pihak.
Selain perpisahan dengan orang-orang terdekat, novel ini juga mengeksplorasi perpisahan dengan impian dan harapan. Bujang yang pada awalnya memiliki cita-cita besar, akhirnya harus berhadapan dengan kenyataan bahwa tidak semua impian bisa diwujudkan. "Tidak semua mimpi harus kita kejar sampai akhir. Ada kalanya, kita harus berani mengucapkan selamat tinggal" (hlm. 270).
Meski perpisahan sering kali diidentikkan dengan kehilangan, novel ini juga mengajarkan bahwa ada kekuatan besar dalam melepaskan. Bujang menyadari bahwa melepaskan sesuatu tidak berarti kita kehilangan segalanya, melainkan kita memberi ruang bagi hal-hal baru yang lebih baik. "Melepaskan bukan berarti kita kalah, tapi memberi diri kita kesempatan untuk memulai lagi" (hlm. 290).
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, novel Selamat Tinggal adalah refleksi mendalam tentang hidup, perpisahan, dan perubahan. Tere Liye berhasil menyajikan perpisahan sebagai sesuatu yang kompleks, namun juga sarat makna. Setiap kutipan yang disajikan mengundang pembaca untuk merenungi makna perpisahan dalam kehidupan mereka sendiri.
Melalui perjalanan Bujang, pembaca diajak untuk memahami bahwa perpisahan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan bagian dari siklus kehidupan yang tak terelakkan. Seperti yang diungkapkan dalam salah satu kutipan terakhir novel ini, "Pada akhirnya, kita semua harus belajar untuk mengucapkan selamat tinggal, karena di sanalah kita menemukan makna sejati dari hidup" (hlm. 310).
Summary: Artikel ini menggali lebih dalam tentang tema perpisahan dalam novel Selamat Tinggal, disertai kutipan-kutipan penting yang memperkuat analisis tema tersebut.
ADVERTISEMENT