Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Hardiknas dan Masa Depan Pendidikan Dua Putri Saya
4 Mei 2024 11:05 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Shinta Silvia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pendidikan sangat penting untuk perempuan Indonesia yang masih terjebak dengan budaya patriarki yang menempatkan perempuan sebagai second class yang sekadar mengurus dapur, kamar dan kasur. Padahal, perempuan dan pria seharusnya setara dalam berbagai posisi di dalam ruang publik, sosial, politik dan apalagi pendidikan.
ADVERTISEMENT
Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke-20, perempuan Indonesia paling tidak telah berkiprah besar di nusantara yang diwakili oleh sosok R.A Kartini (1879-1904). Beliau telah menuliskan risalahnya yang populer dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang yang berisi kumpulan suratnya kepada temannya di Eropa yang mencakup pemikiran-pemikirannya terkait pendidikan, perkawinan, kesetaraan gender, dan kebebasan berbicara.
Pemikiran emansipasi R.A Kartini ini sejatinya tak jauh berbeda dari pemikiran sosok Nyai Ontosoroh yang digambarkan oleh Pramudya Ananta Toer dalam novel Bumi Manusia sebagai perempuan revolusioner. Nyai Ontosoroh adalah perempuan pribumi yang juga memiliki wawasan luas tentang adat dan budaya Eropa sekaligus berani memperjuangkan haknya, terutama hak putrinya, Annelies.
Jika di masa lalu, telah ada figur perempuan nusantara telah berkiprah dan mencoba berpikir terbuka maka di era modern hari ini di Indonesia seharusnya perempuan harus lebih mandiri dan hebat lagi. Titik awal untuk menciptakan perempuan modern, mandiri dan hebat di negeri ini harus diawali dari menfasilitasi dan memberikan akses pendidikan yang baik bagi kaum perempuan.
ADVERTISEMENT
Saya memiliki dua anak perempuan yang saya harapkan berkiprah di ruang publik dan berkontribusi untuk negeri ini di masa depan. Saya berjuang untuk memberikan pendidikan yang layak kepada keduanya di tengah mahal dan kompetitifnya biaya pendidikan dasar di negeri ini. Tentu, saya juga harus memikirkan masa depan pendidikan tingginya yang saya harapkan mendapatkan beasiswa di tengah mahalnya biaya pendidikan tinggi di mana pun hari ini.
Alhasil, Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) dapat menjadi momentum memikirkan pendidikan anti-patriarki dan upaya memperjuangkan nasib generasi perempuan Indonesia melalui sektor pendidikan.
Sayangnya, pendidikan dasar dan pendidikan tinggi hari ini yang dikelola oleh swasta sangat mahal untuk pendapatan rata-rata masyarakat Indonesia. Sementara institusi pendidikan yang dikelola oleh negara masih belum memperlihatkan kualitas yang merata di seluruh penjuru tanah air. Selamat hari pendidikan dan semoga generasi perempuan Indonesia semakin hebat di masa-masa mendatang.
ADVERTISEMENT