Konten dari Pengguna

BI Menjual SBN sebagai Bentuk Pengendalian Terhadap Inflasi

Shofikhatus Sulistya
Mahasiswa Aktif Semester 6 Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Negeri Malang
4 Maret 2023 7:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shofikhatus Sulistya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Bank Sentral Amerika Serikat atau yang dikenal dengan The Fed. (Sumber: https://www.shutterstock.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bank Sentral Amerika Serikat atau yang dikenal dengan The Fed. (Sumber: https://www.shutterstock.com/id/)
ADVERTISEMENT
Kondisi Perekonomian Global yang tidak stabil pada akhir tahun 2022 membuat sebagian negara mengalami inflasi termasuk Indonesia. Sehingga dengan meroketnya inflasi yang sedang terjadi di AS membuat Bank Sentral Amerika Serikat atau yang lebih dikenal Federal Reserve (The Fed) terus menaikkan suku bunga acuan dengan kenaikan sebesar 4,25%-4,5%, yang merupakan level tertingginya dalam 41 tahun terakhir. Kebijakan tersebut membuat banyak Bank Sentral di negara lain ikut serta menaikkan suku bunga acuan untuk menekan laju inflasi.
ADVERTISEMENT
Gambar Bank Indonesia yang merupakan Bank Sentral Negara Republik Indonesia. (Sumber: https://www.shutterstock.com/id/)
Inflasi pada bulan Januari 2023 tercatat sebesar 5,28% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan inflasi bulan Desember sebesar 5,51% (yoy). Sehingga Bank Indonesia (BI) selaku Bank Sentral Indonesia turut serta melakukan kebijakan dengan menaikkan suku bunga untuk menekan laju inflasi pada tahun ini. Tercatat bahwa Bank Indonesia sepanjang tahun 2022-2023 telah menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebanyak enam kali dari yang sebelumnya hanya diangka 3.5% terus merangkak naik hingga diangka 5.75% pada januari 2023.
Ilustrasi terkait saving yang dilakukan masyarakat. (Sumber: https://pixabay.com/)
Lalu apa hubungannya inflasi, suku bungan dan peredaran uang di masyarakat?
ADVERTISEMENT
Bahwa kenaikan suku bunga juga akan menyebabkan pergeseran minat masyarakat dari konsumsi ke saving, sehingga masyarakat akan lebih memilih untuk menyimpan dananya di bank karena imbal hasil yang diberikan bank cukup banyak tergantung dari kenaikan tingkat suku bunga. Hal tersebut berdampak pada jumlah uang yang beredar di masyarakat semakin berkurang, sehingga berakibat pada melambatnya pertumbuhan ekonomi dan inflasi menurun.
Illustrasi terkait belanja yang dilakukan masyarkat. (Sumber: https://www.shutterstock.com/id/
Begitu pula sebaliknya, jika suku bunga mengalami penurunan masyarakat akan lebih terdorong untung meminjam uang di bank untuk memenuhi kebutuhan hidup atau untuk melakukan ekspansi usaha. Sehingga masyarakat akan lebih memperbanyak konsumsi atau belanja dari pada menabung. Hal tersebut akan berdampak pada jumlah uang yang beredar di masyarakat akan semakin banyak, pertumbuhan ekonomi meningkat, dan mendorong terjadinya kenaikan harga barang atau bisa dikatakan peningkatan inflasi.
ADVERTISEMENT
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Januari 2023 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,50%.
Dari rapat tersebut, Perry Warjiyo selaku Gubernur BI memutuskan menaikkan tingkat suku bunga yang merupakan langkah lanjutan untuk secara front loaded, pre-emptive, dan forward looking memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi yang saat ini masih terlalu tinggi. Bank Indonesia juga meyakini kenaikan BI7DRR sebesar 225 bps sejak Agustus 2022 hingga menjadi 5,75% ini memadai untuk memastikan inflasi inti tetap berada dalam kisaran 3,0±1%.
Gambar Bapak Perry Warjiyo selaku Gubernur Bank Indonesia. (Sumber: https://www.shutterstock.com/id/)
Di sisi lain, kebijakan tersebut juga dapat memperkuat pengendalian stabilitas nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya yang merupakan akibat dari menguatnya nilai mata uang dollar AS dan semakin ketidakpastian pasar keuangan global. Sehingga dapat mengganggu aliran investasi portofolio dan tekanan nilai tukar di negara-negara emerging market, termasuk Indonesia.
ADVERTISEMENT
Bank Indonesia (BI) akan terus memperkuat respon pembauran dua kebijakan tersebut untuk menjaga stabilitas dan momentum pemulihan ekonomi. Sebagai contohnya yakni dengan memperkuat operasi moneter melalui kenaikan suku bunga di pasar uang dengan kenaikan suku bunga sesuai dengan B17DRR untuk menurunkan ekspektasi inflasi dan memastikan inflasi kembali sesuai dengan sasarannya.
Lalu untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah, BI akan melakukan intervensi di pasar valas baik melalui transaksi sport, DNDF, serta pembelian atau penjualan Surat Berharga Negara (SBN) sebagai bentuk pengendalian terhadap inflasi.
Selain itu, BI akan melanjutkan pembelian atau penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder (operation twist) untuk memperkuat stabilitas nilai tukar.
Shofikhatus Sulistya, Mahasiswa Universitas Negeri Malang.
ADVERTISEMENT