Konten dari Pengguna

Langkah Nyata Atasi Pengangguran: Padat Karya Menata Kota

Sigid Mulyadi
Praktisi Pemerintahan - Alumnus UPN Veteran - Disclamer: Tulisan tidak mewakili pandangan dari organisasi
16 April 2025 21:19 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sigid Mulyadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Salah satu tantangan besar yang dihadapi pemerintah saat ini adalah mengatasi pengangguran. Bahkan, Presiden pun telah menyatakan dukungan terhadap usulan pembentukan Satgas PHK yang diajukan dalam sarasehan ekonomi beberapa waktu lalu. Ini menandakan bahwa pemerintah serius dalam mencegah lonjakan angka pengangguran.
ADVERTISEMENT
Karena itu, pemerintah terus berpikir keras: bagaimana menciptakan lapangan kerja secara cepat dan berkelanjutan?
Salah satu cara yang paling memungkinkan dan berdampak cepat adalah melalui kegiatan padat karya. Kita telah melihat upaya ini dijalankan, misalnya melalui pelaksanaan program dana desa. Dalam pembangunan, pendekatan swakelola dan padat karya dapat kembali dihidupkan, seperti yang pernah dilakukan di masa pandemi.
Program seperti MBG (Makan Bergizi Gratis) juga diharapkan bisa membuka peluang kerja. Contohnya, dengan melibatkan sarjana sebagai penanggung jawab unit dan ibu-ibu untuk petugas dapur. Demikian juga Program Koperasi Desa Merah Putih, yang kelak akan membutuhkan SDM untuk mengelola koperasi, termasuk dari kalangan sarjana.
Namun, ada satu sektor yang menurut saya potensial untuk digarap dengan pendekatan padat karya, dan ini menjadi tanggung jawab daerah: kebersihan dan estetika kota.
ADVERTISEMENT
Bayangkan jika setiap daerah memiliki Dinas Kebersihan dan Estetika Kota. Dinas ini tidak hanya mengurusi sampah, tapi juga bertanggung jawab atas keindahan kota. Semua hal yang rusak, kumuh, atau tak sedap dipandang menjadi urusan dinas ini untuk ditangani.
Ilustrasi dibuat dengan ChatGPT
Dinas ini sebaiknya memiliki banyak tenaga kerja yang bertugas menyapu jalan, membersihkan trotoar, memotong rumput, menanam bunga, merawat taman, serta memelihara dan membersihkan fasilitas umum—termasuk membersihkan selokan dan sungai.
Tenaga kerja tersebut tidak dari kalangan ASN. Mereka bisa direkrut sebagai pegawai kontrak atau honorer, dengan sistem kerja bergiliran atau shift—pagi dan sore. Dalam satu area, bisa ada dua orang yang bertanggung jawab penuh pada waktu berbeda. Dan ini tidak hanya berlaku di kota, tetapi juga bisa diterapkan di pusat keramaian kecamatan hingga ke desa.
ADVERTISEMENT
Dengan cara ini, kita tidak hanya menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, tetapi juga menghadirkan ruang-ruang publik yang bersih, nyaman, dan sedap dipandang. Jika taman dan pusat keramaian tertata rapi dan bersih, maka warga akan senang datang, berkumpul, dan beraktivitas. Di sinilah pusat ekonomi tumbuh. UMKM bisa berkembang, roda ekonomi lokal bergerak.
Tentu, mereka juga perlu diberi pelatihan: mulai dari cara bekerja dengan aman, penggunaan alat, teknik membersihkan ruang publik, hingga cara merawat taman dan membuat lingkungan tampak indah.
Lalu, bagaimana membiayainya? Saya percaya, dengan kebijakan efisiensi dan perampingan belanja birokrasi yang tepat, anggaran bisa dialokasikan untuk program seperti ini. Kuncinya ada pada kemauan politik dan komitmen yang kuat.
Di luar itu, ada peluang besar untuk melibatkan sektor swasta dan komunitas dalam program ini. Perusahaan-perusahaan lokal bisa diajak berkolaborasi melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) untuk mendukung kebersihan dan keindahan lingkungan sekitar mereka. Demikian pula komunitas warga bisa digandeng melalui program partisipatif seperti lomba kampung bersih atau adopsi taman.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang tak kalah penting adalah penggunaan teknologi sederhana untuk mendukung pekerjaan mereka. Misalnya, dengan aplikasi pelaporan warga yang bisa digunakan untuk memberi tahu lokasi yang kotor, rusak, atau perlu perhatian. Ini akan membuat kerja dinas kebersihan lebih responsif dan efisien.
Bahkan lebih jauh, pekerjaan padat karya ini bisa dikembangkan ke sektor daur ulang dan pengelolaan sampah. Tenaga kerja bisa diberdayakan untuk memilah sampah, membuat kompos, hingga mendaur ulang material. Ini bukan hanya menyerap tenaga kerja, tetapi juga bagian dari solusi krisis lingkungan.
Sudah saatnya kita menciptakan lingkungan kota dan desa yang bersih, sehat, dan indah. Keindahan visual bukan hanya menyenangkan mata, tapi juga menciptakan iklim ekonomi yang bergairah. Ketika suasana nyaman, orang akan datang. Ketika mereka datang, ekonomi bergerak.
ADVERTISEMENT
Dengan memadukan padat karya, estetika kota, dan keterlibatan masyarakat, kita bisa menjawab dua persoalan sekaligus: mengurangi pengangguran dan menciptakan ruang hidup yang lebih baik. Mari kita mulai dari hal yang sederhana—dari menyapu jalan, menanam bunga, dan menjaga lingkungan. Di situlah wajah masa depan bangsa sedang kita bentuk bersama.