Mengajak Warga Austria Minum Kopi Indonesia

Shohib Masykur
Sebelum semesta ada kata.
Konten dari Pengguna
24 November 2020 10:23 WIB
comment
12
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Shohib Masykur tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Stand Indonesia di pameran kopi di Austria. Sumber: koleksi pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Stand Indonesia di pameran kopi di Austria. Sumber: koleksi pribadi
ADVERTISEMENT
Masih seputar kopi. Minggu lalu saya menulis tentang budaya kopi di Austria yang legendaris dengan sejarahnya yang panjang. Kali ini saya akan bercerita sedikit tentang upaya Kedutaan Besar Republik Indonesia di Wina mempromosikan kopi Indonesia di Austria.
ADVERTISEMENT
Sudah beberapa tahun ini pameran kopi terbesar di Austria selalu digelar tiap bulan Januari. Namanya Vienna Coffee Festival. Lokasinya di sebuah gedung tua bekas tempat pembuatan wine di kota Wina.
Tak kurang dari 12 ribu pengunjung membanjiri perhelatan tersebut. Mereka bukan hanya datang dari seantero Austria, melainkan juga dari negara-negara sekitar seperti Slowakia, Hongaria, dan Ceko.
Selama empat tahun terakhir, Indonesia tak pernah absen meramaikan pameran tersebut. Tujuannya jelas: mempromosikan kopi Indonesia di kalangan masyarakat Austria. Syukur-syukur para pengunjung dari negara-negara sekitar juga sekaligus terekspos.
Tahun ini kebetulan saya didapuk menjadi koordinatornya. Sejujurnya saya bukan peminum kopi yang khidmat. Saya tidak bisa menikmati kopi dan tidak paham seluk-beluk perkopian. Namun berkat acara ini, saya jadi belajar sedikit-sedikit tentang kopi.
ADVERTISEMENT
Misalnya, rasa kopi sangat ditentukan oleh medan tempat pohonnya ditanam. Cara meminum kopi yang tepat adalah menyeruputnya kencang dengan gigi terkatup. Golden time kopi adalah dalam kurun waktu dua minggu sejak disangrai (roast). Tentu saja penikmat kopi sejati minum tanpa gula.
Mungkin Anda pernah membaca berita tentang seorang barista cantik di sebuah kafe di Jakarta yang sempat viral sekitar dua tahun yang lalu. Namanya Gabriela K. Fernanda. Jika belum, Anda bisa membacanya di sini.
Nah, kebetulan saya berkesempatan mengundang Gaby, panggilan akrabnya, ke Austria untuk turut serta menyemarakkan pameran tersebut. Berkat bantuan seorang teman, kami dihubungkan dengan Dua Coffee tempat Gaby bekerja sebagai barista.
Sumber: koleksi pribadi
Alhasil Dua Coffee pun mengirimkan dua anggota timnya untuk mempromosikan kopi Indonesia di Austria. Kehadiran Gaby membuat suasana pameran tampak lebih semarak. Entah hanya perasaan saya atau memang demikian adanya, pameran kali ini jadi lebih ramai dibanding tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Semakin semarak lagi ketika tim lain dari Palembang juga turut hadir memeriahkan ajang tersebut dengan membawa kopi khas dari daerah mereka. Mereka adalah pengusaha dan petani kopi yang sehari-hari berkutat langsung dengan tanaman kopi.
Harus saya akui bahwa saya baru menyadari keistimewaan kopi Indonesia saat mengikuti pameran. Pencerahan ini saya terima ketika berbicara dengan para pengunjung yang datang ke stand Indonesia. Mereka mengatakan bahwa cita rasa kopi Indonesia sangat unik dan khas.
Keluarga Rohringer berkunjung ke stand untuk mencicipi kopi Indonesia. Sumber: koleksi pribadi.
Keluarga Rohringer, misalnya, menyukai kopi Indonesia karena rasanya unik, menyegarkan dan bercita rasa seperti buah (fruity).
Reinhard Grebien, seorang barista yang telah berpengalaman memenangkan kompetisi, juga mengakui kualitas kopi Indonesia yang menurutnya unik. Kekagumannya pada kopi Indonesia itu juga yang membuatnya bersedia membantu mempromosikannya di pameran tersebut.
Reinhard Grebien mempromosikan kopi Indonesia kepada pengunjung pameran. Sumber: koleksi pribadi
Kegandrungan orang Austria terhadap kopi di satu sisi, dan keunikan rasa kopi Indonesia di sisi yang lain, menjadi peluang untuk meningkatkan ekspor Indonesia ke Austria. Namun masih banyak tantangan yang dihadapi di lapangan.
ADVERTISEMENT
Menurut salah satu pengusaha kopi yang ikut serta, mayoritas kopi Indonesia masih terserap oleh pasar domestik. Karena besarnya pasar dalam negeri, para petani dan pengusaha kopi Indonesia belum memiliki orientasi ekspor. Padahal ekspor berpeluang memberikan keuntungan yang lebih karena harga jualnya lebih tinggi.
Keragaman kopi Indonesia juga menjadi tantangan tersendiri dalam promosi. Karena banyaknya variasi jenis dan rasa kopi Indonesia, sulit memilih mana yang harus ditonjolkan. Jika semua ditonjolkan, hasilnya justru tidak maksimal karena kurang konsisten. Padahal dalam konteks branding konsistensi ini sangat penting.
Di sisi lain, pengusaha kopi Austria belum yakin untuk membeli langsung dari Indonesia. Pasalnya, tidak jarang mereka dikecewakan lantaran ada perbedaan kualitas antara barang yang ditampilkan saat pameran dengan barang yang dikirimkan setelah terjadi transaksi jual beli.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Austria sebagai negara land-locked tidak memiliki pelabuhan sehingga barang-barang yang masuk harus melewati pelabuhan negara lain. Karena dua alasan ini, pengusaha Austria memilih untuk membeli kopi Indonesia lewat para trader di Jerman atau Italia.
Tantangan lain adalah karakter konsumen kopi Austria yang peduli terhadap asal muasal kopi yang mereka minum. Mereka tidak hanya ingin menikmati kopi, melainkan juga menikmati cerita di balik kopi tersebut, khususnya terkait fair trade dan keberlanjutan lingkungan. Karenanya, ekspor kopi ke Austria perlu disertai dengan "ekspor narasi" tentang cerita di balik kopi tersebut.
Dari segi nilai ekspor, memberikan nilai tambah dengan memproses terlebih dahulu kopi yang diekspor ke Austria bukan pilihan yang bijak. Pasalnya, konsumen Austria menghendaki kopi yang masih segar dan belum lama disangrai, maksimal dua minggu. Alhasil, ekspor kopi mau tidak mau harus dilakukan dalam wujud green bean, bukan roasted apalagi bubuk.
ADVERTISEMENT
Berbagai tantangan di atas membuat peluang ekspor kopi Indonesia ke Austria belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Namun dengan kerja keras dan kreatif, hal itu bukan sesuatu yang mustahil dilakukan.