Kemitraan Lintas Cakrawala

shofwan karim
Ketua PWM Sumbar 2015-2020, 2000-2005. Rektor UMSB 2005-2013. Komisaris PT Semen Padang 2005-2015. DPRD Prov Sumbar 1992-1999. Dosen IAIN-UIN IB 1985-2018.
Konten dari Pengguna
16 September 2020 8:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari shofwan karim tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dr. H. Shofwan Karim Elhussein, B.A., M.A. Ketua PW Muhammadiyah Sumbar dalam satu agenda dengan Warga NU Sumbar, 2019. (Foto Dok Pri)
Kemitraan Lintas Cakrawala 
Oleh Shofwan Karim
Pada Rabu, 10 Januari 2018 Muhammadiyah Sumbar dengan Aisyiah dan beberapa  Organisasi Otonomnya serta PDM Padang Panjang Batipuh X Koto bersama Pimpinan Pesantrean Kauman Padang Panjang bersilaturahim kepada Kakanwil Depag yang baru. 
ADVERTISEMENT
Kakanwil  H. Hendri, S. Ag., M.Pd  baru dilantik 22/12/17. Pejabat yang  lahir 1/8/1967 di Candung (50 Th), Agam itu adalah mantan Kabid kepegawaian, Kakemenag Pariaman dan Agam. Beliau dengan hangat-akrab menerima kedatangan silaturrahim ini. 
Hal yang sama sudah pernah dilakukan Muhammadiyah, baik secara sendiri maupun bersama Ormas lain seperti MUI, LKAAM, Bundo Kanduang, NU, Tarbiyah,  Perti, ICMI dan Omas Pemuda dan Mahasiswa terhadap Gubernur, DPRD dan Forkompim Prov dan Wako Padang pada tahun 2016 dan beberapa kali pada 2017 lalu. 
Karena awal tahun, pertemuan kali ini di samping perkenalan, lebih kepada ekspose apa yang dilakukan Muhammadiyah pada 2017 dan program serta agenda, sekaligus harapan untuk 2018. 
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan Pemerintah yang bekerja berdasarkan anggaran atau kerennya anggaran berbasis kinerja yang disediakan  APBD dan APBN, maka Ormas lebih kepada lembaga swadaya masyarakat.  Meskipun visi dan misinya tak kalah dengan tiap organisasi dan tingkatan pemerintah.
Pemerintah pada dasarnya memberi apresiasi dan mengakui visi dan misi Ormas. Bahkan untuk provinsi lain, dengan permendagri yang mengatur, tidak pernah absen membantu Ormas dalam berbagai  hal termasuk pendanaan. Hanya provinsi tertentu saja yang dengan segala dalih, meniadakan bantuan pendanaan  itu. 
Artinya, bantuan pemerintah amat tergantung kepada niat baik dari tokoh yang duduk di pemerintahan itu sendiri. Pada tahun 2017, masa Kakanwilmenag Drs. H. Salman, MM,  menurut catatan Hendri, Kemenag sudah membantu Pesantren Kauman yang terdiri atas Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah.  
ADVERTISEMENT
Bantuan itu berhasil dilipatgandakan oleh Kauman. Dibantu Kanwilmenag satu local belajar, oleh Kauman terbangun 3 lokal belajar.  Untuk pembangunan berikutnya lantai 2 dan 3, atau 6 lokal ruang belajar lagi sudah ada seribu zak semen  bantuan para dermawan.
Selain 1 lokal tadi, Kemenag juga membantu program pendidikan Robotic dan UKS di Kauman. Kepala Madrasah Aliyah KMM Kauman, Derliana, MA, salah satu di antara  terbaik di Indonesia, bersama 29 lainnya telah dibawa kementerian agama studi banding ke Helsinki, Finladia, Eropa Utara Desember lalu. 
 Di luar itu, sebagian orang merasa bahwa ada jaringan-saraf -staf bawah, bahkan tokoh tertentu  yang beranggapan urusan pembangunan kehidupan beragama adalah tanggung jawab kementerian agama semata-mata. Hanya yang berhubungan dengan administrasi institusi agama (Deliar Noer, 1963).
ADVERTISEMENT
Seakan mereka menganggap urusan agama itu hanya nikah, talak, rujuk, masjid, madrasah dan seterusnya. Tidak seperti urusan pertanian, perdagangan, industri, pendidikan umum, keterampilan, pariwisata atau bidang urusan lainnya yang memang ada Organisasi Pemerintah Daerah  (OPD) khusus untuk itu. 
Karena urusan agama (termasuk 6 urusan pemerintah pusat) sesuai dengan Undang-Undang di samping 5 lainnya: urusan politik manca-negara (luar negeri);  yustisi (kehakiman-peradilan), ekonomi-moneter; pertahanan (militer-TNI); keamanan (Polri).
Pandangan itu adalah benar, tetapi terasa kaku. Hanya  memegang nomenklatur undang-undang otonomi daerah, desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas bantuan,  akan terkesan  berpikir sekuler. Cara berpikir  yang memisahkan urusan agama, spiritual dan keimanan dengan kehidupan ekonomi, politik dan  social budaya atau yang dikenal sebutan urusan duniawi.
ADVERTISEMENT
Apabila agama dilihat dari administrasi pemerintahan, memanglah, itu urusan kementerian agama seperti tercantum di dalam susunan struktur kementerian agama mulai dari dirjen, direktorat, subdirekrotat, biro, hingga bidang dan seterusnya di Pusat. Lalu di di daerah ada Kanwil Provinsi, dan Kemenag Kota dan Kabupaten hingga KUA di Kecamatan. 
Maka dalam pikiran umum, urusan Kemenag itu adalah Bimbingan terhadap berbagai pemeluk agama. Urusan haji. Urusan nikah-talak-rujuk. Urusan  wakaf dan zakat. Sekarang masuk lagi urusan label konsumsi halal. Urusan pendidikan agama di sekolah agama dan di sekolah umum. Tetapi apabila membangun tempat ibadah, itu sudah berhubungan dengan intansi lain dan masyarakat lingkungan. Susunan administrasi agama atau istilah Deliar Noer, “Administrasi Islam Indonesia”, (1983) sudah seperti itu adanya sejak berdirinya Kemenag 3 Januari 1946, 71 tahun lalu. 
ADVERTISEMENT
Akan tetapi apabila dilihat dari tinjauan pemikiran Islam dan kaum muslimin yang lebih lapang, maka mereka selalu mengatakan tidak  ada pemisahan urusan dunia dan agama. Karena agama itu bukan urusan akhirat saja tetapi lebih-lebih lagi urusan dunia. Karena akhirat itu ujungnya dan awalnya adalah dunia.
Maka dengan begitu mereka beranggapan urusan pemerintahan, politik, hukum, pertanian, pendidikan, ekonomi, pariwisata, kesehatan dan pembanguan infra struktur juga dalam kerangka agama dalam makna yang syumuli, lengkap dan komprehensif,  mencakup segala urusan atau menyeluruh. 
Mereka mengatakan sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku adalah untuk mengabdi kepada Allah swt. Artinya urusan duniawi dan ukhrawi hanya terpisah dalam konteks administrasi tetapi bukan dalam isi, substansi dan jiwa serta ruh dari kehidupan. Itulah yang selalu dikatakan ulama, muballigh dan da’i mengutip Quran, Azd-Zariyat, 51:56.
ADVERTISEMENT
Pola pikir urusan administrasi pemerintahan atau bahasa undang undang adalah kewenangan. Apa pun undang-undangnya tidak ada kata kewenangan yang berhubungan dan menyatakan satu instansi pemerintah baik pusat maupun daerah  harus bertanggungjawab terhadap akhlak masyarakat. Kecuali ada di dalam nawa-cita Jokowi-JK, salah satunya: revolusi mental. Dan di dalam beberapa sumber, yang dimaksud adalah pendidikan karakter di sekolah.
Oleh karena itu, kalau semua kegiatan pemimpin, pejabat pemerintah berdasarkan nomenklatur itu saja, maka akan ada yang berlepas tangan. Soal LGBT, pelacuran, obat terlarang, narkoba, HIV-AID, tingginya tingkat perceraian, kekerasan di dalam rumahtangga, kekerasan kepada anak dan wanita, pelecehan, fitnah-hoax dan ujaran kebencian (hate-speech). Itu  tugas pusatkah, atau desentralisasi, dekonsentrasi atau tugas bantuan?. Yang paling aman katakan saja  itu harus dikerjakan lintas sektoral. Semua unsur termasuk organisasi masyarakat (Ormas) bertanggungjawab. 
ADVERTISEMENT
Untuk yang berhubungan soal moral, mental serta akhlak dan penyakit masyarakat di atas tadi terkesan  kepada sebagian orang,  bahwa pemerintah fokus bekerja kalau ada anggaran. Dan anggaran itu kelihatannya lebih banyak untuk baliho dan pajangan kata dan kalimat bertuah sambil ada yang mejeng. Akan tetapi programnya kurang terekspose dan kurang terasa dalam kenyataan. 
Oleh karena itu pada tahun 2018, ini mesti diperbaiki. Ketika Hendri, Kakanwilmenag  bersilaturrahim kepada Gubernur dan wakil Gubernur 28/12/17 lalu, ada keluhan,  seperti ditulis di laman web 
https://jarbatnews.com/seputar-ranah-minang/kakanwil-kemenag-sumbar-yang-baru-bersilaturahmi-dengan-gubernur/
Keluhannya  soal merebaknya LGTB di Sumbar. Seingat Penulis, kekhawatiran dan tepatnya bahaya LGBT itu sudah berkali-kali disampaikan dengan rincian yang lebih kuantitatif oleh Wagub pada berbagai forum publik.
ADVERTISEMENT
Bahwa Kementerian agama ikut bertanggung jawab, itu benar, karena pendidikan agama berada di bawah tanggungjawab Kemenag. Tetapi di luar itu, Kemenag tak ubahnya seperti 6 urusan pemerintah pusat yang telah disebut di atas. Bedanya Kemenag menjangkau kecamatan dengan KUA, setelah Kanwil di provinsi dan Kemenag di  Kota dan Kabupaten. Yang lain tidak semua sampai tingkat  ke Kecamatan.
Maka kalau pola pikir (mind-set) tidak berubah dengan membangun kemitraan lintas pemerintah (sektoral), lintas masyarakat (ormas) dan lintas kelembagaan (insitusi) formal, informal dan nonformal,  dalam menangkal penyakit masyarakat (patho logy social) di atas tadi, maka bersiaplah memahami pepatah, “akan jauh panggang dari api”. Pertanyaan singkatnya, siapakah dirigen (komando) dari semua itu ? Siapakah insiator membangun lintas cakrawala itu? Tentulah “pemimpin” bukan hanya “pejabat”  dan itu  kalau ada yang merasa.  Kalau tidak, ya, Allah a’lam bi al-shawab. ***
ADVERTISEMENT
Sudah tayang juga pada https://shofwankarim.livejournal.com/11019.html