Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Antropologi Budaya: Gereja Merah di Kota Probolinggo
14 April 2022 17:20 WIB
Tulisan dari Shinta Risti Nata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kota Probolinggo memiliki banyak peninggalan-peninggalan bangunan bekas jajahan Belanda. Belanda yang pernah menjajah Probolinggo meninggalkan bangunan-bangunan yang saat ini masih digunakan. Meskipun Kota Probolinggo kurang dikenal oleh masyarakat luar, tetapi peninggalan-peninggalannya sangat terkenal dan membuat banyak masyarakat menjadi tertarik. Salah satu bangunan bekas peninggalan Belanda yaitu gereja merah.
ADVERTISEMENT
Gereja merah dibangun masa pendudukan VOC. Disebut gereja merah karena keseluruhan pada bagian luar gereja tersebut berwarna merah menyala. Gereja merah memiliki nama resmi yakni Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Immanuel. Letaknya yang strategis membuat gereja ini menjadi pusat perhatian bagi banyak orang. Gereja merah terletak di Jalan Suroyo nomor 32 Probolinggo, seperti yang telah diketahui bahwa Jalan Suroyo merupakan jalan yang dipenuhi rumah orang-orang Belanda.
Probolinggo memiliki wilayah yang sangat subur dan ahli dalam bidang pertanian. Menurut Sapto (1999) pada tahun 1823, Kerasidenan Probolinggo berhasil mencetak sawah seluas 40.319 hektar. Dalam kebijakan tanam paksa (Cultur stelsel), probolinggo sangat berperan penting. Tanaman yang menjadi primadona adalah tebu. Terdapat perkebunan tebu serta dibangunnya pabrik gula, seperti Pabrik Gula Soember Kareng, Pabrik Gula Wonoasih, dan Pabrik Gula Wonolangan. Hal ini membuat Pemerintah Kolonial Belanda membuat kebijakan yaitu dengan mendatangkan para tenaga kerja dari wilayah timur (Ambon, Maluku, NTT).
ADVERTISEMENT
Mayoritas para pekerja tersebut memeluk agama Nasrani yang juga membutuhkan tempat ibadah yakni gereja. Kemudian, Pemerintah Kolonial Belanda membangun rumah ibadah untuk para pekerja yang beragama Nasrani dan orang-orang Belanda di sekitarnya. Pembangunan gereja ini menggunakan sistem bongkar pasang, juga terdiri dari 1169 bagian baja dan besi. Bagian kerangka dan besi didatangkan langsung dari Belanda melalui Pelabuhan Tanjung Tembaga yang tidak jauh dari gereja merah.
Di zaman modern ini, semua orang dapat memainkan sosial media dan berbondong-bondong untuk mengunggah sesuatu yang terlihat menarik. Mereka akan berusaha mencari suatu hal yang dianggap tidak biasa dan berbeda dari yang lain. Salah satunya dengan berfoto di bagian depan gereja merah. Letaknya yang berada di pusat kota membuat masyarakat menjadi tertarik dan berniat untuk mengabadikan momen bersama gereja merah. Tidak hanya menjadi tempat ibadah, namun gereja merah ini sangat populer di kalangan remaja. Dengan diunggahnya hasil momen tersebut di sosial media, masyarakat dari luar probolinggo dapat mengetahui bahwa terdapat gereja yang sangat unik.
ADVERTISEMENT