Konten dari Pengguna

Keseimbangan Ekologis Di Antara Stabilitas dan Katastropik

Shinta Silvia
Staf Pengajar Teknik Lingkungan Universitas Andalas. Alumni Yokohama National University, Japan.
3 Oktober 2024 10:36 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shinta Silvia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Keseimbangan ekologis adalah puncak pemikiran ekologi dan mencerminkan harapan terciptanya harmoni antara manusia dan alam. Namun, konsep ini sangat dilematis ketika dipandang melalui lensa interpretasi normatif ekologi. Maurer (1982) menggambarkan ekologi sebagai ilmu tentang keseimbangan dan hubungan harmonis antara manusia dan alam non-manusia.
ADVERTISEMENT
Schönherr (1985) bahkan memberikan dimensi romantis metafisik pada keseimbangan ekologis dan mengaitkannya dengan bumi. Ia menilai bahwa pelanggaran keseimbangan ekologis identik dengan pelanggaran terhadap alam.
Burung hantu berkontribusi menjaga keseimbangan ekologis. Foto: https://www.pexels.com
Sesungguhnya kenyataan ekologis jauh lebih dinamis dan kompleks dari sekadar gagasan ideal tentang keseimbangan. Keseimbangan dalam ekologi seringkali dianalogikan dengan keseimbangan dalam mekanika di mana keadaan stabil dicapai ketika dua gaya saling meniadakan.
Dalam konteks ekologi, hal ini menncerminkan hubungan antara populasi predator dan mangsa yang mencapai keseimbangan dinamis. Misalnya, jumlah burung hantu dan tikus di suatu ekosistem mungkin tampak stabil secara umum meskipun mengalami fluktuasi dalam jangka pendek.
Namun, perbedaan mendasar antara konsep keseimbangan mekanis dan ekologis terletak pada sifat dinamis ekosistem. Tidak seperti dalam mekanika yang bersifat statis, ekosistem selalu bergerak dan berubah akibat interaksi internal maupun eksternal.
ADVERTISEMENT
Keseimbangan ekologis seringkali terjalin dalam konteks osilasi populasi di mana sistem cenderung berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata alih-alih mencapai keseimbangan mutlak. Misalnya, populasi burung hantu dan tikus tidak pernah mencapai angka tetap melainkan terus berosilasi akibat mekanisme umpan balik internal dalam ekosistem tersebut. Penggunaan istilah keseimbangan hanya relevan jika mengacu pada nilai rata-rata dan mengabaikan gangguan-gangguan eksternal yang tidak dapat diprediksi.
Gangguan alamiah baik kecil maupun besar memainkan peran penting dalam mempertahankan dinamika ekosistem. Fenomena seperti pohon tumbang atau hilangnya tepi sungai mungkin tampak kecil. Namun bagi organisme tertentu, ini bisa menjadi bencana ekologis.
Sebaliknya, spesies lain mungkin diuntungkan dari gangguan ini, misalnya spesies oportunis yang berkembang biak dengan cepat setelah gangguan kecil. Gangguan dan bencana besar seperti kebakaran hutan meski tampak merusak sebenarnya merupakan bagian dari proses alamiah yang menjaga ekosistem tetap dinamis.
ADVERTISEMENT
Misalnya api berfungsi sebagai parameter penting dalam sabana, menghambat pertumbuhan spesies berkayu dan merangsang regenerasi rumput. Bencana alam besar seperti banjir, badai, atau perubahan iklim yang seringkali dianggap sebagai kehancuran, sebenarnya memiliki peran mendasar dalam mengarahkan struktur dan perkembangan ekosistem.
Kebakaran hutan dapat menghalangi suksesi ekologis menuju komunitas klimaks yang stabil, sementara badai atau kerusakan bendungan dapat menciptakan pola suksesi yang lebih mosaik yang esensial bagi kelangsungan banyak spesies.
Peristiwa alam di mana proliferasi massal plankton beracun memusnahkan ribuan ikan bukanlah tanda ketidakseimbangan ekologis, melainkan indikasi kondisi lingkungan yang sangat menguntungkan bagi spesies tertentu.
Sejarah evolusi memperlihatkan bahwa gangguan dan bencana besar seperti jatuhnya meteorit yang menyebabkan kepunahan massal berperan penting dalam mengarahkan dinamika evolusi. Gangguan iklim juga berdampak besar seperti yang terlihat dalam perubahan flora dan fauna dari periode Tersier hingga Pleistosen.
ADVERTISEMENT
Bukti dari pengeboran es di Greenland menunjukkan bahwa fluktuasi iklim global telah menjadi pendorong utama perubahan ekosistem selama ratusan ribu tahun. Gangguan-gangguan ini baik yang tiba-tiba maupun yang perlahan memaksa organisme beradaptasi, membuka jalan bagi perkembangan evolusi baru.
Dalam ekologi, gagasan tentang keseimbangan yang stabil adalah penyederhanaan yang tidak sepenuhnya akurat. Proses evolusi menunjukkan bahwa gangguan alamiah tidak hanya tak terelakkan, tetapi juga produktif dalam memacu perubahan dan adaptasi.
Jika keseimbangan ekologis yang sempurna ada, proses evolusi mungkin akan terhenti, dan spesies baru tidak akan muncul untuk menggantikan yang lama. Sebaliknya, ekosistem terus mengalami gangguan yang akhirnya mendorong spesies untuk beradaptasi dan berkompetisi.
Keseimbangan ekologis lebih merupakan konsep relatif yang berlaku dalam kerangka waktu tertentu. Hutan mungkin tetap ada selama ratusan tahun meskipun mengalami perubahan kuantitatif dan kualitatif. Namun, jika gangguan terlalu besar dan sistem tidak mampu memulihkan informasi ekologis yang terkandung di dalamnya, maka sistem tersebut tidak dapat kembali ke keadaan semula.
ADVERTISEMENT
Istilah kehancuran keseimbangan ekologis sering digunakan secara keliru karena menyiratkan bahwa hanya ada satu keadaan keseimbangan yang mungkin untuk suatu ekosistem. Faktanya, setelah gangguan, sistem dapat memasuki keseimbangan baru yang berbeda dari yang sebelumnya (Gorke, 2003).
Di balik bencana letusan gunung berapi dapat menghasilkan lahar dingin yang dapat menyuburkan tanah pertanian dan perkebunan di sekitar gunung. Foto: https://www.pexels.com
Alhasil, keseimbangan ekologis tidak dapat dipahami sebagai keadaan tetap atau harmonis saja. Setiap gangguan alamiah atau antropogenik juga dapat mendorong ekosistem untuk mencari keseimbangan baru, dan tidak ada satu kondisi yang dapat dianggap lebih alami atau lebih baik daripada yang lain. Dengan kata lain, stabilitas atau perubahan ekosistem jika terjadi harus dipertimbangkan dalam konteks nilai-nilai manusia, kepentingan ekonomi, dan keadilan antargenerasi serta antarmakhluk hidup yang ada.