Konten dari Pengguna

Jam Tangan Paus Fransiskus: Auto-Kritik Bagi Pejabat Publik

Stepanus Sigit Pranoto SCJ
Anggota Kongregasi Imam-imam Hati Kudus Yesus (SCJ). Alumni Program Doktoral Studi Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Saat ini berkarya di YPK Leo Dehon Wilayah Lampung.
10 September 2024 12:41 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Stepanus Sigit Pranoto SCJ tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Lawatan Paus Fransiskus di Indonesia sudah usai. Namun jejak kehadirannya masih menjadi bahan perbincangan, baik langsung maupun melalui media-media sosial. Bukan hanya oleh kalangan umat Katolik, tapi juga umat non-Katolik pun turut memperbincangkannya.
Suasana Gelora Bung Karno saat Misa Akbar bersama Paus Fransiskus pada hari Kamis, 5 September 2024. Foto: Dokumen Pribadi
Salah satu topik pembicaraan yang banyak mendapat sorotan adalah tentang kesederhanaan Paus Fransiskus. Banyak yang menyoroti tentang pesawat komersil yang dinaiki dan mobil Innova Zenix yang ditumpangi selama kunjungan. Bahkan ada pula yang mengamati jam tangan yang dikenakan.
ADVERTISEMENT
Sedetail itu pengamatan masyarakat terhadap sosok Paus ketiga yang pernah berkunjung di Indonesia itu. Dan rupanya hal ini menarik perhatian dari media asing.
ABC News, sebuah layanan penyiaran publik di Australia, dalam salah satu publikasinya mempertanyakan: “Mengapa orang Indonesia membicarakan tentang jam tangan Paus?”
Pertanyaan itu menyiratkan rasa heran atas apa yang disoroti oleh media dan masyarakat Indonesia. Bukan hanya pesan-pesan publik dari Paus Fransiskus saja yang disoroti, tetapi media dan masyarakat Indonesia pun mengamati hal-hal yang detail dari apa yang dikenakan oleh pimpinan tertinggi Gereja Katolik sedunia ini.
Pejabat Publik dan Gaya Hidup Mewah
Selain sebagai seorang pemimpin agama, Paus Fransiskus juga seorang pejabat negara. Ia adalah kepala negara Vatikan. Maka ia disambut pula sebagaimana layaknya tamu kenegaraan.
ADVERTISEMENT
Kehadiran Paus Fransiskus sebagai tamu kenegaraan selama beberapa hari di Indonesia mampu mengubah cara pandang masyarakat tentang profil sosok pejabat publik. Berbagai atribut dan fasilitas yang dikenakan mampu memberi cara pandang baru, bahwa seorang pejabat publik bisa tampil sederhana.
Memang, seorang pejabat publik sudah selayaknya mendapat berbagai fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaan tugasnya. Sayangnya, tidak semua menyadari bahwa fasilitas hanyalah sarana, bukan yang utama.
Banyak di antara pejabat justru menjadikan fasilitas itu sebagai hal yang utama. Maka tidak sedikit di antara oknum pejabat yang berlomba-lomba memanfaatkan kesempatan untuk menikmati fasilitas mewah yang disediakan negara.
Dengan cara pandang seperti itu pada akhirnya lahir oknum-oknum pejabat publik yang tampil dengan segala kemewahannya. Bahkan tak jarang terjadi anggota keluarganya juga turut memanfaatkan fasilitas yang disediakan cuma-cuma. Tak segan-segan pula mereka memamerkannya secara publik.
ADVERTISEMENT
Hal-hal semacam ini pada akhirnya melahirkan cara pandang di masyarakat tentang pejabat publik, yang dianggap identik dengan gaya hidup mewah.
Fenomena Dirty Luxury
Tereza Østbø Kuldova, dkk (2024) memberikan kajian menarik tentang gaya hidup mewah di kalangan pejabat publik. Mereka mengkaji fenomena yang disebut “dirty luxury” (kemewahan yang kotor) di kalangan pejabat publik.
Fenomena dirty luxury dipahami sebagai penggunaan gaya hidup mewah yang terkesan berlebihan atau tidak pantas, terutama ketika kekayaan tersebut diperoleh melalui cara yang tidak etis atau ilegal seperti korupsi. Seringkali kemewahan digunakan sebagai simbol status dalam kelompok elite dan pejabat publik, yang kadang kala menentang aturan etika, hukum, dan transparansi.
Pada elite tertentu, gaya hidup mewah sering menjadi representasi kekuasaan dan pengaruh, namun pada saat yang sama, hal ini juga dapat menjadi indikator perilaku tidak jujur atau korupsi.
ADVERTISEMENT
Gaya hidup mewah inilah yang pada akhirnya memperparah persepsi publik terhadap integritas para pejabat. Pejabat publik yang menunjukkan kekayaan secara mencolok sering kali dicurigai terlibat dalam tindakan korupsi, terutama jika gaya hidup tersebut tidak sejalan dengan penghasilan resmi mereka.
Auto-Kritik Bagi Pejabat Publik
Kembali ke pertanyaan ABC News di atas, jawabannya adalah karena masyarakat sungguh rindu akan kehadiran sosok pemimpin yang tampil setara dengan mereka. Masyarakat sungguh rindu akan sosok pejabat yang tampil sederhana, yang tidak mengutamakan fasilitas mewah, tetapi lebih mengedepankan kepentingan bersama.
Oleh karenanya, kehadiran Paus Fransiskus sebagai seorang pejabat publik semestinya menjadi sebuah auto-kritik bagi oknum pejabat publik yang sering tampil dengan berbagai kemewahannya. Paus Fransiskus membuka kesadaran baru bahwa seorang pejabat publik sebenarnya bisa tampil sederhana dan tetap bersahaja.
ADVERTISEMENT