news-card-video
15 Ramadhan 1446 HSabtu, 15 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Judi Online dan Krisis Etika: Di Kalangan Mahasiswa

Hotnauli Sihombing
Saya adalah seorang mahasiswa semester 6 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Unika Santo Thomas
14 Maret 2025 13:09 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
12
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hotnauli Sihombing tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Hotnauli Sihombing
ilustrasi judi online sumber gambar: canva
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi judi online sumber gambar: canva
Di era digital ini, judi online telah berkembang pesat dan semakin sulit dikendalikan. Dengan hanya bermodalkan smartphone dan akses internet, siapa pun dapat memasang taruhan dalam hitungan detik. Kemudahan ini membuat perjudian daring semakin diminati, terutama oleh generasi muda yang tergiur oleh keuntungan instan. Namun, di balik iming-iming kemenangan, terdapat risiko finansial, dampak sosial, serta krisis moral dan etika yang mengancam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Judi online semakin marak karena berbagai faktor, mulai dari kemudahan akses, promosi agresif di media sosial, hingga pengaruh influencer yang tanpa tanggung jawab mempromosikan platform perjudian. Generasi muda, yang masih dalam proses membangun nilai dan prinsip hidup, menjadi kelompok yang paling rentan terjebak dalam jebakan ini. Mereka diiming-imingi janji "cuan instan" tanpa memahami risiko besar yang mengintai di baliknya. Ketika uang menjadi satu-satunya ukuran kesuksesan, banyak yang rela mengorbankan etika demi harapan kemenangan yang tidak pasti.
Secara moral, judi online bertentangan dengan prinsip kerja keras dan keadilan. Berbeda dengan usaha yang mengandalkan keterampilan dan dedikasi, perjudian hanya mengandalkan keberuntungan, yang pada akhirnya memperkuat mentalitas serba instan dan melemahkan semangat berjuang. Ketika seseorang terbiasa mencari uang dengan cara mudah, mereka cenderung kehilangan rasa tanggung jawab terhadap proses dan usaha yang benar. Dalam jangka panjang, pola pikir seperti ini dapat melahirkan generasi yang tidak siap menghadapi tantangan kehidupan dan lebih memilih jalan pintas yang merugikan.
ADVERTISEMENT
Pelaku yang terlibat dalam judi online akan mendapat hukuman berat, hal ini tertuang dalam pasal 303 KUHP Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Pasal 426 KUHP. Pasal 27 ayat (2) UU ITE. Melarang orang untuk mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan perjudian . Pelaku dapat dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Untuk bandar, gabungan antara UU ITE pasal 27 ayat (2) dengan UU ITE pasal 45 ayat (2)
Perubahan yang dibawa oleh teknologi dan internet juga sangat mempengaruhi dunia perjudian. Judi, yang dulunya hanya bisa dilakukan secara fisik di tempat-tempat tertentu, kini dapat diakses dengan mudah melalui internet. (Rizzaldi dan Mustofa, 2024).
ADVERTISEMENT
Dampak etis dari judi online juga terlihat dalam bagaimana hal ini dapat mendorong tindakan-tindakan yang tidak bermoral, seperti manipulasi, penipuan, dan bahkan tindakan kriminal demi mendapatkan modal untuk berjudi. Banyak kasus di mana individu yang kecanduan judi online akhirnya terjerumus dalam utang, mencuri, atau menipu orang lain demi melanjutkan kebiasaan buruknya. Selain itu, judi online juga sering dikaitkan dengan pencucian uang dan kejahatan finansial lainnya, yang semakin menunjukkan bagaimana praktik ini merusak tatanan sosial dan nilai-nilai keadilan.
Selain itu, dampak sosial dari judi online juga tidak bisa diabaikan. Banyak kasus di mana individu yang kecanduan judi akhirnya melakukan berbagai tindakan tidak etis, seperti meminjam uang secara tidak bertanggung jawab, berbohong, bahkan mencuri demi melanjutkan kebiasaan berjudi. Ini menciptakan efek domino yang merusak tidak hanya bagi individu itu sendiri, tetapi juga bagi keluarga dan masyarakat sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Dalam perspektif etika, judi online adalah bentuk eksploitasi yang memanfaatkan kelemahan psikologis manusia. Banyak platform perjudian menggunakan algoritma yang dirancang untuk membuat pemain terus-menerus memasang taruhan, menciptakan ilusi kemenangan yang sebenarnya hanya berujung pada kerugian. Ini adalah bentuk manipulasi yang bertentangan dengan prinsip keadilan dan kejujuran dalam transaksi sosial.
Sayangnya, budaya "cepat kaya tanpa usaha" semakin dipopulerkan, terutama oleh influencer yang tanpa rasa tanggung jawab mempromosikan judi online demi keuntungan pribadi. Hal ini semakin menormalisasi praktik tidak etis di mata masyarakat, seolah-olah berjudi adalah jalan yang sah untuk mendapatkan uang. Padahal, kenyataannya lebih banyak yang kehilangan segalanya daripada yang benar-benar menang.
Untuk mengatasi krisis etika yang disebabkan oleh judi online, diperlukan langkah konkret dari berbagai pihak. Pemerintah harus memperketat regulasi dan menindak tegas situs judi ilegal yang semakin merajalela. Platform digital juga memiliki tanggung jawab untuk mengontrol dan membatasi iklan atau promosi judi online yang sering muncul di media sosial. Selain itu, pendidikan tentang literasi digital dan etika dalam mencari rezeki harus ditanamkan sejak dini, baik melalui sekolah maupun lingkungan keluarga.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, masyarakat, terutama generasi muda, harus memahami bahwa tidak ada jalan pintas menuju kesuksesan sejati. Uang yang diperoleh dengan cara yang tidak etis mungkin tampak menggiurkan, tetapi pada akhirnya akan membawa lebih banyak kerugian daripada manfaat. Etika dalam mencari nafkah harus tetap dijunjung tinggi, karena integritas dan tanggung jawab adalah aset yang jauh lebih berharga daripada sekadar keuntungan instan.
Penulis Mahasiswa Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Unika Santo Thomas