Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Pagi di Lapangan: Menyegarkan Diri, Menggerakkan Ekonomi
2 Mei 2025 14:22 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Sigid Mulyadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Memulai pagi dengan aktivitas luar ruang selalu memberi kesegaran tersendiri. Jauh lebih hidup dibanding langsung tenggelam dalam rutinitas kantor. Tentu, konsekuensinya harus bangun lebih pagi—tapi justru di situlah latihan disiplin dan integritas dimulai.
ADVERTISEMENT
Pagi itu saya memutuskan untuk olahraga jalan kaki di lapangan tempat pameran di kota ini. Lapangan ini menurut saya adalah ide luar biasa. Ketika malam tiba, ia berubah menjadi taman bermain anak-anak dan pasar malam. Pada hari-hari tertentu, digelar pameran UMKM, bazar, atau pertunjukan seni. Kini bahkan sudah dibangun sebuah panggung permanen di salah satu sisinya—menambah daya tarik tersendiri.

Saat tiba, saya melihat sebuah tenda besar telah berdiri. Kursi-kursi tertata rapi, panggung lengkap dengan backdrop sudah siap. Di sana tertulis, Khotmil Qur’an Akbar—acara dari sebuah sekolah dasar ternama. Beberapa panitia terlihat sibuk menyiapkan perlengkapan.
Sambil mengamati suasana, saya mulai berjalan mengelilingi lapangan. Target saya pagi itu: tujuh putaran—sekitar tiga kilometer dalam waktu kurang dari 40 menit. Ini bukan pertama kalinya saya melakukannya. Artinya, lapangan ini bukan sekadar tempat acara, tapi juga ruang publik yang hidup.
ADVERTISEMENT
Orang-orang mulai berdatangan. Beberapa Ustazah dari sekolah, para pelaku seni, dan juga pelaku UMKM terlihat bersiap. Saya lihat ada yang memasang backdrop bergambar Ka'bah—rupanya akan digunakan untuk jasa foto. Menarik sekali.
Di tengah langkah, seorang ibu menghentikan saya. Ia minta tolong difoto di depan gerbang utama, tepat di bawah tulisan nama acara. Mungkin ia merasa bahagia bisa berada di sana—barangkali pula, ia sedang mempertimbangkan untuk menyekolahkan anaknya ke tempat itu. Setelah membantu memotretnya, saya lanjutkan jalan pagi saya.
Tak lama, terdengar alunan musik religi. Dari suaranya, seperti Maher Zain. Saya belum pernah mendengar lagu itu sebelumnya, tapi liriknya berisi sholawat kepada Nabi. Saya catat dalam ingatan, suatu saat ingin mencari lagu itu lagi.
ADVERTISEMENT
Beberapa siswa mulai berdatangan, diantar orang tuanya. Mereka mengenakan toga wisuda berwarna hijau. Padahal belum jam tujuh pagi. Rupanya datang lebih awal sudah menjadi kebiasaan mereka. Meski harus menunggu lama, kedisiplinan mereka layak diapresiasi. Disiplin waktu adalah salah satu kunci penting untuk masa depan yang cerah.
Setelah menyelesaikan target tujuh putaran, saya memutuskan untuk pulang dan bersiap bekerja. Tapi sebelum benar-benar meninggalkan tempat itu, saya berhenti sejenak dan memperhatikan sekeliling. Hari masih pagi, tapi geliat ekonomi sudah terasa. Acara ini menjadi magnet yang menggerakkan roda ekonomi warga. Saat para santri dan wali murid hadir, tempat ini akan dipenuhi ratusan orang—dan tentu saja, potensi transaksi ekonomi pun meningkat.
Saya membayangkan, jika setiap hari ada kegiatan seperti ini di lapangan tersebut, para pelaku UMKM pasti akan merasa terbantu. Mereka bisa bertemu langsung dengan konsumen. Dalam hal ini, pemerintah daerah punya peran strategis. Dengan merancang agenda rutin sepanjang tahun—tidak hanya sebagai hiburan masyarakat, tapi juga untuk menggerakkan ekonomi lokal.
ADVERTISEMENT
Pemerintah perlu terus menjembatani pertemuan antara pelaku usaha dan konsumen. Antara penawaran dan permintaan. Ini bukan sekadar soal teknis acara, tapi tentang bagaimana menghadirkan kreativitas dan inovasi dalam kebijakan. Di sinilah pentingnya imajinasi dan keberanian untuk berpikir di luar kebiasaan.
Karena terkadang, hal besar dimulai dari sebuah pagi yang sederhana—dan sebuah lapangan yang ramai oleh harapan.