Konten dari Pengguna

Seni dan Algoritma: Tantangan Etis Dalam Era Kreativitas Digital

Keynes Tunas
Mahasiswa Sistem Komputer Universitas Trinita
4 November 2024 16:34 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Keynes Tunas tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pendahuluan
Dalam era digital ini, seni dan teknologi semakin terjalin. Salah satu perkembangan yang paling menarik adalah penggunaan kecerdasan buatan (AI) dan algortima dalam menciptakan karya seni. Dalam konteks seni, kita dapat memerintahkan AI untuk membuat sebuah karya seperti ilustrasi dan music hanya dengan mendeskripsikan secara rinci apa yang ingin kita buat dan AI akan secara otomatis menghasilkan karya dari deskripsi teks dengan sekejap saja. Namun walaupun hasilnya memukau, kita perlu mengahadapi aspek-aspek yang lebih dalam.
Sumber: Gemini AI
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Gemini AI
Tantangan Etis
ADVERTISEMENT
1. Hak Cipta dan Kepemilikan Karya.
Siapa yang memiliki hak cipta atas karya yang diciptakan AI? Apakah hak cipta harusnya diberikan oleh pengembang AI, pengguna, atau AI itu sendiri?. Pertanyaan ini menjadi perdebatan antara seniman dan pengguna AI
2. Pengaruh Terhadap Pekerjaan Seniman.
Dengan kemampuan AI untuk menciptakan sebuah karya secara efisien, cepat dan murah, banyak seniman khawatir akan kehilangan pekerjaan, begitu banyak perusahaan game yg menggunakan AI untuk ilustrasi dan suara karakter game mereka, bagaimana nasib seniman yang bergantung pada profesi mereka? Ini bukan hanya masalah ekonomi, tapi berdampak pada kreativitas mereka.
3. Pencurian dan Penipuan.
Perkembangan AI yang semakin meningkat membuat AI dapat belajar sendiri untuk meningkatkan kemampuannya sehingga AI bisa meniru suara seseorang, peristiwa ini menyebabkan banyak protes dari penyanyi dan pengisi suara. Kita juga dapat memberikan sebuah gambar dan AI akan meniru gambar itu dengan sempurna, ini juga mengakibatkan protes dari aseniman/illustrator yang memiliki ciri khas dalam menggambar, mereka khawatir ciri khas mereka akan dicuri oleh AI, kerja keras mereka melatih suara dan melatih menggambar bertahun-tahun akan dicuri AI dalam hitungan detik.
ADVERTISEMENT
4. Kualitas dan Keaslian.
Seni Karya yang dihasilkan oleh algoritma mungkin tidak memiliki keunikan atau kedalaman yang sama dengan karya manusia. Seni sering kali mencerminkan pengalaman, emosi, dan konteks budaya yang mendalam, hal-hal yang sulit ditangkap oleh mesin seperti detail sebuah gambar yang tampak hidup, keahlian dalam bernyanyi dan mengatur suara. Apakah kita bisa menganggap karya AI sebagai seni yang sah?
Menghadapi Tantangan.
Untuk menghadapi tantangan ini, perlu ada pendekatan yang seimbang:
1. Pengaturan dan Kebijakan.
Penting untuk mengembangkan regulasi yang melindungi hak cipta seniman. Ini termasuk kejelasan tentang siapa yang memiliki karya yang dihasilkan oleh AI
2. Kolaborasi Antara Manusia dan AI.
Alih-alih melihat AI sebagai pengganti, kita bisa memanfaatkan teknologi ini sebagai alat bantu. Kolaborasi antara seniman dan AI dapat menghasilkan karya yang unik dan inovatif, sambil tetap menghargai nilai manusia
ADVERTISEMENT
3. Pendidikan dan kesadaran.
Masyarakat perlu dididik tentang pentingnya seni dan peran yang dimainkan oleh seniman. Mengembangkan apresiasi terhadap karya yang dihasilkan oleh manusia dapat membantu menjaga keberlangsungan profesi kreatif.
Penutup
Ketika seni dan algoritma bertemu, kita dihadapkan pada tantangan baru yang memerlukan perhatian serius. Dengan pendekatan etis dan kolaboratif, kita bisa menciptakan masa depan di mana teknologi dan kreativitas manusia dapat berjalan beriringan. Di tengah perubahan ini, penting untuk mengingat bahwa seni adalah ekspresi manusia yang mendalam, sesuatu yang tidak bisa sepenuhnya digantikan oleh algoritma. Kita harus menjaga agar keaslian dan nilai nilai kemanusiaan tetap menjadi inti dari dunia seni.