Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Panas Bumi: Sumber Daya Alam atau Sumber Penerimaan Negara?
5 Agustus 2024 13:45 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Signorita Maharanie Setiawan Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang cukup potensial dan berkontribusi dalam perolehan pendapatan daerah. Hal tersebut terjadi karena sejak diterbitkannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD dilakukan pemisahan dalam pengadministrasian PBB menjadi sekotr pedesaan dan perkotaan (P2) yang berada di bawah kewenangan pemerintah daerah serta PBB P5L yang tetap menjadi keweanangan pemerintah pusat. Pemisahan kewenangan ini sebagai bentuk realisasi dari adanya otonomi daerah.
ADVERTISEMENT
Setiap detik kehidupan kita membutuhkan sesuatu yang bernama energi. Bayangkan saja jika dunia ini tidak ada listrik, maka kehidupan tidak akan bisa berjalan. Sebelum itu, mari kita ulas sedikit darimana listrik itu berasal. Berdasarkan Our world in Data, pada tahun 2023 Indonesia memproduksi listrik dari bahan bakar fosil hingga 284 TWh. Angka tersebut terus meningkat setiap tahunnya akan tetapi sedikit menurun di tahun 2020 dikarenakan terjadinya pandemi Covid-19. Pertumbuhan produksi listrik dari bahan bakar fosil selama 10 tahun terakhir dapat dilihat pada diagram berikut.
Pemanfaatan fosil sebagai bahan baku pembuatan listrik mengindikasikan bahwa listrik yang kita nikmati tidaklah sustainable karena termasuk ke dalam kategori sumber daya alam tak terbarukan. Sumber daya alam tak terbarukan kini persediannya kian menipis seiring berjalannya waktu akibat pengerukan terus-menerus. Melihat hal tersebut, pemerintah hendaknya mengambil langkah konkrit berupa mengalihkan produksi listrik dari yang awalnya menggunakan bahan baku fosil menjadi bahan baku yang dapat diperbarui atau sustainable.
ADVERTISEMENT
Opsi yang dapat diambil oleh pemerintah adalah penggunaan panas bumi sebagai pengganti fosil dalam menghasilkan energi listrik. Hal tersebut dikarenakan panas bumi merupakan salah satu energi terbarukan yang memiliki potensi yang sangat besar di Indonesia. Di Indonesia, potensi panas bumi mencapai angka 23,7 GW yang tersebar di 357 lokasi. Meskipun memiliki potensi yang sangat besar, saat ini (per tahun 2022) baru sebesar 2.342,63 MW atau sekitar 9,9% dari tota potensi yang ada telah terpasang. Menurut RUPTL PT PLN Persero tahun 2021-2030, panas bumi diproyeksikan sebagai tulang punggung utama dalam penyediaan energi baru terbarukan.
Melihat potensi yang sangat besar, tentunya akan ada potensi penerimaan pajak yang besar pula. Namun, tidak hanya ada potensi pajak saja yang ada melainkan ada juga potensi penerimaan bukan pajak atau PNBP yang akan diterima oleh negara melalui Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dua jenis penarikan PNBP atas pemanfaatan Panas Bumi yang ada ketika ada pengusahaan panas bumi berupa Iuran Tetap Eksplorasi dan Eksploitasi Sebelum Commercial Operation Date (COD), Iuran Tetap Eksploitasi Setelah COD, dan Iuran Produksi atas Uap dan Listrik.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2022, tarif pengenaan PNBP dari iuran tetap atas Eksplorasi dan Eksploitasi Sebelum COD sebesar USD 2 dan USD 4 untuk Eksploitasi Setelah COD, tarif tersebut dikenakan per hektar per tahun yang dikalikan dengan kurs Menteri Keuangan per 1 Januari tahun pengenaan Iuran. Sedangkan, untuk besaran pengenaan iuran atas produksi uap sebesar 5% dari harga jual per kwh dan atas prosuksi listrik dikenakan 2,5% dari harga jual per kwh. Atas pengenaan PNBP tersebut, dijelaskan mengenai tata cara pengenaan, perhitungan, serta pembayaran diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI Nomor 5 Tahun 2023.
Besarnya potensi penerimaan negara berupa pajak maupun bukan pajak atas pengusahaan panas bumi, memberikan banyak manfaat bagi rakyat secara tidak langsung. Ketika pengusahaan panas bumi makin masif maka produksi listrik yang awalnya menggunakan bahan bakar fosil bisa berangsur berubah menggunakan panas bumi. Penggunaan panas bumi menjadi listrik dinilai menguntungkan rakyat karena sumber dayanya yang akan selalu ada. Di sisi pemerintah, pengusahaan panas bumi dapat meningkatkan penerimaan negara yang berarti Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bisa semakin besar dari tahun ke tahun.
ADVERTISEMENT
Kondisi APBN yang ideal akan menguntungkan masyarakat karena sejatinya APBN untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Contoh lain dari akibat meningkatnya penerimaan negara adalah pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia dapat terlaksana dengan baik sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar infrastruktur yang akan dibangun.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa meningkatnya pengusahaan panas bumi baik hanya tahap eksplorasi atau sampai tahap eksploitasi atau bahkan sampai tahap produksi dari panas bumi menjadi listrik juga akan meningkatkan penerimaan negara baik melalui PBB sektor P5L maupun bukan pajak berupa iuran tetap dan iuran produksi. Peningkatan penerimaan negara tersebut tentunya sejalan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, pemerintah diharapkan dapat menaruh perhatian lebih terhadap pertambangan sektor panas bumi guna masa depan bangsa yang lebih baik.
ADVERTISEMENT
Sumber:
Ember (2024); Energy Institute - Statistical Review of World Energy (2024); Population based on various sources (2023) – with major processing by Our World in Data
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. (2022, November 3). Public Hearing Revisi
Peraturan Menteri Pengelolaan PNBP Kegiatan Panas Bumi. Retrieved from ebtke.esdm.go.id: https://ebtke.esdm.go.id/post/2022/11/04/3320/public.hearing.revisi.peraturan.menteri.pengelolaan.pnbp.kegiatan.panas.bumi
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI Nomor 5 Tahun 2023
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2022