Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Menabung Waktu, Memanen Solidaritas: Inovasi Sosial untuk Daerah
5 Mei 2025 15:32 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Sigid Mulyadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bayangkan seorang ibu rumah tangga yang menemani lansia di sebelah rumah ke puskesmas. Tak dibayar dengan uang, tapi dicatat sebagai tabungan waktu. Suatu hari nanti, ketika anaknya butuh bimbingan belajar atau rumahnya perlu dibantu bersih-bersih, ia cukup menukarkan waktu itu kepada warga lain. Adil, efisien, dan penuh empati.
ADVERTISEMENT
Inilah konsep Time Bank: sistem pertukaran jasa berbasis waktu, bukan uang. Di dunia yang makin transaksional dan individualistik, skema ini menghidupkan kembali esensi gotong royong—tapi dengan sentuhan teknologi dan sistem yang rapi.
Kenapa Ini Penting Sekarang?
Nampaknya setiap pemerintah daerah sedang menghadapi tekanan ganda. Di satu sisi, kebutuhan layanan sosial meningkat—khususnya untuk lansia, anak-anak dari keluarga prasejahtera, dan penyandang disabilitas. Di sisi lain, anggaran belanja pegawai dan operasional makin ketat.
Time Bank menawarkan cara baru menghadirkan layanan sosial berbasis komunitas, tanpa menambah beban fiskal. Sistem ini bukan sekadar program relawan, melainkan infrastruktur sosial alternatif, di mana warga saling bantu, dan bantuannya diakui, tercatat, dan bisa ditukar kelak.
Sudah Ada Buktinya
ADVERTISEMENT
Time Bank bukan ide kosong. Di negara maju, sistem ini telah menjadi pelengkap layanan perawatan lansia. Time Bank digunakan untuk mendorong partisipasi warga dalam pendidikan dan kesehatan komunitas. Bahkan menjadikannya bagian dari kebijakan kesejahteraan lokal.
Mengapa tidak kita mulai di Indonesia, dari tingkat kabupaten atau kota?
Bagaimana Cara Kerjanya?
Sederhana. Warga mendaftar sebagai anggota Time Bank. Mereka menawarkan jasa: mendampingi lansia, mengajar anak, membersihkan lingkungan, atau sekadar mengantar tetangga ke layanan publik. Setiap jam kontribusi dicatat sebagai “tabungan waktu”. Tabungan ini bisa ditukarkan untuk menerima bantuan serupa di masa depan.
Yang menarik: waktu 1 jam orang tua yang menemani anak belajar sama nilainya dengan 1 jam pemuda yang membantu membersihkan saluran air. Tidak ada kasta, tidak ada nilai uang—semua dihitung adil berdasarkan waktu dan niat baik.
ADVERTISEMENT
Apa yang Bisa Dilakukan Pemda?
Pemerintah daerah bisa:
Biayanya relatif murah. Dibandingkan membayar tenaga harian atau memperluas staf sosial, Time Bank menciptakan efek berantai berbasis partisipasi warga.
Simulasi Singkat
Misalnya: dalam 3 bulan pilot, 700 warga aktif ikut Time Bank. Lebih dari 3.000 jam waktu sosial dicatat. Lansia lebih mudah ke puskesmas, anak-anak mendapatkan bimbingan belajar, dan warga merasa dihargai bukan karena uang—tetapi karena kontribusinya. Hasilnya: layanan sosial ringan terbantu, beban dinas sosial berkurang, dan warga merasa lebih terhubung.
ADVERTISEMENT
Mengubah Cara Kita Melihat “Nilai”
Kita terbiasa mengukur kerja dan kontribusi dengan uang. Tapi kerja sosial, empati, dan waktu luang yang dimanfaatkan untuk sesama juga punya nilai tinggi. Time Bank mengubah perspektif itu: bahwa setiap warga bisa jadi aset sosial, asalkan diberi sistem yang adil untuk berkontribusi dan menerima.
Indonesia pernah dan masih kuat dalam budaya gotong royong. Time Bank hanyalah versi modern dari itu—diperbarui dengan teknologi, dikelola secara sistematis, dan diarahkan untuk menjawab kebutuhan sosial hari ini.
Sudah waktunya pemerintah daerah tidak hanya bicara inovasi digital, tapi memanfaatkannya untuk membangun solidaritas nyata di akar rumput.
Warga tidak sekadar dibantu—mereka dilibatkan, dihargai, dan diberdayakan.