Gaya Hidup Konsumtif, Apakah Termasuk dalam Perilaku Konformitas?

Shofa Andina Itsnayani
Mahasiswa S1 Fakultas Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Konten dari Pengguna
7 Juni 2022 19:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shofa Andina Itsnayani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Fashion zaman sekarang sangat beragam membuat daya beli juga meningkat. Editing dan foto from Canva
zoom-in-whitePerbesar
Fashion zaman sekarang sangat beragam membuat daya beli juga meningkat. Editing dan foto from Canva
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam kehidupan saat ini, kita disibukkan untuk memenuhi suatu kebutuhan khusus yang perlu terpenuhi dengan berlandaskan sebuah “keinginan” dibandingkan dengan kebutuhan. Ada banyak faktor yang menyebabkan sebuah “keinginan” tersebut perlu dipenuhi, contohnya tidak mau ketinggalan tren, ingin menjadi seseorang yang selalu up to date, ingin terlihat fashionable dan keren, dan banyak alasan lainnya. Hal ini dapat membuat suatu gaya hidup konsumtif.
ADVERTISEMENT
Anggasari dalam Hotpascaman (2010:12) mendefinisikan suatu perilaku konsumtif adalah tindakan membeli barang-barang yang kurang atau tidak diperhitungkan, sehingga sifatnya menjadi berlebihan. Lalu menurut Lubis (dalam Sumartono, 2002) yang mendefinisikan perilaku konsumtif sebagai suatu perilaku yang tidak lagi berdasarkan pada pertimbangan yang rasional, melainkan karena adanya keinginan yang sudah mencapai taraf yang sudah tidak rasional lagi. Perilaku konsumtif itu melekat pada seseorang bila orang tersebut membeli sesuatu diluar kebutuhan rasionalnya dan pembelian tidak lagi didasarkan pada faktor kebutuhan (need) tetapi sudah pada faktor keinginan (want).
Sejalan dengan penjelasan oleh Sembiring (2008), bahwa orang-orang yang berperilaku konsumtif dapat dikatakan bahwa mereka tidak lagi mempertimbangkan sebuah fungsi dan kegunaan dalam membeli suatu barang, melainkan mempertimbangkan sebuah prestise yang ada pada barang tersebut. Tambunan (2001) menambahkan bahwa perilaku konsumtif merupakan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan, hanya saja secara berlebihan untuk mencapai sebuah kepuasan maksimal.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya hal itu, perilaku konformitas bisa mendukung akan terjadinya perilaku konsumtif. Individu tersebut melihat dan mencontoh suatu kelompok referensi untuk memenuhi sebuah kebutuhan tentang penerimaan dan pengakuan. Mowen & Minor (2002) mendefinisikan sebuah kelompok referensi sebagai kelompok yang dianggap sebagai kerangka rujukan bagi seorang individu dalam pengambilan keputusannya untuk melakukan pembelian atau konsumsi mereka.

Apa itu perilaku konformitas?

Baron dan Byrne (2004) mendefinisikan perilaku konformitas adalah sebuah penyesuaian perilaku remaja untuk menganut norma kelompok sebagai acuan, menerima aturan-aturan kelompok yang mengatur cara remaja berperilaku sebagai konformitas. Seseorang dapat melakukan konformitas hanya karena didasarkan pada harapan kelompok atau masyarakat.
Perilaku konformitas juga berhubungan dengan teman sebaya yang bisa dijadikan sebuah kelompok referensi bagi seorang individu. Chen-Yu dan Seock (dalam Derussy, 2008) menjelaskan bahwa keinginan yang kuat untuk melepaskan diri dari keterikatan dengan orang tua, membuat remaja mencari dukungan sosial melalui teman sebaya. Kelompok teman sebaya menjadi suatu sarana sekaligus tujuan dalam pencarian jati dirinya. Berk (dalam Sitohang, 2009) menjelaskan bahwa konformitas terhadap kelompok teman sebaya ternyata merupakan suatu hal yang paling banyak terjadi pada fase remaja.
ADVERTISEMENT
Konformitas teman sebaya adalah perilaku dimana seseorang melakukan penyesuaian meliputi nilai, sudut pandang, dan perilaku lain agar tidak bertentangan dan mendapatkan sebuah penerimaan serta pengakuan sebagai anggota kelompok dari teman-teman kelompoknya. Bagi para remaja, hubungan teman sebaya ini menjadi sarana belajar untuk mengamati dan meneliti minat serta pandangan teman sebayanya dengan tujuan untuk memudahkan proses penyatuan dirinya ke dalam aktivitas teman sebaya.
Teman sebaya memiliki pengaruh yang besar terhadap perubahan perilaku individu. Teman sebaya juga dapat memberikan penguatan secara positif maupun negatif. Dalam Ma’rufah, dkk (2015:110) menjelaskan bahwa ada banyak konformitas teman sebaya yang berperan positif. Misalnya teman sebaya yang sebagian besar anggotanya patuh terhadap tata tertib sekolah, maka akan meningkatkan kepatuhan pada setiap anggota kelompok tersebut.
ADVERTISEMENT
Sesuai dengan pendapat Kurniawan (2017:151) bahwa banyak juga pengaruh teman sebaya yang bersifat negatif. Terlebih anak jaman sekarang cenderung untuk membenarkan anggapan dari kelompoknya tanpa menghiraukan benar atau tidaknya. Seperti yang ditambahkan oleh Agustiana (2015:23) bahwa kelompok teman sebaya, khususnya yang anggotanya adalah seorang pelajar, akan sering menentang norma dan nilai yang berlaku, baik di sekolah maupun di masyarakat, karena semua perbuatan yang akan dilakukan harus sesuai dengan persetujuan kelompoknya dan kelompok teman sebaya memiliki keterikatan dengan para anggotanya.

Alasan yang membuat seorang individu melakukan sebuah konformitas

1. Keinginan untuk disukai
Sebagai proses dari sebuah internalisasi dan proses belajar ketika kecil, banyak individu melakukan konformitas untuk mendapat sebuah persetujuan dan pengakuan dari orang lain. Persetujuan tersebut berupa sebuah pujian, di mana siapapun akan senang sekali mendapat sebuah pujian dan hal itu dapat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
ADVERTISEMENT
2. Rasa takut akan penolakan
Konformitas sering dilakukan agar individu mendapatkan penerimaan dari kelompok atau lingkungan tertentu. Jika individu tersebut memiliki sebuah pandangan atau perilaku yang berbeda, maka individu tersebut tidak akan dianggap sebagai bagian dari kelompok atau lingkungan tersebut.
3. Keinginan untuk merasa benar
Banyak keadaan yang menyebabkan individu berada dalam posisi yang dilematis karena tidak mampu mengambil sebuah keputusan. Jika ada orang lain dalam kelompoknya tersebut mampu mengambil keputusan yang dirasa olehnya benar, maka dirinya akan ikut serta agar dianggap benar.
4. Konsekuensi kognitif
Kebanyakan individu yang berpikir melakukan konformitas adalah konsekuensi kognitif akan keanggotaan mereka terhadap kelompok dan lingkungan di mana mereka berada.

Terdapat dua faktor yang menyebabkan seseorang berperilaku konformitas

Deutsch dan Gerrard (1955), menjelaskan bahwa terdapat dua faktor juga yang menyebabkan seseorang berperilaku konformitas, diantaranya yaitu
ADVERTISEMENT
1. Pengaruh norma
Konformitas dapat disebabkan oleh keinginan untuk memenuhi harapan orang lain, karena hal tersebut untuk dapat diterima oleh orang lain. Contohnya adalah para pejabat-pejabat yang ingin naik pangkat atau mencari status, menyetujui saja segala sesuatu yang dikatakan atasannya (Hollander, 1958).
2. Pengaruh informasi
Konformitas dapat dipengaruhi oleh adanya bukti-bukti dan informasi-informasi mengenai realitas yang diberikan oleh orang lain yang dapat membuatnya diterima atau tidak (kotia, 1992).

Terdapat dua faktor yang membuat individu tidak melakukan konformitas

Meskipun demikian, ada dua faktor juga yang membuat individu tidak melakukan konformitas, diantaranya yaitu
1. Deindividuasi
Deindividuasi dapat terjadi ketika individu ingin dibedakan dari orang lain. Individu tersebut akan menolak untuk menyesuaikan dirinya karena tidak ingin dianggap sama dengan yang lain.
2) Merasa menjadi orang bebas
ADVERTISEMENT
Individu juga dapat menolak untuk menyesuaikan diri, karena dirinya memang tidak ingin menyesuaikan diri. Menurutnya, tidak ada hal yang bisa memaksa dirinya untuk mengikuti norma sosial yang ada.

Hubungan konformitas dengan gaya hidup yang konsumtif

Terdapat sebuah penelitian yang menjelaskan keterkaitan antara konformitas dengan gaya hidup konsumtif. Penelitian tersebut dilakukan oleh Nur Fitriyani, Prasetyo Budi Widodo, dan Nailul Fauziah (2013) dengan subjek penelitian yaitu mahasiswi dengan karakteristik tinggal di kos, berusia 18-21 tahun, dan tinggal di perumahan Genuk Indah, Semarang.
Hasil dari penelitian tersebut, didapatkan hasil yang menunjukkan sebuah nilai korelasi sebesar 0,333 dengan sumbangan efektif sebesar 10,9%. Hal itu bermaksud bahwa konformitas mempengaruhi sebuah munculnya perilaku konsumtif pada mahasiswi kos sebesar 10,9%, dan sisanya sebesar 89,1% dipengaruhi oleh faktor lain. Berdasarkan kategorisasi perilaku konsumtif, sebesar 41,27% (52 dari 126 orang) partisipan penelitian, berada pada kategori tinggi. Hal itu menunjukkan bahwa rata-rata mahasiswi kos di perumahan Genuk Indah memiliki perilaku konsumtif yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Nilai rxy menghasilkan nilai positif, hal itu menunjukkan arah hubungan kedua variabel positif, maksudnya adalah semakin tinggi konformitas yang dimiliki oleh mahasiswi, maka semakin tinggi pula perilaku konsumtifnya. Begitu sebaliknya, semakin rendah konfomitas yang dimiliki oleh mahasiswi tersebut, maka perilaku konsumtifnya akan semakin rendah.
Munculnya hubungan antara konformitas dengan perilaku konsumtif dalam penelitian ini, disebabkan karena pada hakikatnya konformitas menjadi sebuah faktor eksternal yang memunculkan perilaku konsumtif pada mahasiswi kos, karena dalam hal ini terjadi sebuah interaksi intensif dalam lingkungan kos yang membuat satu sama lain saling mempengaruhi dan memungkinkan teman kos menjadi kelompok referensi bagi mahasiswi tersebut.
Sumartono (2002) menyatakan bahwa dalam menentukan suatu produk yang akan dikonsumsi, seseorang melihat kelompok referensinya. Sumarwan (2011:305) menambahkan dan mendefinisikan kelompok referensi sebagai seorang individu atau sekelompok orang yang secara nyata mempengaruhi perilaku seseorang. Kelompok referensi tersebut akan memberikan standar dan nilai yang akan mempengaruhi perilaku seseorang.
ADVERTISEMENT
Kotler (dalam Sitohang, 2009) menjelaskan bahwa kelompok acuan atau kelompok referensi dapat mempengaruhi seseorang melalui tiga jalur, yaitu menghadapkan seseorang pada perilaku gaya hidup yang baru, mempengaruhi perilaku dan konsep pribadinya, serta menciptakan sebuah tekanan untuk mengikuti kebiasaan kelompok yang mungkin dapat mempengaruhi pilihan produk individu tersebut.
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap konformis atau searah dengan sikap kelompoknya. Keinginan untuk diterima dalam kelompok referensi juga dapat mendorong para mahasiswi tersebut untuk melakukan berbagai penyesuaian agar dapat selaras dengan kelompoknya, khususnya dalam hal mengkonsumsi dan dapat memunculkan perilaku konsumtif.
Dalam hal ini, mahasiswi akan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan teman sebayanya dan berperilaku kurang lebih sama. Hal ini dapat mengakibatkan adanya sebuah tekanan yang nyata dari kelompok atau individu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Penyesuaian yang dilakukan ini agar tercapai sebuah tujuan dan keselarasan dengan anggota kelompok, hal ini disebut dengan konformitas (Willis dalam Sarwono, 2006). Penyesuaian positif terhadap norma dan harapan dari kelompok merupakan dasar dari terbentuknya sebuah konformitas yang kuat serta menjadikan perilaku mahasiswi selaras dengan tujuan, sedangkan penyesuaian negatif terhadap peraturan, nilai, dan norma merupakan dasar dari terbentuknya perilaku negatif, terutama perilaku konsumtif yang akan merugikan mahasiswi itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan kategorisasi konformitas, sebesar 45,2% ( 57 dari 126 orang) partisipan penelitian berada pada kategori tinggi. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata mahasiswi kos di perumahan Genuk Indah ini memiliki konformitas yang tinggi pada teman-teman di kosnya. Myers (2010) menyatakan bahwa sebuah konformitas merupakan suatu perubahan perilaku remaja sebagai akibat dari tekanan yang diberikan kelompok. Dalam hal ini, remaja cenderung untuk selalu menyamakan dan memperhatikan perilakunya agar sama dengan kelompok acuan dan dapat diterima oleh kelompoknya tersebut. Keterikatan ini dapat mempengaruhi perilaku remaja dan menyebabkan remaja tersebut menjadi konform dengan temannya.
Mahasiswi kos yang kesehariannya selalu berada di kos, menjadikan teman-teman sebayanya sebagai acuan dalam perilakunya karena mereka jauh dari orangtuanya, hal ini membuat mahasiswi tersebut membangun keterikatan dengan kelompok terdekatnya, yaitu teman kos. Keinginan untuk diterima dalam kelompok yang mendorong mahasiswi untuk menyesuaikan dengan perilaku teman-temannya di kos. Pasti banyak sekali usaha yang dilakukan untuk dapat diterima dalam kelompoknya tersebut, dari mulai penampilan dan pakaian. Untuk menunjang usaha tersebut, mahasiswi terus-menerus membeli barang-barang yang dapat membantunya untuk menyesuaikan diri dengan kelompoknya yang justru hal itu mendorongnya untuk melakukan pembelian tidak wajar yang disebut dengan perilaku konsumtif.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pemaparan yang sudah dijelaskan, bisa disimpulkan bahwa perilaku konsumtif yang dilakukan oleh mahasiswi kos di perumahan Genuk Indah, berkaitan dengan perilaku konformitas yang dimiliki oleh mahasiswi kos. Konformitas yang tinggi di lingkungan kos juga dapat membawa dampak munculnya perilaku konsumtif yang dilakukan oleh mahasiswi kos.

Daftar Referensi

Fitriyani, N., Widodo, P. B., & Fauziah, N. (2013). Hubungan antara konformitas dengan perilaku konsumtif pada mahasiswa di Genuk Indah Semarang. Jurnal Psikologi, 12(1), 1-14.
Novitasani, L. (2014). Perubahan Gaya Hidup Konsumtif Pada Mahasiswa Urban di UNESA. Paradigma, 2(3).
Hanifa, H. P., & Muslikah, M. (2019). Hubungan Antara Konformitas Teman Sebaya Ditinjau Dari Jenis Kelamin Dengan Kepatuhan Terhadap Tata Tertib Sekolah. JURNAL EDUKASI: Jurnal Bimbingan Konseling, 5(2), 136-153.
ADVERTISEMENT
Pramudi, R. Y. (2015). Pengaruh gaya hidup konsumtif dan kelompok referensi terhadap keputusan pembelian kosmetik lokal. Jurnal riset ekonomi dan manajemen, 15(2), 280-301.
Sari, L. M. (2018). BAB II Kajian Pustaka : Konformitas. URL: http://repository.uinsu.ac.id/ diakses pada tanggal 6 Mei 2022