Konten dari Pengguna

Mengawal Pelaksanaan Anggaran: Langkah-Langkah Strategis

Sigid Mulyadi
Praktisi Pemerintahan - Alumnus UPN Veteran - Disclamer: Tulisan tidak mewakili pandangan dari organisasi
18 April 2025 12:35 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sigid Mulyadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saya percaya, belanja negara bukan hanya soal angka di atas kertas. Ia adalah cerminan dari visi dan komitmen kita untuk membangun negeri ini secara lebih adil, efisien, dan berkelanjutan. Di tahun 2025 yang sudah di depan mata, tantangan kita dalam mengelola keuangan negara tidak semakin ringan—justru makin menuntut kita untuk bekerja lebih cermat, lebih strategis, dan lebih bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Pemerintah telah menyerahkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2025 kepada seluruh kementerian dan lembaga. Dan Presiden menetapkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD. Ini bukan sekadar dokumen formalitas. Arahan ini adalah penegasan bahwa negara ingin mengubah cara kita membelanjakan uang rakyat: bukan asal habis, tapi harus berdampak.
Ilustrasi dibuat dengan ChatGPT
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dibuat dengan ChatGPT
Arahan Presiden ini menjadi fondasi penting untuk mendorong kualitas belanja negara—yang selama ini sering kali dinilai belum optimal. Dan demi mengawal agar pelaksanaan anggaran 2025 berjalan sesuai arah tersebut, Kementerian Keuangan telah menyusun dan menyampaikan langkah-langkah strategis yang perlu segera ditindaklanjuti oleh seluruh satuan kerja di seluruh Indonesia.
Sebagai bagian dari sistem pengelolaan anggaran negara, saya merasa penting untuk menyuarakan ini. Karena efisiensi, akuntabilitas, dan ketepatan pelaksanaan anggaran bukan hanya tanggung jawab birokrasi—tapi bentuk nyata kita semua dalam memperjuangkan kemajuan bangsa.
ADVERTISEMENT
Rencana Harus Matang, Jangan Asal Jalan
Langkah pertama yang ditekankan adalah peningkatan kualitas perencanaan dan penganggaran. Ini terdengar sederhana, tapi dampaknya sangat besar. Kita nggak bisa lagi membuat rencana kerja dan kegiatan hanya untuk memenuhi kewajiban administratif. Setiap rencana harus disusun secara realistis, sesuai dengan kebutuhan lapangan, dan disiapkan sejak awal tahun anggaran.
Review anggaran juga bukan sekadar formalitas. Kita harus lebih rutin dan serius melakukan evaluasi terhadap alokasi yang sudah ditetapkan. Setiap revisi anggaran harus punya alasan kuat, dan tujuan jelas: untuk optimalisasi, bukan sekadar penyesuaian.
Dan yang sering terabaikan: sinkronisasi antara belanja pemerintah pusat dan daerah. Ini krusial. Kalau pusat dan daerah tidak berjalan seirama, program sebagus apapun bisa jalan di tempat. Sudah saatnya kita keluar dari ego sektoral, dan mulai memandang pembangunan secara menyeluruh.
ADVERTISEMENT
Pelaksanaan Anggaran Harus Lebih Lincah dan Efisien
Selanjutnya, yang jadi fokus besar adalah kualitas pelaksanaan anggaran belanja. Banyak program strategis yang gagal mencapai target hanya karena proses pengadaan barang dan jasa lambat. Proyek bisa tertunda, layanan publik jadi tak optimal, dan pada akhirnya rakyat yang dirugikan.
Maka dari itu, percepatan proses pengadaan harus jadi prioritas utama. Begitu juga dengan akselerasi pelaksanaan program, kegiatan, dan proyek strategis nasional. Kita nggak boleh lagi menyia-nyiakan waktu karena hambatan administratif atau koordinasi yang lemah.
Dan tentu saja, belanja kita harus efisien dan tepat sasaran. Konsep value for money bukan jargon kosong. Kita harus mulai menghitung benar-benar: apakah setiap rupiah yang dibelanjakan memberikan manfaat sebesar-besarnya?
ADVERTISEMENT
Termasuk di dalamnya dana yang bersumber dari pembiayaan luar negeri seperti PHLN maupun SBSN—kualitas pelaksanaannya harus lebih dijaga. Ini bukan hanya soal efisiensi, tapi juga soal menjaga reputasi dan kepercayaan internasional terhadap pengelolaan keuangan publik kita.
Transisi Pemerintahan Bukan Alasan untuk Melambat
Tahun 2025 menjadi tahun pertama pemerintahan baru Kabinet Merah Putih (KMP). Biasanya, transisi seperti ini sering membuat pelaksanaan program melambat karena penyesuaian organisasi, perubahan struktur, atau perombakan kebijakan.
Tapi kali ini kita tidak boleh mengulang kesalahan yang sama. Justru di masa transisi ini, pelaksanaan program dari kementerian/lembaga baru harus dipercepat. Jangan sampai publik kehilangan momentum kepercayaan hanya karena sistem kita tak siap beradaptasi.
Program unggulan seperti ASTA CITA dan Quick Wins Presiden RI harus segera direalisasikan. Ini bukan hanya soal pencitraan atau gebrakan awal—ini soal menyampaikan pesan ke publik bahwa pemerintahan baru siap bekerja sejak hari pertama.
ADVERTISEMENT
Akuntabilitas: Bukan Sekadar Laporan, Tapi Tanggung Jawab
Terakhir, yang tak kalah penting: peningkatan akuntabilitas dalam pelaksanaan anggaran. Saya percaya bahwa akuntabilitas bukan hanya soal laporan keuangan yang rapi. Ia adalah bentuk pertanggungjawaban moral kita terhadap publik.
Kita harus menjaga tata kelola anggaran secara transparan, melakukan monitoring dan evaluasi yang benar-benar efektif, serta memperkuat sistem pengendalian internal. Data capaian output harus valid—tidak boleh asal klaim. Dan laporan yang disampaikan harus mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan.
Karena pada akhirnya, publik tidak peduli seberapa besar anggaran yang kita kelola—mereka peduli seberapa besar dampaknya terhadap hidup mereka.
Kepada seluruh satuan kerja dan seluruh insan birokrasi pengelola anggaran, saya mengajak kita semua untuk menjadikan pelaksanaan anggaran 2025 ini sebagai momentum perubahan. Bukan sekadar menjalankan tugas, tapi sebagai panggilan untuk membuat setiap rupiah yang kita belanjakan punya arti.
ADVERTISEMENT
Mari kita kawal niat baik ini bersama.
Karena belanja negara bukan sekadar pekerjaan teknis. Ia adalah kerja kebangsaan.
Saatnya kita belanja dengan lebih cerdas, lebih berkualitas, dan lebih berdampak.