Hukum Pencemaran Nama Baik di Media Sosial

Darto
Mahasiswa Ilmu Hukum S1 Universitas Pamulang
Konten dari Pengguna
23 April 2024 15:33 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Darto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pencemaran nama baik di media sosial sebagai sebuah perilaku yang tidak asing lagi dimasyarakat, karena kemajuan teknologi. Istilah ini yang dalam bahasa inggris sering kali diterjemahkan dengan defamation, artinya perbuatan yang membahayakan reputasi orang lain dengan dengan membuat pernyataan yang salah. Perilaku pencemaran nama baik merupakan suatu tindak pidana, yang pengaturannya dalam KUHP maupun undang – undang di luar KUHP, tujuannya untuk memberikan perlindungan hukum mengenai rasa harga diri yakni kehormatan dan rasa harga diri mengenai nama baik orang (goeden naam). Setiap orang memiliki harga diri berupa kehormatan maupun harga diri berupa nama baik.
ADVERTISEMENT
Perilaku pencemaran nama baik sangat erat dengan perilaku penghinaan, yang artinya adalah perilaku menyerang nama baik atau kehormatan. Sasaran pencemaran nama baik dapat di golongkan menjadi :
a. Terhadap pribadi perorangan
b. Terhadap kelompok atau golongan
c. Terhadap suatu agama
d. Terhadap orang yang sudah meninggal
e. Terhadap para pejabat negara
Pencemaran nama baik melalui kecanggihan teknologi berupa perangkat lunak, atau lebih lebih dikenal dengan pencemaran nama baik melalui media sosial. Perbuatan ini merupakan tindak pidana karena hal tersebut dapat mengganggu ketertiban umum dan menimbulkan kerugian materiil maupun non materiil bagi pihak yang dirugikan dari tindakan tersebut. Tindak pidana ini juga dapat dimasukan kedalam kejahatan dunia maya (cyber crime). Hal itu diatur dalam pasal 27 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik yang menyatakan bahwa “setiap orang dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentranmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Pertanggung jawaban tindak pidana pencemaran nama baik di dunia maya ini dapat diterapkan dengan saksi pidana maupun penjara atapun denda sesuai ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan ataupun mencemari nama baik ini merupakan sekumpulan data elektronik termasuk juga didalamnya tulisan, gambar, suara, rancangan foto, peta, telegram, kode yang telah diolah sehingga didalamnya mengandung unsur pencemaran nama baik
ADVERTISEMENT
Dasar Hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
3. RKUHP 2022 yang telah mendapatkan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR;
4. Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informasitka Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 229, 154, KB/2/VI/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Implementasi atas Pasal Tertentu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
ADVERTISEMENT
Hukum Pencemaran Nama Baik di Media Sosial
Seiring perkembangan zaman, kegiatan manusia semakin bervariasi. Hal tersebut adalah akibat dari perkembangan teknologi informasi. Dahulu, kegiatan manusia didominasi pada kegiatan yang menggunakan sarana fisik. Namun, pada era teknologi informasi kegiatan manusia kini didominasi oleh peralatan yang berbasis teknologi. Hal tersebut tentu memberikan dampak pada penegakkan hukum pidana, contohnya kejahatan dalam dunia maya seperti pencemaran nama baik kerap terjadi.
Adapun jerat pasal pencemaran nama baik di media sosial selain dalam KUHP juga dapat merujuk pada Pasal 27 ayat (3) UU ITE jo. Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016 yang mengatur setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.
ADVERTISEMENT
Sedangkan larangan menyebarkan informasi yang bertujuan menimbulkan kebencian berdasarkan SARA diatur dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE jo. Pasal 45A ayat (2) UU 19/2016, yaitu setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Sebagai informasi, berdasarkan Lampiran SKB UU ITE jika muatan/konten berupa penghinaan seperti cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas maka dapat menggunakan kualifikasi delik penghinaan ringan Pasal 315 KUHP dan bukan Pasal 27
Adapun, jika muatan/konten tersebut berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan, maka bukan termasuk delik pencemaran nama baik (hal. 11).
ADVERTISEMENT
Patut digarisbawahi, delik hukum pencemaran nama baik di media sosial yang diatur dalam Pasal 310 KUHP dan Pasal 27 ayat (3) UU ITE jo. Pasal 45 UU 19/2016 adalah delik aduan, sehingga hanya korban yang bisa memproses ke polis
Konten dan Konteks Pencemaran Nama Baik
Dalam menentukan jerat pasal pencemaran nama baik di media sosial, konten dan konteks menjadi bagian yang sangat penting untuk dipahami. Tercemarnya atau rusaknya nama baik seseorang secara hakiki hanya dapat dinilai oleh orang yang bersangkutan.
Dengan kata lain, korbanlah yang dapat menilai secara subjektif tentang konten atau bagian mana dari informasi atau dokumen elektronik yang ia rasa telah menyerang kehormatan atau nama baiknya.
Konstitusi telah memberikan perlindungan terhadap harkat dan martabat seseorang sebagai salah satu hak asasi manusia. Oleh karena itu, perlindungan hukum diberikan kepada korban, dan bukan kepada orang lain. Sebab, orang lain tidak dapat menilai sama seperti penilaian korban.
ADVERTISEMENT
Sedangkan, konteks berperan untuk memberikan nilai objektif terhadap konten. Pemahaman akan konteks mencakup gambaran mengenai suasana hati korban dan pelaku, maksud dan tujuan pelaku dalam mendiseminasi informasi, serta kepentingan-kepentingan yang ada di dalam pendiseminasian (penyebarluasan, ed.) konten. Oleh karena itu, untuk memahami konteks, mungkin diperlukan pendapat ahli, seperti ahli bahasa, ahli psikologi, dan ahli komunikasi.