Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Konsep Dewa Raja bagi Kerajaan di Asia Tenggara
18 Mei 2022 13:03 WIB
Tulisan dari Shinta Risti Nata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Asia Tenggara merupakan wilayah yang cukup strategis sehingga sering dijadikan tempat persinggahan atau berdagang. Dari kegiatan tersebut, terjadi adanya pembauran budaya dari luar wilayah. Salah satunya yaitu munculnya Peradaban India yang mulai masuk kawasan Asia Tenggara. Salah satu konsep yang berasal dari Peradaban India yang mulai menjalar di Asia Tenggara yaitu konsep dewa raja. Seperti yang sudah diketahui bahwa India membawa Agama Hindu, kemudian agama tersebut dianut oleh sebagian besar masyarakat di Asia Tenggara pada zaman kuno. Konsep dewa raja adalah esensi kedewataan yang dipercaya berada dalam diri raja sehingga raja dianggap berwibawa seperti dewa.
ADVERTISEMENT
Dewa yang menjadi perhatian yaitu Dewa Siwa dan Dewa Wisnu. Banyak raja-raja di Asia Tenggara yang menganggap dirinya sebagai titisan Dewa Wisnu. Raja yang dianggap sebagai titisan Dewa Wisnu memiliki tugas yakni mengatur dan memelihara kerajaan. Raja dianggap sebagai reinkarnasi dewa. Namun, terdapat teori dari Heini-Geldern yang mengalami perbaikan terhadap teori yang menganggap raja adalah titisan dewa. Berbeda dengan pernyataan yang mengatakan raja sebagai titisan dewa, teori ini menganggap raja sebagai mata rantai yang diberikan kekuasaan dewa dan mengalir pada kehidupan manusia, namun raja masih bersifat sakral. Tugas raja yang memelihara dan menjaga kemakmuran kerajaan akan tetap terjaga apabila raja tersebut melakukan meditasi dan upacara keagamaan.
Terjadi pemusatan kekuasaan dalam diri raja untuk mendekatkan diri kepada dewa. Pendekatan tersebut dilakukan dengan cara bertapa, meditasi, yoga dan pemujaan yang dilakukan secara terus-menerus.
ADVERTISEMENT
Contohnya saja di Kamboja. Kamboja memiliki karakteristik dari implementasi konsep dewa raja salah satunya yaitu didirikannya bangunan suci. Pendirian bangunan itu memerlukan tenaga dan biaya yang tidak sedikit. Seperti pada masa Jayawarman II yang membuat bekas-bekas bangunan dan ditemukan hampir di semua tempat yang pernah ditinggalinya. Penemuan sebuah menara di Sambor Prei, Bantey Prei Nokor, dan di Ku-len. Baik menara maupun piramida yang ditemukan memiliki kemiripan terhadap gunung suci yang didalamnya ditempatkan lingga.
Pada masa Jayawarman II terdapat usaha yang kuat agar dapat menciptakan kesenian sehingga seniman dari penjuru negeri dikumpulkan agar dapat mewujudkan cita-cita tersebut.
Raja Jayawarman II merupakan salah satu raja yang cukup makmur saat memerintah Kerajaan Khmer. Beliau memerintahkan untuk membangun arca yang mirip dengan dirinya. Dibangunnya menara-menara kolosal yang merupakan wujud implementasi dari konsep dewa raja.
ADVERTISEMENT
Namun ternyata, konsep ini meninggalkan banyak penderitaan bagi rakyat karena rakyat menjadi bahan eksploitasi untuk memenuhi impian raja sehingga konsep ini mulai pudar, ditambah lagi muncul agama baru yaitu agama Buddha Theravada. Agama ini menekankan pola hidup yang sederhana. Popularitas monumen-monumen kolosal dan paham terhadap kemegahan seorang raja mulai menurun.