Konten dari Pengguna

UKT Melejit Rakyat Menjerit

Sigit Nugroho
Mahasiswa Universitas Andi Djemma Palopo Jurusan Administrasi Negara
23 Mei 2024 9:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Sigit Nugroho tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kredit Foto : Pendidikan LMND Palopo, Foto diambil Penulis
zoom-in-whitePerbesar
Kredit Foto : Pendidikan LMND Palopo, Foto diambil Penulis
ADVERTISEMENT
Frasa "Kuliah adalah barang mewah, Orang miskin dilarang Kuliah", Sepertinya tepat untuk menggambarkan situasi pendidikan kita hari ini. Kenapa tidak, pasalnya dunia pendidikan kita hari ini tengah dihebohkan dengan Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) yang terbilang sangat tinggi dan sangat dikeluhkan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Perlu kita ketahui bahwa UKT mulai diterapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2013. Melalui Permendikbud Nomor 55 Tahun 2013. Melalui peraturan ini, Pemerintah memberlakukan pembayaran SPP berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa yang kewenangannya diberikan ke masing-masing Perguruan Tinggi untuk menentukan Tingkatan UKT.
Pada dasarnya kebijakan UKT ini bertujuan untuk membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengenyam pendidikan tinggi. Namun kenyataanya, sistem ini belum mampu mempersempit jurang kemiskinan antara sikaya dan simiskin yang berakibat menurunnyan partisipasi masyarakat untuk menempuh Pendidikan Tinggi. Maka tidak heran, BPS baru-baru ini mengeluarkan data bahwa 9,9 juta Gen Z di Indonesia itu tidak bekerja dan bersekolah.
Sebenarnya akar masalah dari mahalnya biaya kuliah ternyata berawal dari lahirnya UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi yang memberikan hak Otonomi Kampus dengan merubah status PTN menjadi PTN Berbadan Hukum (PTN-BH). Pemberian kewenangan ini menimbulkan banyak masalah, Praktek bisnis dan komersialisasi pendidikan marak dilakukan dalam penyelenggaraan Pendidikan.
ADVERTISEMENT
Komersialisasi pendidikan tidak hanya melahirkan praktik pendidikan yang menghasilkan tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan pasar, tetapi juga menjadi eksklusif karena hanya dapat dinikmati oleh kalangan tertentu yang mempunyai dukungan dana.
Padahal jelas pasal 31 Ayat (1) UUD 1945 bahwa Pendidikan adalah hak segala bangsa. Jaminan negara dalam memenuhi hak atas pendidikan adalah sebuah upaya untuk mewujudkan cita-cita Negara yakni Mencerdaskan kehidupan bangsa. Penafsiran soal frasa “Mencerdaskan Kehidupan bangsa” pernah dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi sewaktu pengujian UU BHP yang berpendapat bahwa tanggung jawab Negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan suatu tugas publik.
Sebagai tanggung jawabnya maka sudah menjadi kewajiban bagi negara untuk memastikan setiap warga negara memiliki akses penuh terhadap pendidikan sebagai Hak Asasi Manusia. Karena pendidikan adalah Hak Asasi Manusia maka negara juga memiliki tanggung jawab untuk menghormati dan memenuhinya entah itu melalui pengalokasian Sumber Daya yang lebih besar secara bertahap ke sektor pendidikan.
ADVERTISEMENT
Pendidikan sebagai HAM sebenarnya juga telah diakui secara internasional dalam Kovenan HAM Internasional 1966 tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenant on Economics, Social, and Cultural Rights), atau yang biasa disebut Kovenan Ekosob, yang kemudian diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dalam UU No. 11 tahun 2005. Dalam Kovenan tersebut jelas memuat hak memperoleh pendidikan gratis (Pasal 13).
Dengan mengacu pada prinsip-prinsip hak asasi manusia internasional yang telah diakui dalam hukum nasional, pendidikan ditekankan untuk secara bertahap menjadi gratis hingga ke tingkat pendidikan tinggi. Namun di Indonesia Kenyataannya, di tingkat pendidikan tinggi, biaya kuliah semakin meningkat, sementara pemerintah cenderung melepaskan tanggung jawabnya dalam pembiayaan pendidikan, membebankannya kepada masyarakat. Hal ini menandakan bukanlah realisasi progresif yang terjadi, melainkan regresif. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan gratis harus segera diimplementasikan sebagai bukti komitmen serius dalam memenuhi hak asasi manusia, khususnya hak atas pendidikan.
ADVERTISEMENT
Sumber
https://www.detik.com/edu/perguruan-tinggi/d-7347961/sejarah-ukt-di-indonesia-dari-masa-ke-masa-dimulai-tahun-2013
https://www.kompas.id/baca/opini/2020/09/26/komersialisasi-pendidikan-6/
Putusan Mahkamah Konstitusi No.11-14-21-126-136-PUU-VII-2009 Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.
https://www.ohchr.org/en/resources/educators/human-rights-education-training/2-international-covenant-economic-social-and-cultural-rights-1966