Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Kuliah: Cerdas atau Kaya?
24 Mei 2022 15:08 WIB
Tulisan dari SIH BELQIS AL HANIF KHAMBALI PUTRI tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apa yang kamu rasakan saat seseorang memandangmu sebagai anak kuliahan? Sampai-sampai dirimu dinilai sebagai golongan orang kaya karena dapat melanjutkan pendidikan setelah tamat sekolah.
ADVERTISEMENT
Tidak semua anak di Indonesia merasakan duduk di bangku perkuliahan. Beberapa dari mereka ada yang memilih bekerja, merintis usaha atau bahkan menikah. Tetapi, semua itu jalan yang mereka pilih dan kamu memilih melanjutkan kuliah walau Ibumu bekerja hanya sebagai penjual bawang.
Menjadi anak tunggal yang lahir dan tinggal di perbatasan Kota Depok tidak membuatmu manja akan kehidupan. Kamu mempunyai keluarga dan lingkungan yang baik sehingga kamu terlihat hebat.
Setelah lulus SMK, kamu berniat untuk bekerja, tanpa memikirkan kuliah. Dirimu berfikir seperti itu karena keadaan yang menimpamu. Keluargamu terpecah belah. Ayahmu pergi ke kota kelahirannya dan Ibumu divonis sakit mental. Sampai-sampai rumahmu yang masih sewa belum dibayar hampir tiga bulan.
Akhirnya kamu dan Ibumu tinggal di rumah sang Nenek. Betapa berharganya atap yang kamu singgahi, sampai kamu berniat setelah tamat sekolah harus bekerja demi balas budi.
ADVERTISEMENT
Ketika kamu sedang melamun, Nenekmu duduk disampingmu dan mengatakan bahwa dirimu harus melanjutkan pendidikan. Pamanmu yang tinggal di sana juga mengharapkan hal yang sama.
Ketika kamu bermain, sahabatmu pun memberi semangat agar kamu mendaftarkan diri untuk kuliah, karena menurutnya kamu seseorang yang cerdas.
“Apakah aku sanggup? Bagaimana biayanya nanti? Kuliah memerlukan uang,” ucapmu dihadapan teman-temanmu.
Setelah pulang bermain, kamu duduk dan melihat temanmu di media sosial sudah mendaftarkan diri untuk kuliah.
Di saat yang bersamaan Nenekmu duduk di sampingmu seolah-olah mengetahui apa yang sedang kamu fikirkan. Ia menceritakan masa lalunya dan masa depanmu. Seketika kamu yakin dan mulai mendaftarkan diri ke salah satu kampus politeknik.
Seleksi yang ketat membuatmu takut. Kamu harus bersaing dengan ribuan orang dan menjadi salah satunya.
ADVERTISEMENT
“Aku takut tidak diterima. Tapi aku yakin pasti lolos, diberita hanya sekitar 8, 5 persen penduduk Indonesia yang tamat kuliah,” Hanif tersenyum meyakinkan diri.
Tiba di hari pengumuman mahasiswa baru. Akhirnya, kamu dinyatakan lulus di kampus pilihan pertamamu dan menjadi salah satu mahasiswa di politeknik negeri yang ada di Kota Depok. Air mata serta senyum yang menyatu, kamu gembira dan merasa haru.
Perlahan Ibumu sembuh, mentalnya sudah membaik dan bekerja sebagai penjual bawang. Setiap bulan Ibu memberimu uang untuk membayar kuliah. Nenekmu juga menyisihkan uangnya untuk biaya tambahan kamu kuliah, dan kamu mulai merintis usaha keripik singkong untuk tabungan kuliah serta kebutuhan lainnya.
(Oleh: Sih Belqis Al Hanif)