Konten dari Pengguna

Kisah Pahit dan Perjuangan Mama Emi, Pewaris Suku Ago di Kampung Adat Bena, Bajawa, Flores

23 Agustus 2017 15:00 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sigit Ezra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kisah Pahit dan Perjuangan Mama Emi, Pewaris Suku Ago di Kampung Adat Bena, Bajawa, Flores
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Foto: Mama Emi sedang Menenun
“Nua Bena, Nua Bena da dhengi dozo, dhengii dozo zele tolo wolo” sepenggal lirik dari lagu adat ‘Nua Bena’ yang kupelajari dari Mama Etha, sang pencipta lagu ini sekaligus istri dari Kepala Desa di Kampung Adat Bena. lagu itu menceritakan tentang bagaimana suasana di Kampung Adat Bena. 16 Februari 2016, di sela agenda solo travelku Jakarta - Flores selama 6 bulan yang sangat panjang, aku singgah di Nua Bena atau kampung Bena, adalah desa yang sangat indah, kampung para perempuan penenun kain khas asli Bajawa yang bercirikhas motif kuda, kampung yang juga rata rata penduduknya pekerja kebun penghasil kemiri.
Kisah Pahit dan Perjuangan Mama Emi, Pewaris Suku Ago di Kampung Adat Bena, Bajawa, Flores (1)
zoom-in-whitePerbesar
Foto : inilah Nua Bena
ADVERTISEMENT
Sao Meze atau Rumah rumah adat asli masih berdiri kokoh, kita dapat menjumpai tengkorak kerbau dan tengkorak babi tersusun di depan rumahnya, jerami sebagai atap, serta ukiran motif khas Bena berbentuk ayam serta bentuk bentuk melengkung sebagai hiasan pelengkap. Konon rumah ini tahan terhadap gempa bumi.
Sao Meze sangat sangat penting keberadannya bagi kesembilan Suku yang ada di kampung adat Bena. Karena Sao Meze merupakan identitas sebuah komunitas suku suku disana. Suku Dizi, Suku Wato, Suku Deru Lalulewa, Suku Deru Solomai, Suku Bena, Suku Kopa, Suku Diziazi, Suku Ago, dan Suku Ngadha berdiri kokoh dan hidup rukun yang dipeluk erat gunung Inerie dan pegunungan Manulalu.
Kisah Pahit dan Perjuangan Mama Emi, Pewaris Suku Ago di Kampung Adat Bena, Bajawa, Flores (2)
zoom-in-whitePerbesar
Foto : Ngadgu dan Bhada berada di tengah tengah Nua Bena
ADVERTISEMENT
Masing masing suku juga memiliki sepasang simbol sakral, simbol ini bernama Ngadhu dan Bhaga. Ngadhu merupakan bangunan simbol laki laki berbentuk payung yang di atasnya tertempel tombak atau panah, Ngadhu memiliki filosofi yang kuat, bercerita tentang laki laki harus bisa memayungi atau melindungi keluarga dari segala macam bahaya. dan Bhaga merupakan bangunan simbol perempuan berbentuk rumah kecil, Bhaga memiliki filosofi yang kuat pula, diceritakannya bahwa rumah adalah tempat dimana kita pulang, tempat istirahat yang sangat aman dan nyaman. Peneliti dari luar negeri menobatkan kampung ini sebagai bukti nyata dari zaman era Megalitikum yang masih tersisa.
Kisah Pahit dan Perjuangan Mama Emi, Pewaris Suku Ago di Kampung Adat Bena, Bajawa, Flores (3)
zoom-in-whitePerbesar
Foto : bersama Mama Emi
Berada di lereng gunung Inerie, di selatan kota Bajawa, Flores, NTT. Diselimuti pula oleh pegunungan Manulalu, Desa Jerebuu. Tinggalah keluarga Mama Emi, seorang pengrajin kain tenun asli yang masih bertahan dengan bahan bahan alami pada warna kainnya, aku memiliki kesempatan tinggal selama tiga minggu bersana keluarga mama Emi selama aku berada di Kampung Adat Bena selama tiga minggu. Mama Emi memiliki suami dari desa Mataloko, ialah papa Yosef, atau biasa di panggil Papa Ose. Memiliki tiga anak, yang pertama kaka Osheen, kaka Jackson, dan adik Elfreed. mama Emi menjabat sebagai sekertaris adat di Kampung adat Bena, ia juga pewaris suku Ago, sekelompok suku diantara kesembilan suku yang ada di kampung Bena. Sebenarnya pewaris suku Ago adalah bibi dari mama Emi yaitu Oma Lucia, karena Oma Lucia adalah anak perempuan pertama dari nenek Mama Emi. Disebabkan Oma Lucia tidak memiliki suami dan anak, Oma Lucia tidak bisa dijadikan pewaris suku, karena syarat yang berhak menerima warisan Suku adalah anak perempuan pertama yang sudah menikah dan memiliki anak. Maka dari itu Pewaris suku diturunkan ke Mama Emi, anak pertama dari adik kandung perempuan kedua Oma Lucia.
Kisah Pahit dan Perjuangan Mama Emi, Pewaris Suku Ago di Kampung Adat Bena, Bajawa, Flores (4)
zoom-in-whitePerbesar
Foto : inilah Papa Yosef atau Papa Ose
ADVERTISEMENT
Papa Yosef, ia adalah seorang pekerja keras, apapun ia kerjakan, dari kerja kebun sampai membantu membangun rumah. Kaka Osheen adalah anak pertama dari Mama Emi dan Papa Ose ia sempat menempa ilmu di Makassar, Sulawesi Selatan, jurusan keperawatan. Sekarang ia sudah lulus dan sedang di tugaaskan di Kupang.
Ketidak beruntungan menimpa kaka Jackson, karena ia sejak lahir sudah mengalami lumpuh total, hingga sekarang kaka Jackson hanya berbaring tidak pernah tahu apapun yang ada di luar Rumahnya, tidak sempat bercengkrama dengan teman sebayanya di luar rumahnya.
Kisah Pahit dan Perjuangan Mama Emi, Pewaris Suku Ago di Kampung Adat Bena, Bajawa, Flores (5)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Kami sedang makan malam di rumah Mama Emi. Yang memakai baju bola Barcelona adalah Elfreed.
Dan yang terakhir, Elfreed si anak bungsu. Ia anak yang cerdas, masih duduk di bangku sekolah SMP. Setiap pagi ia berjalan kaki sejauh hampir 10 kilometer melewati hutan dan jalan setapak untuk sampai ke sekolahnya. Ia selalu ada di dalam sepuluh besar siswa berprestasi di kelasnya.
ADVERTISEMENT
Kisah Pahit dan Perjuangan Mama Emi, Pewaris Suku Ago di Kampung Adat Bena, Bajawa, Flores (6)
zoom-in-whitePerbesar
Foto : dibagian sebelah kanan foto adalah lokasi Sao Meze suku Ago yang terbakar
Tiga tahun lalu adalah kenangan pahit bagi keluarga Mama Emi. Sao Meze atau rumah adat milik mereka terbakar habis, dikarenakan sebuah peristiwa yang mereka sendiri tidak tahu apa penyebabnya.
Ketika itu sudah lewat tengah malam kala penduduk Kampung Adat Bena sedang pulas-pulasnya tertidur. Di dalam Sao Meze suku Ago hanya ada Oma Lucia dan Elfreed. Mama Emi dan Papa Yosef sedang ada di kota Bajawa, Flores tengah, mereka sedang menemani Jackson yang ingin dirawat karena penyakitnya itu, kaka Osheen juga tidak ada dirumah, ia sedang menimba ilmu di kota Makassar.
Saat itu Oma Lucia dan Elfreed sedang pulas tertidur. Mega, seekor anjing peliharaan keluarga Mama Emi menggonggong sekeras tenaga, terus menerus menggonggong keras, sampai sampai Oma Lucia kesal dibuatnya “kenapa Mega ini menggonggong terus” ucap Oma Lucia, sampai sampai Oma Lucia berniat ingin memukul Mega agar menghentikan gonggongannya, karena terlalu berisik ia menggonggong, Oma membuka mata, ia sangat terkejut api sudah melalap hampir setengah Sao Meze, terang sekali cahaya api itu. “Elfreed Bangun, Elfreed Bangun!!” tutur mama Emi menirukan ucapan Oma Lucia panik saat itu.
ADVERTISEMENT
Oma Lucia dengan segera membangunkan Elfreed yang sedang pulas tertidur juga, lalu panik dan segera bergegas keluar, “Toloong Toloong!!” seru Oma Lucia dengan air mata yang sudah membanjiri pipinya. Berlarilah Elfreed ke rumah kepala desa, digedornya keras keras, dan berlari lagi menuju seluruh Sao Meze yang ada disana. Oma Lucia dan Elfreed berpencar memberitakan informasi rumahnya terbakar ke seluruh Kampung Adat Bena itu. Sayang, Sao Meze milik keluarga mama Emi tidak dapat diselamatkan, semua habis terbakar, ukiran pada kayu, surat surat penting, pakaian, segala galanya habis terbakar. Mama Emi sangat terkejut dapat kabar ini lewat pesawat telpon dari keluarganya di Kupang, Mama Emi dan Papa Yosef sempat sangat tidak percaya, karena saat mereka berangkat menghantarkan kaka Jackson berobat, rumah dalam keadaan baik baik saja. Ketika ia kembali dari Bajawa, benar saja Sao Meze milik sukunya, identitas terpenting sukunya sudah hangus dilalap si Jago Merah.
ADVERTISEMENT
Mama Emi bercerita, pada saat kaka Jackson ingin diangkat dan ingin berangkat dari Sao Meze menuju kota Bajawa untuk berobat, kaka Jackson terus menangis tiada terhenti, terus menangis dan menangis, “tidak biasanya kaka Jackson bertingkah seperti ini” tuturnya sedih. Setelah kejadian Sao Meze terbakar, Mama Emi berprasangka dalam tangisnya kaka Jackson, mungkin itu adalah firasat kuat kaka Jackson tentang kejadian pahit yang menimpa Sao Meze milik keluarga Mama Emi, identitas terpenting dalam sejarah suku suku di Kampung Bena Ini.
Kini mama Emi tinggal di pondok darurat, dengan bangunan kayu dan bambu sederhana. Keluarga mama Emi sangat terpukul atas semua kejadian ini. “Bagai burung yang tidak memiliki sangkar” tuturnya padaku. Suku Ago ingin mendirikan lagi Sao Meze tersebut, ingin membangun lagi hal terpenting di dalam Kampung adat Bena. tetapi untuk membangun Sao Meze tidaklah semudah mencari bahan lalu membangun. Tetapi ada ritual ritual penting yang harus dijalani.
ADVERTISEMENT
Yang pertama adalah Ruatua atau perencanaan menyusun pembangunan kerja, ini melibatkan seluruh laki laki suku Ago untuk berkumpul di kebun unuk merencanakan pembangunan Sao Meze sambil minum Moke, minuman khas Bajawa.
Tahap berikutnya adalah Wake Wadho Sao Meze Teda Lewa yaitu tahap pembangunan, di tahap ini juga tidak mudah, pihak keluarga harus memotong babi dan kerbau setiap hari sampai rumah selesai di bangun, konon untuk menghormati para leluhur.
Ka Sao adalah proses terakhir pembangunan rumah, yaitu syukuran atas selesainya membangun Sao Meze. Di tahap inilah biaya termahal termakan banyak. pihak keluarga harus memotong 100 ekor babi, puluhan ekor kerbau, dan ratusan ayam, sebagai penghormatan ke leluhur, dan penghormatan ke seluruh warga Bena. Mereka percaya semakin banyak yang di korbankan, leluhur akan menjaga rumahnya dari segala marabahaya, mereka juga mempercayai setelah ini mereka akan mendapat rejeki bagus serta tuhan alam akan mendukung, animisme yang sangat kuat.
ADVERTISEMENT
Ritual yang sudah dilalui suku Ago yaitu tahap Ruatua saja. Keluarga mama Emi sekarang sedang bekerja keras mengumpulkan bahan dan dana untuk ritual selanjutnya. Dan ia juga mengharapkan bantuan dari pemerintah agar kelestarian suku di Indonesia tetap terjaga hingga selama lamanya.
Kisah Pahit dan Perjuangan Mama Emi, Pewaris Suku Ago di Kampung Adat Bena, Bajawa, Flores (7)
zoom-in-whitePerbesar
Foto : Mama Emi
Mama Emi adalah seorang Pengrajin kain tenun Asli yang masih bertahan dengan bahan bahan alami pada warna kainnya, ia diberi amanat dan diajarkan langsung oleh Ibunda Mama Emi dengan formula turun temurun, supaya tetap melestarikan keaslian kain tenun dari zaman dahulu. Konon asal muasal menenun orang Bena dipengaruhi oleh bangsa Portugis.
Proses yang paling lama dari mengerjakan kain adalah saat saat pewarnaan, karena Mama Emi harus menunggu tumbuhan tumbuhan tertentu siap untuk diambil sebagai bahan pewarnaan, setelah bahan sudah di dapat, bahan harus dicuci dan di rendam beberapa hari bahkan minggu, setelah itu masih harus dijemur beberapa hari bahkan minggu, berulang ulang sampai dapat hasil warna yang indah. Setelah itu barulah merujuk pada proses penenunan. Sungguh keasliannya masih sangat terjaga di tangan terampil mama Emi.
ADVERTISEMENT
Disamping sebagai penenun, ia juga ditempatkan di rumah pos informasi utama Kampung Adat Bena sebagai pemandu turis turis yang datang, karena mama Emi juga mahir berbahasa Inggris, dipelajarinya dari penataran - penataran, seminar - seminar, dan pelatihan - pelatihan yang mama Emi ikuti. Senyum ramahnya selalu membuat turis lokal maupun mancanegara nyaman dipandu oleh beliau. Dengan senang hati mama Emi menjelaskan segala pertanyaan pertanyaan tentang Kampung adat Bena.
Disaat saat libur sebagai pemandu, mama Emi sering kali membantu papa Yosef dalam bekerja kebun. Mengangkat 3 bahkan 4 tumpuk bambu di kepalanya yang di alaskan kain berlipat agar nyaman saat dibawa, menanam pohon, panen kemiri, memungut buah pinang yang jatuh, mencari sayur sayuran, menanam jagung, dan hasil alam yang lainnya. Medan yang ditempuh sangat mengerikan, karena kebun disana bukanlah kebun yang kebanyakan landai, tak jarang terdapat di kemiringan yang fantastis, salah sedikit bisa jatuh ke jurang, sungguh sangat beresiko tinggi.
ADVERTISEMENT
Mama emi sudah terbiasa sejak kecil. Karena di Kampung adat Bena, tua maupun muda adalah Kampung para pekerja keras sejak kecil, bayangkan saja anak anak disana hanya memiliki waktu bermain sore hari, karena setelah pulang sekolah, anak anak membantu orang tua mereka menjemur kemiri, menimba air, mencuci piring, dan pekerjaan rumah lainnya hal inilah yang membuat mama Emi tangguh sejak kecil, sungguh mama Emi adalah ibu rumah tangga yang sangat tangguh dan sangat bertanggung jawab.
*Maaf aku tidak bisa menampilkan foto Kaka Jackson karena sebuah alasan