Masa Resesi, Masa Akumulasi

Sidik Nugroho
Saat ini bekerja freelance sebagai penulis, editor, dan ghostwriter. Lulusan Universitas Negeri Malang, pernah mengajar sebagai guru di SD Pembangunan Jaya, Sidoarjo.
Konten dari Pengguna
22 Januari 2023 18:28 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sidik Nugroho tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Berinvestasi secara berkala membuat mental terlatih. Sumber gambar: pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Berinvestasi secara berkala membuat mental terlatih. Sumber gambar: pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Di film yang bercerita tentang penjelajahan ke luar angkasa itu dikisahkan dua astronot yang berada di sebuah planet di mana perguliran waktu menjadi begitu jauh berbeda dengan Bumi: satu jam berbanding atau sama dengan tujuh tahun. Kata-kata itu sering dijadikan meme yang berhubungan dengan investasi keuangan dengan menambahi kata-kata lain: "bagus, kita akan menunggu saham naik dari sini saja."
ADVERTISEMENT
Tentu hal itu memantik senyum. Meme dari film itu pun mengandung solusi imajinatif: pergi ke planet lain di luar angkasa sejam, sementara waktu di Bumi telah berjalan tujuh tahun. Memegang dan menunggu kenaikan harga suatu aset investasi selama bertahun-tahun memang tidaklah mudah, hanya sedikit orang yang memiliki ketangguhan dan keyakinan melakukannya.
Lo Kheng Hong, investor kenamaan, dalam beberapa video di YouTube juga mengisahkan tentang salah satu cara terbaik investasi, yaitu tidur. Ia pernah menceritakan tentang orang yang tertidur sangat lama, dan ketika bangun mendapati dunia di sekelilingnya telah banyak berubah.
Namun, kebanyakan orang sangat sulit untuk mengabaikan begitu saja perkembangan aset investasinya. Terlebih ketika 2023 diramal menjadi tahun yang penuh dengan gejolak atau resesi. Beberapa institusi keuangan besar sudah memprediksi kemunculan resesi tahun ini.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan Kontan (9/1/2023) berjudul "5 Prediksi Buruk Ekonomi Global di 2023, Apa Saja?" disebutkan beberapa ramalan atau prediksi sebagai berikut. Pemimpin Bank Dunia memperkirakan bahwa ekonomi global bakal mengalami resesi ekonomi di 2023.
Kemudian, Gubernur BI Perry Warjiyo memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun depan akan sebesar 2,6 persen yoy, atau lebih rendah dari perkiraan 2022 yang sebesar 3 persen yoy. Penelitian dari Centre for Economics and Business Research (CEBR) menyatakan bahwa kebijakan suku bunga yang tinggi akan menyebabkan sejumlah ekonomi mengalami kontraksi sehingga dunia akan menghadapi resesi.
Ada juga Kepala Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mengeluarkan ramalan bahwa ekonomi global akan lebih sulit daripada tahun 2022. Semua ramalan atau prediksi itu dapat menimbulkan kepanikan. Di saat panik, banyak orang yang menghindari berinvestasi, terutama retail.
ADVERTISEMENT
Resesi biasanya akan membuat harga aset-aset investasi terus menurun. Namun, mereka yang visioner dan sudah cukup pengalaman berkecimpung di dunia investasi tentunya memahami bahwa resesi adalah kesempatan yang bagus. Di pasar selalu ada momen naik dan turun. Ketika harga-harga aset investasi—misalnya saham—turun, itulah waktu yang tepat untuk melakukan akumulasi.

DCA dan Persentase Penghasilan

Salah satu siasat untuk tetap mendapatkan keuntungan di masa-masa seperti ini adalah melakukan akumulasi investasi dengan teknik dollar cost averaging atau DCA. Teknik ini secara sederhana artinya membeli suatu aset—misalnya saham—secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Dua hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan DCA adalah diversifikasi aset dan persentase nilai investasi dari penghasilan.
Diversifikasi adalah pembagian investasi ke dalam beberapa jenis aset. Pada saham, diversifikasi dapat dilakukan dengan membeli saham lintas sektor, misalnya sektor perbankan, barang konsumsi, properti, dan industri dasar.
ADVERTISEMENT
Dari keempat sektor itu, pilihlah masing-masing satu saham yang menurut anda harganya berpotensi naik di masa depan. Penilaian anda atas potensi di masa depan itu bisa dilakukan dengan mempelajari kinerja dari perusahaan-perusahaan di balik saham tersebut atau menerapkan penilaian valuasi saham dengan menggunakan beberapa rasio tertentu.
Setelah menentukan pilihan, tentukan berapa besar dana yang anda gunakan di kurun waktu tertentu—misalnya setiap bulan—untuk membeli keempat saham itu. Besarnya dana ada baiknya dibuat berdasarkan persentase penghasilan Anda.
Misalnya Anda memiliki penghasilan Rp20 juta sebulan, dan Anda mengalokasikan dana 20 persen untuk berinvestasi sebulan, maka dana yang anda keluarkan sebulan adalah Rp4 juta. Bila digunakan untuk membeli empat saham, Rp4 juta rupiah itu mungkin bisa dibagi rata: satu saham, Rp1 juta sebulan.
ADVERTISEMENT
Teknik investasi dollar cost averaging akan membuat nilai investasi anda berada di harga rata-rata dalam suatu kurun waktu tertentu. Berinvestasi secara all in atau sekali beli memang bisa juga dilakukan. Namun, di masa yang penuh ketidakpastian, kita perlu berhati-hati. Pertanyaannya: bagaimana jika Anda sudah all in membeli suatu saham, kemudian harganya terus turun? Apakah mental Anda siap?
Dollar cost averaging akan membuat Anda terlatih untuk berinvestasi dengan napas panjang. Selain itu, teknik ini pun akan membuat Anda menyadari bahwa di dunia investasi selalu ada masa menanam dan menuai.
Investasi ibarat menanam suatu pohon. Masa-masa Anda membeli atau mengakumulasi saham bisa diibaratkan sebagai masa menanam atau menabur benih. Nanti, bila kondisi ekonomi bergerak membaik, dan harga-harga saham ikut terkerek naik, masa menuai pun tiba.
ADVERTISEMENT
Hal terpenting lainnya yang dapat Anda jadikan sebagai pelajaran saat mengakumulasi aset investasi adalah menghindari FOMO (fear of missing out, atau takut ketinggalan) di pasar. FOMO sering terjadi ketika pasar sedang dalam kondisi sangat bagus.
Ketika Bitcoin harganya mendekati Rp1 miliar, FOMO menyebar. Ketika IHSG tembus ke atas level 7.000, FOMO juga menyebar. FOMO biasanya malah berakhir nyangkut: mereka yang membeli aset investasi di harga tinggi malah gigit jari melihat portofolionya terus merugi.
Masa-masa tidak jelas seperti ini adalah saat ketika orang takut untuk berinvestasi. Masa-masa ketika saham atau investasi lainnya naik tinggi adalah saat ketika orang banyak yang menjadi serakah dan ingin mendapatkan keuntungan cepat lewat berinvestasi. Mereka yang bijaksana mestinya memegang prinsip sederhana berikut.
ADVERTISEMENT