Konten dari Pengguna

Momen yang Terlewat: Ketika Pengadaan Terlambat, Manfaat Bisa Hilang

Sigid Mulyadi
Praktisi Pemerintahan - Alumnus UPN Veteran - Disclamer: Tulisan tidak mewakili pandangan dari organisasi
1 Mei 2025 15:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sigid Mulyadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu, dalam sebuah diskusi yang melibatkan beberapa pihak, tiba-tiba muncul satu pikiran yang tak bisa saya abaikan. Sebuah bayangan sederhana, tapi sangat menggugah.
ADVERTISEMENT
Bayangkan ada seorang pasien di rumah sakit. Ia sangat membutuhkan alat kesehatan tertentu untuk bisa diselamatkan. Namun alat itu belum tersedia. Padahal, anggaran untuk pembeliannya sudah ada sejak awal tahun. Sayangnya, karena eksekusi pengadaan yang lambat, alat itu belum terbeli hingga pasien akhirnya meninggal dunia. Dalam kasus ini, nyawa menjadi taruhan dari sebuah proses yang terlambat.
Ilustrasi dibuat dengan ChatGPT
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi dibuat dengan ChatGPT
Mari kita balik skenarionya.
Ada beberapa pasien di rumah sakit daerah yang mengalami kondisi kritis. Mereka juga membutuhkan alat kesehatan yang sama. Untungnya, alat itu sudah berhasil dibeli tepat waktu, sehingga bisa langsung digunakan dan berhasil menyelamatkan nyawa. Kecepatan pengadaan menjadi faktor penentu antara hidup dan mati. Ini bukan hiperbola, ini realita.
Narasi tersebut saya gunakan sebagai pendekatan persuasif dalam mendorong percepatan pelaksanaan kegiatan, khususnya yang berdampak langsung pada masyarakat. Imajinasi yang saya bangun bukan fiksi tanpa dasar, tetapi rekonstruksi dari kemungkinan yang sangat nyata terjadi. Tujuannya sederhana: menggugah kesadaran bahwa semakin lama sebuah output diwujudkan, semakin banyak pula “momen manfaat” yang terlewat. Dan konsekuensinya bisa sangat fatal.
ADVERTISEMENT
Tentunya, narasi seperti di atas hanyalah salah satu pendekatan. Dalam forum-forum teknis, kami tak berhenti di sana. Pendekatan yang lebih teknokratis juga kami tempuh—dengan menyajikan data dan visualisasi perkembangan. Kami bandingkan kinerja tahun per tahun. Dan kami petakan tren penyerapan anggaran.
Namun, kenyataannya memang tidak semudah membalik telapak tangan. Dalam pelaksanaan kegiatan dan proyek pemerintah, selalu ada tantangan yang muncul. Salah satu yang paling sering kami dengar dari daerah adalah persoalan juknis—petunjuk teknis pelaksanaan. Ini terjadi hampir setiap tahun, dengan pola yang nyaris sama.
Kami sempat menduga bahwa ini hanya soal miskomunikasi. Bisa jadi pusat merasa sudah memberikan petunjuk, sementara daerah merasa belum menerima. Tapi setelah kami konfirmasi, ternyata memang dalam bidang tertentu, juknis itu memang belum terbit. Rincian apa saja yang harus dibeli, spesifikasinya seperti apa, belum tersedia. Para pelaksana di daerah akhirnya menunggu tanpa bisa bergerak, karena takut salah langkah.
ADVERTISEMENT
Untuk beberapa hal yang sifatnya teknis dan kasuistik, barangkali akan jauh lebih efektif jika kewenangan teknis itu diberikan pada daerah. Biarkan unit di lapangan, yang lebih dekat dengan masalah, menentukan sendiri apa yang mereka butuhkan. Mereka tentu lebih paham kondisi lapangan dan dapat menyesuaikan kebutuhan dengan konteks lokal.
Mendorong Percepatan Secara Komprehensif
Langkah kami untuk mendorong percepatan ke depan harus lebih sistematis. Kami tidak cukup hanya menyampaikan cerita atau membagikan grafik. Perlu disusun peta pikiran yang menunjukkan akar persoalan dan rantai penyebabnya. Kami perlu mulai membangun pohon masalah yang memperlihatkan relasi antara lambatnya juknis, ketakutan mengambil keputusan di daerah, keterlambatan pelaksanaan, hingga akhirnya keterlewatannya manfaat untuk masyarakat.
Solusi yang kami dorong pun harus lebih komprehensif. Misalnya, dorongan agar kementerian atau lembaga teknis dapat menyiapkan juknis secara paralel dengan pengesahan anggaran. Atau, membangun mekanisme early procurement agar kegiatan strategis tidak tertunda. Di sisi lain, memperkuat kapasitas SDM pengadaan di daerah juga penting, agar mereka memiliki keberanian dan kemampuan untuk mengeksekusi sesuai kebutuhan.
ADVERTISEMENT
Saya percaya bahwa akselerasi bukan sekadar soal cepat atau lambat. Ini soal bagaimana memastikan manfaat hadir tepat waktu. Karena dalam kerja pelayanan publik, waktu adalah segalanya. Setiap keterlambatan bukan hanya angka di laporan. Ia bisa berarti hilangnya kesempatan, atau bahkan hilangnya nyawa.
Momen-momen manfaat yang seharusnya bisa kita raih, jangan sampai hilang begitu saja karena kelambatan birokrasi. Maka, sudah saatnya percepatan menjadi agenda utama. Bukan hanya dalam dokumen strategi, tapi dalam implementasi nyata di lapangan.