Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Dari Pisang ke Harapan: Potensi dan Masa Depan Pertanian
14 April 2025 11:08 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Sigid Mulyadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di antara sajian Lebaran yang tersaji di atas meja, ada satu yang sederhana namun selalu menarik perhatian: pisang.
ADVERTISEMENT
Saya mengenal cukup banyak jenis pisang. Ada pisang ambon, raja temen, raja ketan, susu, bung alias gepok, ulin, morosebo, tanduk, kluthuk, hingga cavendish. Yang terakhir ini—cavendish—paling sering kita jumpai di supermarket dan minimarket. Kenapa ya, hanya cavendish yang rutin hadir di rak buah pasar modern? Apakah karena namanya yang terdengar "modern", atau bahkan "barat"?
Nama Cavendish sendiri konon diambil dari nama seorang bangsawan Inggris, William Cavendish. Silakan cari sendiri kisah lengkapnya—banyak tersedia di internet, termasuk juga berbagai kelebihan dan manfaat kesehatannya.
Namun, dari semua jenis pisang yang saya kenal, menurut saya yang paling enak tetaplah pisang raja temen. Pisang gepok yang digoreng juga tidak kalah nikmat. Bahkan, pisang gepok adalah satu dari sedikit jenis pisang yang bisa diolah menjadi berbagai macam kudapan lezat. Tapi sayangnya, pisang gepok jarang, atau bahkan tidak pernah, saya temukan di rak buah supermarket. Barangkali, ia hanya butuh nama baru yang terdengar lebih keren—semacam “Monday” atau “Alfa.”
ADVERTISEMENT
Sudah lama saya penasaran dengan pisang cavendish ini. Dari mana asalnya? Di mana ia ditanam?
Tempo hari, saat silaturahmi Lebaran, saya menemukan titik terang. Ternyata, kebun pisang cavendish kini sudah ada di sekitar kampung saya. Bahkan, salah satu kerabat saya menanamnya. Kemarin, saat kami bersilaturahmi, kami diberi oleh-oleh pisang cavendish. Bukan hanya satu atau dua buah, melainkan beberapa tangkep sekaligus.
Kami pun sempat ngobrol tentang usaha kebun pisang cavendish ini. Katanya, dalam waktu sekitar enam bulan setelah ditanam, pohon pisang cavendish sudah mulai mengeluarkan ontong (jantung pisang). Lalu, dalam waktu tiga hingga empat bulan berikutnya, buahnya siap panen. Artinya, dalam waktu kurang dari satu tahun, tanaman ini sudah bisa menghasilkan uang.
ADVERTISEMENT
Menurut kerabat saya, saat ini permintaan terhadap pisang cavendish masih jauh lebih tinggi daripada penawarannya. Artinya, peluang usaha di bidang ini masih sangat terbuka dan cukup menjanjikan. Tidak heran jika banyak petani mulai menanam cavendish secara lebih serius.
Usai dari rumah kerabat, kami melanjutkan perjalanan silaturahmi ke tempat lain. Saat melewati hamparan persawahan, saya melihat pemandangan yang tak biasa: deretan kebun pisang berdiri di antara lahan pertanian. Pohon-pohonnya tidak terlalu tinggi. Dari kejauhan, terlihat tandan-tandan pisang yang dibungkus dengan plastik pelindung—blosong, istilahnya. Rupanya, itu dilakukan untuk menjaga kualitas buah hingga masa panen tiba.
Saya tidak sempat berhenti atau bertanya langsung kepada pemilik kebun. Namun, kuat dugaan saya, pisang-pisang yang tumbuh di sana adalah cavendish.
ADVERTISEMENT
Dari apa yang saya lihat dan dengar selama Lebaran ini, saya mulai melihat adanya masa depan yang cerah di desa-desa. Pertanian kita, perlahan, terus bergerak dan berinovasi. Sementara dunia ramai membicarakan kecerdasan buatan dan teknologi canggih, pertanian tetap menjadi ladang yang mengandalkan kerja sama erat antara manusia dan alam.
Dan sejauh ini, peran manusia dalam pertanian masih belum tergantikan oleh AI.