Konten dari Pengguna

Perbedaan dalam Pemahaman Fikih? Tidak Masalah!

Syamil Fatih
Mahasiswa di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21 Desember 2022 13:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Syamil Fatih tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dewasa ini, sering sekali kita lihat pertikaian ketika ada perbedaan dalam pendapat fikih. Pertikaian ini lebih sering kita jumpai di media sosial, walaupun di dunia nyata perkelahian kadang terjadi. Masyarakat di Indonesia lebih sering melakukan perdebatan di media sosial mengenai perbedaan pendapat fikih. Tak jarang juga sampai mengolok-olok lawannya.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, hampir setahun yang lalu pernah viral video sekelompok santri yang menutup telinganya ketika terdengar suara musik karena mereka berpendapat musik itu haram. Tetapi ada saja oknum dari organisasi masyarakat tertentu yang mencaci maki perilaku tersebut seperti menganggap hal tersebut tidak mengikuti perkembangan zaman. Begitu pula sebaliknya, ada kelompok yang menganggap maulid adalah hal bidah dan mencaci maki yang merayakan maulid.
Setiap orang memiliki perbedaan pandangan terhadap suatu perkara. Sumber: https://www.shutterstock.com/search/different-opinion
zoom-in-whitePerbesar
Setiap orang memiliki perbedaan pandangan terhadap suatu perkara. Sumber: https://www.shutterstock.com/search/different-opinion
Perlu diketahui, dalam Islam perbedaan dan persetujuan pendapat merupakan hal yang lumrah dalam kalangan ulama. Ini disebut dengan ittifaq dan ikhtilaf. Ittifaq adalah persetujuan atau kesepakatan antara jumhur ulama dalam persoalan fikih. Bedanya dengan ijma’ adalah cakupan yang dibahas dalam ittifaq terikat dengan waktu. Sebagai contoh, jumhur ulama sepakat bahwa segala bentuk riba dan perjudian hukumnya haram.
ADVERTISEMENT
Sedangkan ikhtilaf adalah perbedaan pendapat fikih dalam kalangan ulama. Perbedaan pendapat juga merupakan hal yang wajar dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana hakikatnya yang dijelaskan dalam Q.S. Hud ayat 118 dan 119 yang berarti “Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka." Menurut Muhammad Zuhri, ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat, yaitu; sumber hukum, metode ijtihad, dan adat istiadat (‘urf).
Tetapi tidak semua perbedaan pendapat dalam ilmu fikih bisa diterima begitu saja. Terdapat dua macam ikhtilaf yaitu ikhtilaf mahmud (terpuji) dan ikhtilaf madzmum (tercela). Ikhtilaf mahmud ini adalah perbedaan pendapat yang tidak dianggap salah karena didapatkan dari hasil ijtihad yang berlandaskan niat untuk mencari kebenaran. Perbedaan pendapat ini dapat diwajarkan dan tidak menjadi permasalahan dari segi akidah maupun syariah.
ADVERTISEMENT
Sedangkan ikhtilaf madzmum ini diambil dari proses ijtihad yang salah dan mengutamakan keinginan sendiri sehingga bisa menjadi masalah dari segi akidah dan syariah. Salah satu contoh dari ikhtilaf mahmud dalam fikih muamalah adalah berapa persen jumlah zakat yang harus diterima seorang amil. Sedangkan contoh dari ikhtilaf madzmum antara lain segala bentuk pemahaman syiah, dan pembolehan investasi cryptocurrency.
Dari berbagai jenis pendapat, bagaimana cara kita bisa memilahnya? Dan apa sikap kita jika ada yang memiliki beda pendapat? Karena kita tinggal di Indonesia, kita harus mengikuti ijtihad yang pakem yaitu fatwa dari DSN-MUI. Karena fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI sudah disesuaikan dengan lingkungan dan kebudayaan di Indonesia.
Kalaupun seseorang tidak menggunakan DSN-MUI sebagai referensi fikihnya, itulah hak mereka. Selama tidak menyalahi akidah dan syariah, maka sah saja. Lain halnya jika perbedaan pendapat tersebut jelas menimbulkan mudharat dari segi maslahah dan akidah. Misalnya, jika membuat kekerasan atau kerusakan, kekufuran, dan kezaliman terhadap makhluk hidup sehingga pendapat-pendapat seperti itu yang harus kita jauhi.
ADVERTISEMENT
Perlu diketahui juga sebagai patokan dalam perbedaan pemahaman fikih, ada yang disebut dengan empat Imam mazhab yaitu mazhab Syafi'i, Hambali, Hanafi, dan Maliki. Masing-masing mazhab tersebut memiliki pendekatan ijtihad yang berbeda-beda dan memiliki perbedaan dalam keputusan hukum suatu fikih. Jadi, para ulama terdahulu tidak secara sembarang melakukan ijtihad melainkan mendapatkan referensi dari empat Imam mazhab tersebut.
Sebagai contoh, kalangan ulama Syafi’i mengharamkan transaksi secara online, sedangkan kalangan ulama Hanafi menganggap itu mubah. Tetapi dalam lingkup mereka tidak pernah terjadi konflik yang sengit akibat perbedaan pendapat ini dan para ulama saling toleransi dengan adanya tersebut.
Intinya, kita harus menjaga adab kita ketika terjadi perbedaan dalam pendapat fikih selama tidak merugikan atau mengakibatkan kekufuran. Walaupun berpendapat, kita harus memiliki rujukan ulama yang memegang pendapat tersebut.
ADVERTISEMENT