Konten dari Pengguna

Jika Masa Depanku Sepertimu

SIH BELQIS AL HANIF KHAMBALI PUTRI
Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta
12 Mei 2022 14:06 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari SIH BELQIS AL HANIF KHAMBALI PUTRI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak bermain dengan Ibu (Sumber: pexels.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak bermain dengan Ibu (Sumber: pexels.com)
ADVERTISEMENT
Benarkah masa depan yang cerah merupakan impianmu dalam hidup ini? Lalu, bagaimana dengan masa depan anak tunarungu?
ADVERTISEMENT
Dirimu sosok orang tua yang kuat, memiliki anak-anak berbakat. Walau salah satu putramu memiliki kekurangan.
Amalia, Ibu dari tiga anak yang tinggal di Bojongsari, Depok. Memiliki tiga buah hati, dua laki-laki dan satu perempuan. Anak sulungmu merupakan tunarungu. Panggil saja Dhika.
“Dhika! Kamu mau jadi apa?” ucapmu kepada si sulung. Anakmu hanya tersenyum manis, kemudian bermain gawai. Setelah beberapa menit ia kembali dan menunjukan hasil foto saat momen lebaran. Terdapat foto Ayah, Adik dan Nenek.
“Hasil fotomu bagus ya mas, fokus dan simetris,” ucap Egis saudara Dhika. Reaksi yang sama seperti beberapa menit lalu. Hanya tersenyum kemudian berlari ke dalam kamar.
Anakmu salah satu siswa Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) 01 Jakarta. Memiliki bakat visual seperti memotret, dan melukis. Tak heran tembok kamar yang ditempati penuh dengan lukisan-lukisan karyanya.
ADVERTISEMENT
Saat sedang berbincang-bincang dengan sanak saudara, kamu mengatakan bahwa anakmu tidak suka dipanggil tunarungu. Ia lebih akrab dengan panggilan Tuli. Walau terkesan kasar, tetapi hal itu yang membangkitkan semangatnya untuk mengejar impian.
“Dhika lebih suka dipanggil Tuli, karena di sekolah juga seperti itu dengan teman-teman. Panggilan Tuli lebih nyaman terdengar. Kalau dipanggil tunarungu terkesan berkebutuhan khusus, beda sama anak normal. Ya walaupun menurut kita Tuli itu kasar ya, tapi dia lebih suka dipanggil seperti itu,” ucap Amalia sambil menelan sepotong kue.
Siapa bilang anak berkebutuhan khusus tak memiliki harapan? Menurutmu, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini, apalagi hambatannya sebatas keterbatasan mendengar. Masih banyak hal yang dapat dilakukan.
“Dhika emang gak pernah sedih asal gak dibeda-bedain sama anak normal, makannya kita panggil Tuli saja. Dengan begitu tidak ada pembatas antara kita, dia juga bisa menjalankan aktivitas normal dan memiliki cita-cita,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Amalia, orang tua sangat berperan dalam mewujudkan cita-cita anak yang memiliki keterbatasan, bukan malah mendiamkan karena dianggap tak memiliki harapan.
Kekurangan apapun dapat ditambal dengan kelebihan yang kamu miliki. Itu mengapa dirimu bersikeras menyekolahkan serta membelikan alat kebutuhan visual seperti kamera untuk buah hatimu, Mahardhika.
(Sih Belqis Al Hanif/Politeknik Negeri Jakarta)