Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Konten dari Pengguna
Modal Manusia Unggul untuk Indonesia Maju dan Sejahtera
31 Desember 2021 11:55 WIB
·
waktu baca 11 menitTulisan dari Sigit Setiawan, Peneliti BRIN tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Human capital (modal manusia), bukanlah isu baru di antara negara-negara di dunia. Modal manusia, telah menjadi salah satu indikator pembangunan dan tolok ukur krusial dalam menilai keberhasilan pembangunan suatu negara. Dan dari sisi historis, modal manusia telah menjadi modal krusial negara-negara maju untuk tumbuh menjadi seperti saat ini.
ADVERTISEMENT
Dalam perspektif Indonesia sebagai negara berkembang, modal manusia yang unggul kini telah menjadi salah satu agenda prioritas dalam pembangunan nasional. Hal ini dicantumkan secara gamblang dalam kerangka RPJMN 2020-2024 dan Visi Indonesia 2045. Dalam konteks regional, rencananya Indonesia pun akan membawa isu modal manusia ini dalam agenda Keketuaan Indonesia di pertemuan ASEAN (ASEAN Chairmanship) tahun 2023.
Di tatanan global, modal manusia telah menjadi bagian dari Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) 2030 negara-negara di dunia. SDGs 2030 merupakan kerangka pembangunan di bawah panji PBB yang ditetapkan para pemimpin dunia pada tahun 2015. SDGs disepakati sebagai cetak biru bersama hingga tahun 2030 dalam mencapai cita-cita tujuan kesejahteraan dan kemakmuran dunia, sebagai kelanjutan dari agenda Sasaran Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang masih belum tercapai. Terdapat 17 Goals, 169 Targets, dan 289 Indicators yang merupakan cerminan upaya untuk mengatasi kemiskinan, memerangi ketimpangan dan ketidakadilan, dan mengatasi dampak perubahan iklim, yang secara garis besar dikelompokkan ke dalam empat pilar. Isu modal manusia terkait sektor pendidikan terutama ada di Social Pillar dan Goal 4 Quality Education.
ADVERTISEMENT
Konsep dan Indeks Modal Manusia
Pendapatan dan kesejahteraan nasional suatu negara, ditopang oleh aset atau kekayaan nasionalnya. Modal manusia menjadi salah satu dari empat penopang, selain dari modal yang dihasilkan, modal sumber daya alam (SDA), dan aset bersih di luar negeri.
Sebagai suatu konsep, modal manusia dapat didefinisikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kesehatan yang diinvestasikan dan dikumpulkan para manusia sepanjang hidup, memungkinkan manusia untuk merealisasikan potensi sebagai anggota masyarakat yang produktif. Bank Dunia--setidaknya sejak 1997--telah memulai penyusunan cara mengukur kekayaan nasional. Bank Dunia menyusun cara mengukur kekayaan nasional dari modal manusia, yang diukur dari present value aliran pendapatan di masa datang.
Pentingnya modal manusia, dapat dilihat dari beberapa kisah sukses negara maju dan berpendapatan tinggi. Negara yang sebenarnya tidak memiliki sumber daya alam seperti Singapura, dan negara dengan relatif sedikit sumber daya alam seperti Jepang dan Inggris, telah tumbuh menjadi negara maju dan sejahtera. Negara-negara tersebut telah banyak sekali berinvestasi di modal manusia dan akhirnya memiliki kekayaan nasional yang besar. Modal manusia telah terbukti berhasil menjadi penopang utama akumulasi kekayaan nasional yang besar dari negara-negara maju.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, tidak dapat dipungkiri bahwa modal manusia menjadi determinan utama kekayaan dan kesejahteraan nasional negara maju di era modern sekarang ini. Modal manusia yang tinggi terbentuk dari kumpulan besar manusia, bukan hanya segelintir elite manusia di suatu negara. Besar kecilnya kesenjangan akan menentukan seberapa besar akumulasi modal manusia akan terbentuk di suatu negara.
Untuk mengetahui gambaran peringkat modal manusia, dapat digunakan beberapa indeks. Dua indeks terpenting adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) UNDP dan Indeks Modal Manusia Bank Dunia. Dalam publikasi indeks terakhir tahun 2020, Indonesia menempati peringkat 107 dari 189 negara dalam IPM UNDP Tahun 2020. Dalam tahun yang sama, untuk IMM Bank Dunia, Indonesia menempati peringkat 87 dari 174 negara.
ADVERTISEMENT
Kehadiran Negara untuk Modal Manusia di Sektor Pendidikan
Salah satu wujud kehadiran negara adalah keberpihakan pada alokasi anggaran negara. Pemerintah telah berupaya meningkatkan modal manusia dengan cara meningkatkan taraf pendidikan masyarakat Indonesia, antara lain melalui penetapan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total belanja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. UUD 1945 dan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa alokasi anggaran pendidikan minimal 20 persen dari total belanja (Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah). Besarnya porsi alokasi anggaran pendidikan ini dimaksudkan agar seluruh masyarakat Indonesia dapat menikmati layanan pendidikan.
Secara tertulis, Undang-Undang 20/2003 mengamanatkan bantuan uang sekolah hanya untuk anak-anak berusia tujuh hingga lima belas tahun. Meskipun demikian - dalam praktik kebijakannya - program uang sekolah gratis diterapkan untuk semua anak yang masih duduk di sekolah dasar atau SLTP, berapa pun usia mereka saat itu. Oleh karena itu, program wajib belajar dan program SPP gratis diharapkan tidak hanya berdampak pada anak-anak berusia tujuh hingga lima belas tahun, tetapi juga semua anak lain yang masih duduk di bangku sekolah dasar dan SLTP.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan meningkatnya besaran APBN, penyediaan anggaran pendidikan selalu meningkat. Anggaran pendidikan meningkat dari Rp370,8 triliun pada tahun 2016 menjadi Rp550 triliun pada tahun 2021 atau tumbuh rata-rata sekitar 6 persen setiap tahun. Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) merupakan bagian terbesar dalam anggaran pendidikan di Indonesia, diikuti oleh anggaran pemerintah pusat untuk Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) dan Pembiayaan Anggaran.
Pada tahun 2021, anggaran pendidikan meningkat secara substansial dari Rp489 triliun menjadi Rp550 triliun atau tumbuh 12,4 persen. Program Indonesia Pintar (PIP), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dan pembangunan dan pemeliharaan sekolah adalah beberapa program utama pendidikan untuk mendukung pengembangan modal manusia dan mengurangi ketimpangan di Indonesia, di samping Bantuan Kuota Data Internet dan Bantuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebagai program bantuan selama pandemi Covid-19.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2020, lebih dari 16 juta siswa menerima program PIP. PIP untuk pendidikan dasar dan menengah dirancang untuk membantu anak-anak usia sekolah dari keluarga rentan untuk terus mengenyam pendidikan. Siswa SD menerima Rp450 ribu per tahun, SLTP menerima Rp750 ribu per tahun dan Rp1 juta per tahun untuk siswa SLTA. Siswa memperlakukan dana PIP sebagai biaya pendidikan mereka, seperti membeli perlengkapan sekolah/kursus, uang saku dan biaya transportasi, tambahan biaya latihan dan biaya uji kompetensi.
Selain itu, PIP untuk perguruan tinggi yaitu Bidik Misi diberikan kepada 845 ribu mahasiswa pada tahun yang sama. Program yang dimulai sejak tahun 2014 ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang pendidikan serta dalam waktu yang sama mengurangi ketimpangan karena pemerintah berupaya mendukung agar masyarakat miskin dan rentan tetap dapat bersekolah dan memenuhi keperluan bersekolahnya.
ADVERTISEMENT
Program BOS dimulai pada bulan Juli 2005, masa pendaftaran untuk tahun ajaran 2005/2006. BOS adalah dana yang digunakan untuk mendanai belanja nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar dan menengah sebagai pelaksana program wajib belajar dan dapat dimungkinkan untuk mendanai kegiatan lainnya. Pemerintah mengalokasikan lebih dari Rp15 triliun pada tahun 2005/2006 dan selalu meningkatkan kontribusinya setiap tahun. Pada tahun 2020, Pemerintah menyediakan Rp54,32 triliun untuk program ini. Dana tersebut dialokasikan berdasarkan jumlah siswa di satu sekolah, meliputi biaya-biaya untuk pendaftaran siswa baru, pengadaan buku pelajaran, penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar, pengembangan guru, biaya-biaya operasional dan pemeliharaan sekolah lainnya.
Pada tahun 2020, dana Pemerintah Pusat juga digunakan untuk membangun atau memelihara lebih dari seribu gedung sekolah di Indonesia. Selain itu, dana pendidikan pemerintah daerah sebagian besar untuk meningkatkan fasilitas sekolah di daerah mereka. Pembangunan dan pemeliharaan sekolah untuk lebih dari 34 ribu sekolah, 4,6 ribu laboratorium, dan 2,5 ribu perpustakaan dibangun atau dipelihara dari dana pendidikan pemerintah daerah pada tahun yang sama.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, untuk melindungi kegiatan sekolah dan universitas dari dampak pandemi Covid-19 terdapat program Bantuan Kuota Data Internet untuk para siswa, guru, mahasiswa, dan dosen di sekolah dan universitas di bawah pembinaan Kemendikbudristek dan Kemenag. Pada tahun 2020 program Bantuan Kuota Data Internet diberikan kepada lebih dari 35,6 juta orang di Kemendikbud dan 6,7 juta orang di Kemenag. Seiring pandemi Covid-19 yang belum berakhir, pada tahun 2021 pemberian program bantuan ini tetap dilanjutkan. Untuk di Kemendikbudristek nilainya sebesar Rp6,8 triliun bagi 26,8 juta orang, dan di Kemenag diperuntukkan bagi 3,6 juta orang.
Sebagai tambahan, ada pula Bantuan Uang Kuliah Tunggal total sebesar Rp2 triliun yang diberikan selama tahun 2020 – 2021 bagi 419.605 orang mahasiswa PTN (Perguruan Tinggi Negeri) dan PTS (Perguruan Tinggi Swasta) di Kemendikbudristek yang terdampak pandemi. Di Kemenag, selama tahun 2021 bantuan serupa juga diberikan kepada 160.563 mahasiswa PTKN (Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri). Total alokasi anggaran Kemenag tahun 2021 baik untuk Bantuan Kuota Dana Internet maupun Bantuan UKT mencapai nilai Rp479 miliar.
ADVERTISEMENT
Dampak Kebijakan pada Kuantitas dan Kualitas Pendidikan
Sejak tahun 2002 hingga kini, pengeluaran untuk pendidikan telah meningkat sekitar 200 persen. Dari sisi dampak, peningkatan belanja pendidikan tampak jelas pengaruhnya pada kuantitas pendidikan di Indonesia. Seiring peningkatan belanja tersebut, Indonesia telah membuat kemajuan yang berarti dalam sektor pendidikan, dilihat dari peningkatan yang signifikan dalam pendaftaran siswa sekolah. Jumlah siswa yang mendaftar juga telah meningkat lebih dari 31 persen di tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Seiring dengan belanja pendidikan yang terus meningkat, angka partisipasi bersekolah Indonesia di sekolah lanjutan yang sebelumnya selalu berada di bawah rata-rata dunia pada periode 1990 – 2006, posisinya telah berbalik di atas rata-rata dunia sejak tahun 2007 hingga kini. Selisih angka partisipasi Indonesia di sekolah lanjutan menurut data terakhir telah mencapai 12 persen di atas rata-rata dunia. Di posisi sekarang ini (79 persen), Indonesia masih perlu mengejar ketertinggalan sebesar 12 persen dibandingkan rata-rata negara maju (91 persen).
ADVERTISEMENT
Angka partisipasi mahasiswa Indonesia di tingkat perguruan tinggi juga terus meningkat pada periode yang sama - data terakhir di tahun 2018 menunjukkan sebesar 36 persen, meningkat rata-rata 1,1 persen per tahunnya. Meskipun demikian, peningkatan ini belum cukup. Angka tersebut masih di bawah rata-rata dunia yang sebesar 39 persen. Oleh sebab itu, dibutuhkan upaya ekstra dari Pemerintah untuk mengejar ketertinggalan tersebut-terlebih lagi, untuk mengejar rata-rata negara maju di angka 78 persen.
Kebijakan Pemerintah dalam 'Sistem Zonasi Sekolah' untuk meningkatkan kesetaraan gender dalam sektor pendidikan juga telah terbukti berhasil. Menurut data Bank Dunia terkini, tingkat pendaftaran sekolah lanjutan di Indonesia meningkat signifikan dari 49,6% (2001) ke 78,7% (2018). Begitu pula tingkat pendaftaran di universitas mengalami kemajuan signifikan dari 14,2% (2001) ke 36,3% (2018).
ADVERTISEMENT
Dari aspek kesetaraan gender, akses pendidikan antara laki-laki dan perempuan saat ini relatif berimbang untuk data pendaftaran di sekolah lanjutan, sedangkan untuk universitas ada sedikit ketimpangan. Peningkatan kesetaraan gender tercatat cukup signifikan pada saat ini dibandingkan dengan kondisi tahun 1995. Menurut data Bank Dunia terkini, bila pada tahun 1995 komposisi tingkat pendaftaran sekolah lanjutan masih timpang (44,8% untuk siswa laki-laki dan 38,8% untuk siswa perempuan), kini relatif berimbang. Pada tahun 2018, komposisinya menjadi 77,6% untuk siswa laki-laki dan 79,9% untuk siswa perempuan. Komposisi siswa perempuan kini bahkan sudah mengungguli siswa laki-laki.
Untuk tingkat pendaftaran di universitas, potret di tahun 1995 sama dengan sekolah lanjutan. Dari data Bank Dunia terkini, bila pada tahun 1995 komposisi tingkat pendaftaran di universitas adalah timpang ke mahasiswi, di tahun 2018 berbalik timpang ke mahasiswa. Di tahun 1995, komposisinya adalah mahasiswa (13,8%) dan mahasiswi (8,8%), di tahun 2018 berbalik menjadi mahasiswa (33,8%) dan mahasiswi (39%). Merujuk data kependudukan UNSTAT periode 2010-2019, perubahan kondisi ini terjadi dalam kondisi rata-rata jumlah populasi usia bangku SLTP hingga Universitas yang relatif berimbang antara laki-laki (51%) dan perempuan (49%),
ADVERTISEMENT
Ternyata, potret perubahan komposisi di Indonesia ini mirip dengan potret yang terjadi di dunia saat ini. Ketimpangan komposisi yang terjadi di Indonesia pada mahasiswa dibandingkan mahasiswi di perguruan tinggi sebesar hampir lima persen, sama besarnya dengan rata-rata dunia. Di kelompok negara maju, selisih ketimpangan bahkan dijumpai makin besar hingga 17 persen.
Sayangnya, alokasi belanja pendidikan yang terus meningkat belum mampu berdampak pada kualitas pendidikan. Indonesia masih berada di urutan bawah (71 dari 77 negara) dalam ukuran kemampuan siswa sekolah lanjutan dalam pelajaran matematika, sains, dan literasi (membaca). Rata-rata skor internasional PISA 2018 yang diperoleh Indonesia adalah 382. Dari tiga kriteria penilaian tersebut, siswa perempuan mencatat skor lebih baik dibanding siswa lelaki. Beberapa negara tetangga dan mitra yang juga memiliki skor rendah (< 450) adalah Philippines (350), Thailand (412,7), Brunei (423), dan Malaysia (431). Beberapa negara lainnya memiliki catatan skor yang mengesankan (≥ 450), yaitu Australia (499), New Zealand (502,7), Korea Selatan (519,7), Jepang (520), termasuk Tiongkok (578,7) dan Singapura (556,3) yang menempati peringkat 1 dan 2.
ADVERTISEMENT
Dari kajian penulis, hasil pembandingan nilai indikator Belanja Pendidikan untuk Satu Persen Modal Manusia (% PDB) dan indikator Tingkat Produktivitas menunjukkan bahwa, jumlah belanja pendidikan yang digelontorkan pemerintah bukan merupakan faktor penentu satu-satunya terhadap kualitas pendidikan - faktor penting yang berujung pada tingkat produktivitas pekerja suatu negara. Oleh sebab itu, dari sisi pengelolaan keuangan negara setiap satu rupiah yang digelontorkan Pemerintah Indonesia untuk belanja pendidikan – di mana sebagiannya diperoleh dari pembiayaan (utang) – mesti akuntabel dan kredibel, dan memiliki efisiensi kegiatan, efektivitas hasil dan dampak positif yang maksimal.
Setelah kuantitas pendidikan, pekerjaan rumah Pemerintah Indonesia berikutnya adalah berupaya mengejar peningkatan kualitas pendidikan. Hal ini menjadi krusial, karena tanpa kualitas pendidikan, tidak akan ada modal manusia unggul. Tanpa modal manusia unggul, niscaya tiada peningkatan produktivitas. Selanjutnya, tanpa peningkatan produktivitas, mimpi Indonesia sebagai negara maju dan sejahtera akan sulit terwujud.
ADVERTISEMENT