Konten dari Pengguna

Strategi Peningkatan Kinerja Daerah

Sigid Mulyadi
Praktisi Pemerintahan - Alumnus UPN Veteran - Disclamer: Tulisan tidak mewakili pandangan dari organisasi
25 April 2025 11:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sigid Mulyadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sesungguhnya, selalu ada kondisi ideal yang diinginkan dari setiap kebijakan.
ADVERTISEMENT
Bahwa dalam setiap evaluasi itu, selalu mencuat ketidakpuasan, nampaknya perlu dipikirkan sungguh-sungguh bagaimana mengatasinya. Atas kinerja yang begitu-begitu saja. Yang berulang setiap tahunnya.
Barangkali harus dimulai dengan menjelaskan kepada daerah. Apa saja yang diharapkan pusat atas beberapa kebijakan.
Pada TKD, yang diinginkan adalah kegiatan DAK Fisik segera dilaksanakan sejak awal tahun. Mulai dari proses pengadaan barang/jasa hingga kontrak ditargetkan tuntas di triwulan I. Dengan begitu, pemerintah daerah bisa segera mencairkan DAK Fisik. Memulai sejak awal tentu akan selesai lebih cepat, dan hasilnya bisa segera dinikmati masyarakat. Indikatornya jelas: DAK Fisik tahap I sudah dicairkan pada triwulan I.
Ilustrasi dibuat dengan ChatGPT
Begitu pula dengan Dana Desa. Pemerintah pusat berharap pencairannya dapat dimulai sejak Januari. Tujuannya sederhana namun penting: agar pembangunan desa berjalan cepat. Sehingga hasilnya dapat segera dirasakan masyarakat. Maka, target pencairan dana desa tahap I pada triwulan I seharusnya bisa tercapai tanpa hambatan.
ADVERTISEMENT
Pada jenis TKD lainnya seperti insentif fiskal, Tunjangan Profesi Guru (TPG), dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), yang diharapkan adalah kecepatan dan ketanggapan daerah dalam memenuhi seluruh persyaratan. Saat semua dokumen pendukung telah lengkap, maka rekomendasi bisa segera diterbitkan dan dana pun disalurkan tanpa jeda waktu yang panjang. Sebaiknya tidak ada lagi ketimpangan antara daerah yang cepat dan yang lambat. Artinya, semua daerah diharapkan bergerak cepat memenuhi persyaratan.
Untuk program pembiayaan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi), pusat berharap daerah tidak pasif. Harus ada keterlibatan nyata, mulai dari menyosialisasikan skema pembiayaan kepada pelaku UMKM dan petani, hingga membantu memfasilitasi proses pengajuan. Tujuannya tak lain adalah agar realisasi KUR dan UMi terus meningkat, dan akses permodalan makin merata di seluruh pelosok negeri.
ADVERTISEMENT
Menguatkan Peran Kolaborasi dan Monitoring
Namun harapan dan strategi tidak akan cukup jika tidak disertai dengan penguatan peran kolaborasi dan monitoring. Di sinilah pentingnya membangun sistem kerja yang kolaboratif antar level pemerintahan. Pemerintah pusat tidak bisa hanya melempar target dan menunggu. Daerah pun tidak cukup hanya mengeksekusi secara administratif. Harus ada dialog aktif yang berkelanjutan.
Kolaborasi lintas sektor juga menjadi kunci. Misalnya, dalam optimalisasi Dana Desa, kementerian/lembaga terkait bisa mendorong integrasi program dengan sektor lain seperti pertanian, kesehatan, dan pendidikan. Pendekatan tematik dan holistik semacam ini akan membuat pembangunan lebih terarah dan berdampak nyata.
Selain itu, monitoring dan evaluasi (monev) harus diperkuat. Bukan sekadar mengisi laporan formal, tapi benar-benar menjadi alat untuk mengukur efektivitas dan efisiensi pelaksanaan. Teknologi bisa dioptimalkan untuk menciptakan sistem pelaporan real-time dan dashboard kinerja yang dapat diakses publik. Dengan begitu, akuntabilitas meningkat, dan masyarakat bisa ikut mengawal jalannya program.
ADVERTISEMENT
Perlu juga dicatat bahwa tidak semua daerah berada pada titik start yang sama. Kapasitas sumber daya manusia, kelembagaan, dan infrastruktur sangat bervariasi. Maka strategi pembangunan ideal harus diiringi dengan peningkatan kapasitas (capacity building) di daerah. Pelatihan teknis, pendampingan, dan transfer pengetahuan menjadi sangat penting agar daerah tidak tertinggal hanya karena keterbatasan SDM atau pemahaman teknis.
Lalu, Bagaimana Strateginya?
Pertama, komitmen. Tanpa komitmen yang kuat, semua rencana hanya akan jadi rutinitas belaka.
Kedua, kesungguhan. Di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Kerja keras dan tekad kuat akan mengatasi banyak hambatan.
Ketiga, inovasi. Tidak mungkin berharap perbaikan jika masih menggunakan cara lama. Daerah harus berani mencoba pendekatan baru, menggunakan teknologi, dan membuka ruang partisipasi warga.
ADVERTISEMENT
Dan yang tak kalah penting, kepemimpinan daerah menjadi penentu. Kepala daerah yang visioner dan responsif akan mendorong percepatan pembangunan jauh lebih signifikan dibanding kebijakan formal semata.
Jika semua pihak mampu memahami arah dan harapan kebijakan secara utuh, bekerja dalam semangat kolaboratif, dan terbuka terhadap perubahan, maka perbaikan bukan lagi utopia. Ia akan menjadi keniscayaan.