Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Konten dari Pengguna
Menaruh Asa pada Asuransi Pertanian
16 Agustus 2022 17:02 WIB
Tulisan dari Sigit Setiawan, Peneliti BRIN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang penting bagi Indonesia. Namun, sektor ini rentan terhadap berbagai risiko yang dapat berdampak pada berfluktuasinya pendapatan para petani. Usaha di sektor pertanian dihadapkan pada risiko dan ketidakpastian yang disebabkan berbagai faktor seperti cuaca dan perubahan iklim yang merugikan petani.
ADVERTISEMENT
Kerentanan seperti itu telah menyebabkan sektor pertanian menjadi kurang menarik bagi masyarakat luas. Pada periode 2003-2013, tercatat penurunan Rumah Tangga Bisnis Pertanian (RTUP) sebesar 16,32% atau 5 juta (Insyafiah dan Wardhani, 2014). Bila dibiarkan, tren penurunan jumlah RUTP tersebut dapat berimplikasi pada tingkat produktivitas dan ketahanan pangan nasional. Penurunan jumlah RUTP ini terjadi akibat usaha tani petani kecil miskin tidak sustainable. Modal usaha tani, telah tergerus oleh kerusakan hasil panen.
Undang Undang Nomor 19 Tahun 2013 memberikan amanat kepada pemerintah untuk melindungi para petani, terlebih lagi petani kecil miskin atau petani marginal. Secara definisi, petani marginal memiliki tingkat pendapatan yang tidak mencukupi dari hasil usaha taninya. Sebagian dari mereka bekerja sebagai buruh tani, sebagian lagi memiliki pekerjaan sampingan untuk menopang hidupnya. UU tersebut kemudian diterjemahkan secara lebih rinci dalam berbagai peraturan dan keputusan menteri, termasuk Menteri Pertanian dan Menteri Keuangan selaku Bendahara Negara.
ADVERTISEMENT
Fasilitasi Asuransi Pertanian
Salah satu bentuk perlindungan dari UU tersebut terhadap petani marginal adalah diluncurkannya fasilitasi Asuransi Pertanian yang dimulai sejak tahun 2015. Skema asuransi ini bertujuan untuk melindungi usaha tani dari para petani. Para petani diberikan kemudahan dan perlindungan dalam menanggung risiko usaha tani.
Usaha tani seperti jenis usaha lainnya, mengandung risiko pula. Risiko usaha tani dapat timbul dari kerugian gagal panen. Gagal panen dapat terjadi akibat bencana alam, serangan organisme pengganggu tumbuhan (contohnya wereng, tikus, belalang, ulat) dan wabah penyakit hewan menular seperti penyakit kuku dan mulut. Penyebab lain gagal panen juga dapat berasal dari banjir, kekeringan, kebakaran dan longsor, dengan frekuensi yang makin sering terjadi sebagai dampak dari perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Perlindungan dilakukan dengan mengalihkan kerugian kepada pihak lain melalui pertanggungan asuransi. Dengan Asuransi Pertanian, diharapkan petani dapat memperoleh kompensasi pengganti modal kerja yang hilang akibat kerusakan hasil usaha (Balitbang Kementan, 2017). Klaim kerugian yang diperoleh, alih alih dapat digunakan petani sebagai modal kerja untuk keberlangsungan usaha tani berikutnya. Perusahaan pertanggungan asuransi yang saat ini mendapatkan penugasan dari pemerintah untuk melaksanakan Asuransi Pertanian adalah BUMN PT. Jasindo.
Skema dan Manfaat Asuransi Pertanian
Skema Asuransi Pertanian yang ditetapkan pemerintah melindungi tidak hanya usaha tani, namun juga usaha ternak. Sebagian petani juga peternak. Ternak seperti sapi dan kerbau tidak dapat dipisahkan dari kehidupan petani. Sapi seringkali dipelihara petani sebagai hewan piaraan yang diambil susu dan dagingnya. Kerbau dipelihara petani untuk membantu membajak sawahnya. Baik para petani maupun peternak yang terpilih sebagai sasaran Asuransi Pertanian, memiliki kehidupan yang sulit dan belum sejahtera.
ADVERTISEMENT
Baik skema untuk usaha tani dan ternak sama-sama menerapkan pembagian kontribusi premi 80:20. Bagian 80% premi disubsidi oleh pemerintah pusat melalui pemberian bantuan pembayaran premi, sedangkan sisanya 20% merupakan premi swadaya yang dibayar oleh petani sebagai peserta.
Skema Asuransi Pertanian untuk usaha tani disebut Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP). Skema AUTP memberikan jaminan terhadap kerusakan tanaman akibat banjir, kekeringan, serta serangan hama dan penyakit tumbuhan atau organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Petani sasaran AUTP adalah petani dengan luas lahan sawah padi maksimal dua hektar.
Dalam skema ini, total premi yang harus disetorkan kepada perusahaan asuransi penanggung untuk tiap hektar sawah yang ditanggung untuk satu musim tanam adalah Rp 180.000. Nilai premi sebesar 20%-nya atau Rp 36.000 dibayar petani, sedangkan 80%-nya atau Rp 144.000 disubsidi oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
Bila klaim petani atas terjadinya gagal panen diterima oleh perusahaan asuransi penanggung, maka untuk tiap hektar pada musim tanam tersebut, kompensasi yang diterima oleh petani adalah sebesar Rp 6 juta. Nilai Rp 6 juta ini disebut sebagai nilai pertanggungan risiko.
Skema Asuransi Pertanian berikutnya untuk usaha ternak: Asuransi Usaha Ternak Sapi/Kerbau (AUTS/K). Skema AUTS/K memberikan perlindungan terhadap peternak sapi dari risiko kehilangan atau kematian sapi ternaknya. Sapi ternak mungkin saja mengalami kematian karena penyakit, kecelakaan, atau beranak.
Nilai setoran premi untuk satu ekor sapi yang ditanggung per tahunnya ke perusahaan asuransi penanggung adalah Rp 200.000. Pemerintah mensubsidi sebesar 80% nya atau Rp 160.000. Sisa 20% nya atau Rp 40.000 dibayarkan oleh peternak. Bila terjadi kehilangan atau kematian sapi akibat kejadian tersebut di atas, maka peternak dapat mengajukan klaim pertanggungan sebesar Rp 10 juta per ekor sapi per tahunnya.
ADVERTISEMENT
Selain bermanfaat dalam memastikan kontinuitas modal kerja untuk pertanaman berikutnya, para petani padi dan peternak sapi dapat dikenalkan dengan akses jenis sumber pembiayaan lain yang menyertai skema asuransi. Di samping itu, keberadaan Asuransi Pertanian dapat digunakan untuk mengedukasi petani dan peternak agar menggunakan input produksi sesuai anjuran usaha tani dan usaha ternak yang baik. Dengan demikian, risiko usaha dapat diminimalkan.
Uji Coba Asuransi Pertanian
Sebagai persiapan implementasi Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP), pemerintah telah melakukan serangkaian uji coba (Insyafiah dan Wardhani, 2014). Sebelum regulasi UU terkait berlaku efektif pada tanggal 6 Agustus 2013, Kementan melakukan satu tahap uji coba.
Uji coba berlangsung sejak Oktober 2012 hingga Maret 2013, dilakukan di tiga kabupaten di dua propinsi yakni Kabupaten Oku Timur (Sumatera Selatan), Kabupaten Tuban dan Kabupaten Gresik (Jawa Timur). Dari luas uji coba yang ditargetkan sebesar 3.000 hektar, realisasi yang diperoleh adalah sebesar 623,12 hektar.
ADVERTISEMENT
Setelah regulasi berlaku efektif, pemerintah masih melakukan tiga tahap uji coba berikutnya. Uji coba tahap pertama berlangsung pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. Lokasi berlangsung di Kabupaten Oku Timur (Sumatera Selatan) dengan realisasi 766,25 hektar, dan Kabupaten Jombang dan Kabupaten Nganjuk (Jawa Timur) dengan realisasi 1.436,62 hektar.
Selanjutnya, tahap kedua uji coba dilakukan sejak November 2013 hingga April 2014. Lokasi yang dipilih masih sama di Kabupaten Jombang dan Kabupaten Nganjuk (Jawa Timur) dengan realisasi 1.500 hektar. Tahap ketiga uji coba dilaksanakan dengan bantuan pendanaan JICA. Lokasinya bergeser sedikit di Kabupaten Jombang dan Kabupaten Lumajang (Jawa Timur).
Selain uji coba AUTP, pemerintah juga melakukan uji coba Asuransi Usaha Ternak Sapi/Kerbau (AUTS/K). Uji coba dilakukan pada tahun 2013 sebanyak 58 ekor di tiga lokasi, di antaranya Jawa Tengah sebanyak 25 ekor, Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 23 ekor, dan Sumatera Barat sebanyak 10 ekor sapi. Uji coba AUTS/K dilakukan secara swadaya oleh peternak, di mana peternak membayar premi 100%.
ADVERTISEMENT
Pelaksanaan Asuransi Pertanian
Kegiatan AUTP mulai dilaksanakan pada Oktober 2015. Dari Laporan Tahunan Ditjen PSP Kementan, dapat dilihat bahwa target AUTP dari tahun ke tahun konsisten seluas satu juta hektar, terkecuali tahun 2021 yang disesuaikan ke 400.000 hektar akibat terdampak refocusing anggaran pada masa pandemi Covid-19. Capaian luas sawah yang dilindungi AUTP cenderung meningkat dari tahun ke tahun, semakin mendekati target satu juta hektar.
Tahun 2015 tercapai seluas 233.500 hektar. Capaian pada tahun-tahun berikutnya naik seluas 499.962 hektar (2016), 997.961 hektar (2017), 806.200 hektar (2018), 971.219 hektar (2019), dan mencapai puncaknya 1.000.000 hektar (2020), sebelum turun ke 400.000 hektar (2021) akibat refocusing anggaran.
Kegiatan AUTS/K mulai dilaksanakan setahun kemudian setelah AUTP. Berbeda dengan penetapan target AUTP, dalam Laporan Tahunan yang sama tampak target AUTS/K ditetapkan berubah dan cenderung meningkat. Target di awal adalah 20.000 ekor (2016), meningkat menjadi 120.000 ekor untuk 2017 dan 2018, kemudian naik kembali menjadi 150.000 ekor (2019), sebelum turun ke 120.000 ekor (2020) dan 100.000 ekor (2021) akibat refocusing anggaran untuk pemulihan ekonomi akibat Covid-19.
ADVERTISEMENT
Capaian dari tahun ke tahun terus meningkat mendekati target yang ditetapkan. Tahun 2016 tercapai sejumlah 20.000 ekor, selanjutnya 91.831 ekor (2017), 88.673 ekor (2018), 140.190 ekor (2019), dan selanjutnya sama dengan target yang ditetapkan yaitu 120.000 ekor (2020) dan 100.000 ekor (2021).
Mengembangkan Lebih Lanjut Asuransi Pertanian
Secara umum, program Asuransi Pertanian memperlihatkan kemajuan dalam mencapai target jangka pendek yang ditetapkan. Dalam kondisi normal sebelum pandemi Covid-19, target antara AUTP adalah 1 juta hektar, sedangkan AUTS/K sebanyak 150.000 ekor.
Datangnya pandemi kemudian menciptakan kondisi new normal. Perekonomian tahun 2020-2021 yang sangat terdampak pademi mengharuskan prioritas pemerintah bergeser ke pemulihan ekonomi dan melakukan pemangkasan anggaran. Alokasi anggaran Asuransi Pertanian pun terdampak, menyebabkan penurunan target untuk tahun 2020-2021.
ADVERTISEMENT
Alokasi anggaran yang dikucurkan pada tiga tahun terakhir untuk kedua skema Asuransi Pertanian adalah Rp 172,5 triliun (2019), turun Rp 167,6 triliun (2020), dan berikutnya merosot drastis menjadi Rp 85,6 triliun (2021).
Melihat situasi saat ini, sudah terbit harapan pemulihan perekonomian dari dampak pandemi Covid-19. Namun, siapa sangka, perang Rusia-Ukraina pecah dan menimbulkan risiko lebih lamanya pemulihan perekonomian dunia dan perekonomian Indonesia.
Dengan demikian, masih sulit berharap program Asuransi Pertanian dapat kembali on the right track seperti sebelum pandemi dalam waktu dekat, baik di tahun 2022 maupun 2023. Selanjutnya, tahun 2024 akan menjadi tahun politik seiring penyelenggaraan pemilu. Untuk pemilu sendiri, anggaran yang dialokasikan cukup besar, Rp 76,6 triliun.
ADVERTISEMENT
Estimasi penulis – berdasarkan perhitungan dari data Sutas 2018 BPS- terdapat 5,2 juta hektar lahan sawah yang masuk kriteria target Asuransi Pertanian. Namun, sejauh ini angka tertinggi luas lahan yang diproteksi Asuransi Pertanian pada satu tahun tertentu adalah 1 juta hektar (2020). Terakhir, angka ini merosot ke 400.000 hektar (2021).
Masih berdasarkan perhitungan yang sama, diestimasi terdapat 12,7 juta petani pemilik lahan sawah target Asuransi Pertanian. Katakanlah, petani yang juga peternak adalah separuhnya. Sementara itu, jumlah tertinggi petani penerima perlindungan Asuransi Pertanian sejak 2015 hingga kini tidak sampai 1,6 juta. Terakhir, jumlah ini merosot ke sekitar 630.000 petani (2021).
Artinya, pada masa pemerintahan Presiden Jokowi yang tersisa beberapa tahun lagi ini, tantangan yang dihadapi dari sisi anggaran untuk mengembalikan jalur pengembangan Asuransi Pertanian kembali ke treknya menjadi tidak mudah. Perjalanan mengembangkan Asuransi Pertanian untuk dapat melindungi seluruh petani dan peternak miskin di Indonesia masih panjang. Dukungan keberpihakan dan political will yang kuat dari negara diperlukan untuk menuntaskannya.
ADVERTISEMENT