Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Pembukaan Bioskop: Menimbang Manfaat dan Mudharatnya
29 Agustus 2020 19:09 WIB
Tulisan dari Sigit Pramono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Beberapa hari yang lalu sempat terjadi perbincangan hangat ihwal rencana Gubernur DKI untuk mengizinkan dibukanya kembali bioskop di wilayah ibukota.
ADVERTISEMENT
Diwarnai dengan berita di media dengan judul yang sedikit kontroversi, rencana dibukanya bioskop itu menimbulkan silang pendapat di media sosial. Sebetulnya perbedaan pendapat itu bukan sesuatu yang istimewa karena kebijakan apa pun selalu menjadi ajang pro dan kontra, ada yang mendukung dan ada yang menentang.
Mengenai rencana pembukaan bioskop ini Gerakan Pakai Masker ( GPM), sebagai gerakan masyarakat yang mengkampanyekan disiplin pakai masker, mengambil sikap untuk tidak mendukung pembukaan bioskop mengingat hingga saat ini pandemi COVID-19 masih jauh dari aman.
Menurut GPM pada saat ini tidak ada keperluan mendesak untuk tergesa-gesa membuka kembali bioskop. Pembukaan bioskop akan lebih banyak mudharatnya dari pada manfaatnya selama pandemi masih seperti sekarang ini. Kita seharusnya semakin sadar karena telah diingatkan kembali bahaya COVID-19 ini, dengan merebaknya kasus baru di klaster perkantoran dan pabrik beberapa pekan terakhir ini.
ADVERTISEMENT
Penyebab perkantoran dan pabrik menjadi klaster baru penyebaran COVID-19 adalah adanya faktor protokol VDJ (Ventilasi, Durasi, Jarak) yang buruk. Ventilasi ruang kantor dan pabrik banyak yang tidak bagus, durasi orang tinggal di dalam satu ruangan yang sama dalam waktu yang lama, sehingga jika ada yang terpapar positif Corona berkumpul dengan yang sehat akan mudah tertular. Biasanya juga karena tidak disiplin jaga jarak. Bioskop sudah bisa dipastikan akan memunculkan persoalan yang kurang lebih sama: yaitu buruknya protokol VDJ ini.
Jika kita baca sepintas pernyataan pers Satgas Penanganan Covid 19, sebetulnya mereka tidak terang-terangan menolak rencana pembukaan bioskop itu. Tetapi jika kita telisik lebih teliti, dari persyaratan yang harus dipenuhi agar bioskop bisa dibuka, sebetulnya secara halus mereka menolak pembukaan bioskop. Sekurang-kurangnya menunda rencana pembukaan bioskop dalam waktu dekat.
ADVERTISEMENT
Satgas Penanganan COVID-19 memberikan persyaratan jika bioskop akan dibuka :
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Melalui sejumlah persyaratan yang sangat ketat tersebut, tampaknya Satgas Penanganan COVID-19 sedang mengulur waktu agar pemerintah daerah tidak tergesa-gesa membuka kembali bioskop.
Solusi Alternatif: Bioskop Layar Tancap dan Bioskop Rumah Indonesia
Kalau tujuan dibukanya bioskop menurut Gubernur DKI adalah untuk mengangkat sektor ekonomi kreatif (pengusaha bioskop, sineas, pekerja industri film) yang sangat terpuruk akibat pandemi COVID-19 ini, alasan itu kurang kuat. Apalagi jika untuk mengatasi persoalan ekonomi itu dengan mengorbankan persoalan kesehatan. Bagaimanapun juga kemalangan karena terdampak krisis akibat pandemi, bukan hanya dialami sektor ekonomi kreatif. Semua sektor mengalami kesulitan yang sama.
Kalau alasan lain pembukaan bioskop adalah untuk memberikan hiburan masyarakat agar lebih berbahagia sehingga daya tahan tubuh mereka meningkat, ada solusi alternatif yang bisa dilakukan selama masa pandemi ini.
ADVERTISEMENT
Demikian pula jika tujuannya agar memenuhi hasrat masyarakat yang sudah "ngebet" sekali ingin nonton bioskop.
Ada beberapa pilihan. Yang pertama bisa membuka kembali Drive-in Theater seperti yang pernah ada di Ancol dulu.
Yang kedua, memperbanyak penyelenggaraan Bioskop Layar Tancap. Bioskop Layar Tancap ini selain diselenggarakan di lapangan-lapangan di kampung-kampung bisa juga di selenggarakan di taman-taman dengan suasana yang lebih "nyaman" untuk menarik kelompok menengah ke atas. Pemerintah DKI bisa menyelenggarakan 2 tipe Layar Tancap ini. Bioskop Drive-in dan Layar Tancap jelas tidak akan memunculkan persoalan protokol VDJ, khususnya masalah ventilasi, karena diselenggarakan di ruang terbuka.
Tentu saja protokol kesehatan lainnya harus dipenuhi: yakni penonton tetap harus disiplin pakai masker dan jaga jarak.
ADVERTISEMENT
Mengenai Layar Tancap untuk golongan menengah ke atas ini, DKI dulu pernah menyelenggarakan Misbar atau Bioskop Layar Tancap yang diselenggarakan oleh Kineforum. Misbar ini bisa dihidupkan kembali di masa pandemi ini.
Sebagai salah satu upaya membantu pelaku ekonomi kreatif di industri perfilman, bisa diberikan kompensasi untuk setiap film yang diputar, Pemerintah bisa memberikan kompensasi, atau uang sewa sekaligus bisa digunakan sebagai cara lain memberikan subsidi atau bantuan sosial kepada pelaku sektor ekonomi kreatif yang terdampak krisis.
Cara lain untuk mengangkat sektor ekonomi kreatif (khususnya industri film) bisa dilakukan Pemerintah dengan cara membangun jaringan layanan menonton film atau bioskop digital seperti Netflix, HBO, dan sebagainya, tetapi khusus hanya menyajikan film Indonesia. Kita namakan saja: Bioskop Rumah Indonesia.
ADVERTISEMENT
Pemerintah bisa mendirikan BUMN baru untuk keperluan ini atau "membangkitkan dari kubur" Perusahaan Film Negara ( PFN) tetapi dengan penugasan baru yakni pengembangan bioskop rumah digital dan layanan kabel: Bioskop Rumah Indonesia. Usaha ini mungkin saja tidak menguntungkan secara bisnis, tetapi sangat penting, karena menjadi salah satu upaya membangun Indonesia melalui seni budaya.
Dengan cara ini motto atau slogan: #banggabuatanindonesia, #belikreatiflokal, tidak hanya berhenti jadi retorika di bibir saja.
Kementerian Parekraf seharusnya bisa menjadi pelopor untuk memulai hal ini. Karena ini adalah respons cerdas mengatasi krisis akibat pandemi ini. Seperti diketahui, krisis pandemi ini telah menghasilkan 4 perubahan besar (mega shifts) di dunia yaitu: meningkatnya solidaritas sosial, digitalisasi, "work from home", dan pengutamaan pemenuhan kebutuhan dasar. Membangun Bioskop Rumah Indonesia, artinya kita menangkap 2 perubahan besar: "digitalisasi menonton bioskop", dan trend orang yang lebih banyak tinggal di rumah. Sekarang masyarakat menonton film dari jaringan bioskop digital ( TV kabel) di rumah mereka. Mengapa kita tidak berusaha keras mengarahkan masyarakat Indonesia untuk menonton film Indonesia dari rumah?
ADVERTISEMENT
Kesenian Sebagai Sarana Sosialisasi dan edukasi masyarakat
Pada dokumen lama mengenal penanganan pandemi Flu Spanyol di Hindia Belanda tahun 1918, disebutkan tentang cara-cara pemerintah kolonial mengatasi pagebluk tersebut, antara lain dengan menerapkan pola sosialisasi menggunakan kearifan lokal melalui bahasa yang mudah dipahami masyarakat. Di Jawa, digunakan sarana kesenian wayang. Tujuan akhirnya adalah mitigasi dan perubahan perilaku.
Pada era digital dan milenial dewasa ini, edukasi masyarakat melalui kesenian tradisional seperti pentas wayang kulit barangkali masih bisa dilakukan, namun dengan penyesuaian format dan cara penyiarannya yang disesuaikan zaman, agar pesan bisa sampai ke masyarakat yang menjadi sasaran.
Sarana edukasi masyarakat melalui pemutaran materi iklan layanan masyarakat pada Bioskop Layar Tancap ini bisa juga menjadi salah satu pilihan ketika kita, misal hendak melakukan kampanye publik pakai masker, jaga jarak dan cuci tangan pada masa pandemi ini. Demikian juga halnya jika sudah terbentuk khalayak penonton Bioskop Rumah Indonesia, yang khusus menayangkan film Indonesia saja, ke depannya akan lebih mudah menitipkan pesan edukasi masyarakat sebelum film diputar.
ADVERTISEMENT
---------------------------------------------------------------------
Oleh: Sigit Pramono, sekarang memimpin sebuah gerakan sosial yang mengkampanyekan penggunaan masker: Gerakan Pakai Masker. Selain itu dia adalah Chairman Indonesian Institute for Corrporate Directorship (IICD), Chairman Indonesian Institute for Public Governance (IIPG), dan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin)